Trio folk Bali, Nosstress kembali menghadirkan karya-karya teranyar.
Perayaan rilis album “Perspektif Bodoh II” akan digelar Jumat besok di Taman Baca Kesiman Jalan Sedap Malam Selatan Nomor 234 Denpasar.
Sebelumnya band yang diawaki oleh Man Angga (Gitar/vocal), Cok Gus (Cajoon/Harmonika/Pianika) dan Kupit (Gitar Vokal) sukses melejit kepermukaan lewat tembang-tembangnya yang terangkum di album perdana “Perpspektif Bodoh” yang dirilis medio Oktober 2011.
Rentang waktu 2011 hingga 2014 bisa dikatakan cukup lama bagi sebuah band untuk merealisasikan karyanya dalam bentuk album. Ini karena kesibukan mengisi berbagai panggung dan bahkan belum lama (Juni-Juli 2014) ini mereka juga tengah disibukan menjalani rangkaian tur ke Eropa bertajuk “From Bali to Europe”.
Selama sebulan “ngamen” Nosstress manggung di sejumlah café dan festival di Eropa.
Perayaan launching album kedua Nosstress kali ini dibuat dengan jumlah tiket terbatas. Tiket yang terjual telah sold out. Kupit beralasan, pesta perayaan album baru ini dibuat terbatas, selain karena tempat tak terlalu besar juga ingin pengunjung yang datang nyaman saat menonton.
”Kami ingin semuanya nyaman saat menonton, dan yang jelas kami ingin launching ini suasananya penuh keakraban,” ucapnya.
Ditambahkan Cok Gus, konsep sederhana dan keakraban inilah yang ingin diciptakan Nosstress saat perayaan album terbarunya. Saat perayaan nanti dikatakan Cok, pengunjung yang sudah memegang tiket bisa langsung menukarkan di tempat acara sebagai voucher. “Kita tidak menjual tiket saat acara berlangsung. Tiket seharga 20 ribu itu sebagai voucher, jadi pengunjung yang ingin memiliki CD terbaru Nosstress cukup menambahkan uang Rp 25 ribu saja,” terangnya.
Album yang dikemas dalam format Compact Disk (CD) ini berisikan 10 lagu. Di album teranyar ini Nosstress kian segar, cerdas meracik musik dan lirik.
Sama seperti album perdananya, album “Perspektif Bodoh II” pun jauh dari kesan distorsi dan bumbu elektronik. Justru tiga pemuda ini lebih mengeksplorasi kelihaian mereka dalam meramu akustik dengan cita rasa folk yang begitu kuat melekat. Kolaborasi apik pada gitar, cajoon, maupun gitarlele, kencrung, jimbe hingga harmonika mampu memenuhi ruang sepuluh track yang disajikan.
Tembang “Manipulasi hari” membuka awal album ini dengan lirik sederhana, sebuah kontemplasi indah dalam mengisi kekosongan hari dan tetap optimis menjalaninya. Petikan kencrung yang dimainkan oleh bluesman Made Mawut membuat riuh suasana ruang akustik.
Track kedua berjudul “Taman Saja” single yang jauh sebelumnya telah “dilempar” ke pendengar Nosstress dan diaransement ulang, mengisi formasi album teranyar ini.
Track berikutnya “Lagu Semut” perpaduan akustik akapela ala Nosstress, membuat lagu berdurasi 1:58 ini terdengar kocak namun liriknya sarat akan pesan dan makna kehidupan “Ku tak ingin semua milikmu, hanya sedikit sisa rotimu. Ruang ini sungguh besar, mampukah kita berbagi kawan. Bolehkah hidup berdampingan kawan,”.
Track “Apa Susahnya” secara gamblang membeberkan cinta tak hanya di mulut saja, bagaimana hidup saling bisa menerima meskipun berbeda latar belakang warna kulit dan kepercayaan. “Ini bukan lagu romantis tapi lagu tentang cinta pada semua”.
Track “Ini Judulnya Belakangan” sejatinya single yang lebih dahulu dirilis, mengkritisi kondisi riil Bali kekinian di tengah gemerlapnya pariwisata dan gempuran arus perubahan, pembangunan Bali kian tak terkendali. Ruang terbuka, pepohonan hilang dengan tumbuh suburnya “pohon-pohon beton”.
Beralih ke track “Minor Bahagia”, Pegang Tanganku”, dan “Semoga Hanya Lupa”, adalah langgam yang mengutarakan pemikiran serta optimisme dalam menjalani hidup sehari-hari. Mereka yang sedang menjelajahi arti kehidupan sesungguhnya dan kebesaran cinta disini menyangkut universal, alam semesta beserta isinya.
Langgam “Lagu Untukmu” perpaduan syair dan musiknya terdengar lirih, menyuarakan kegelisahan akan keadaan negara kini. Mengangungkan uang sebagai “Tuhan” apapun bisa dibeli termasuk hukum bisa dimanipulasi dan kekuasaan hanya untuk orang-orang berkantong tebal, sedangkan rakyat jelata selalu menjadi korban atas kekuasaan.
“Kebohongan jadi hal biasa, janji bukan lagi tu kau tepati, terang-terangan saja yang punya uang dimenangkan. Aturan jadi mainan di negeri yang kucinta, yang punya uang dia bisa memainkan segalanya,” demikian sepenggal bait lagu tersebut.
Track terakhir berjudul “Perpsektif Bodoh” merupakan gambaran besar dari judul album terbaru Nosstress. Berkolaborasi dengan Sanjay, gitaris dari The Kantin dan Pygme Marmosset, beat-beat cepat diperdengarkan di lagu ini, lain dari track-track sebelumnya.
Bagi mereka bertiga setiap masalah punya jalan keluarnya hanya saja dari sudut mana kita perlu menimbang dan ambil masukan. Sesuatu yang rumit terkadang perlu tuk disederhanakan, dan memandang hal dengan yang lebih mudah.
Seperti yang ditawarkan Nosstress di Album “Perspektif Bodoh II” Bodoh yang dimaksud bukan dalam artian harafiah, bodoh/stupid, tidak tahu apa-apa, tapi maksudnya dipandang secara sederhana, bukan secara rumit.
“Kadang-kadang kita boleh menemui inti masalah itu dengan memandang secara sederhana saja, daripada dipandang secara rumit – mengelembung arah entah ke mana-mana. Jadi perspektif bodoh itu memandang dengan kesederhanaan, sesuai dengan musiknya, sesuai dengan kesederhanaan,” demikian diutarakan Angga. [b]