Ngurah Parsua tak kunjung henti berkarya.
Kendati terbilang telah sepuh, gairah kreatif senantiasa hidup dalam dirinya. Terbukti pada akhir Mei, (31/5), sastrawan kelahiran Bondalem, Singaraja ini kembali meluncurkan dua buku terkininya di Bentara Budaya Bali.
Melalui program bertajuk Sandyakala Sastra#32: Ngurah Parsua dalam Puisi dan Cerpen, akan diulas dua buku terkini Ngurah Parsua yakni ‘Potret Pohon Air Mata’ dan ‘Pohon Langit’. Sebagai pembahas dalam diskusi buku ini penulis dan pengamat sastra I Nyoman Tingkat.
Namun, diskusi ini bukan hanya membincangkan seputar karya-karya Nyoman Parsua, tetapi juga akan membahas proses kreatif sang sastrawan, serta upayanya dalam menjaga daya cipta dan produktivitas.
I Gusti Ngurah Parsua, lahir di Bondalem, Buleleng, Singaraja. Selain menulis puisi dikenal juga sebagai cerpenis yang menulis novel dan esai sosial-budaya. Karya-karyanya pernah dimuat di Bali Post, Karya Bakthi, Nusa Tenggara, Bali Cuier, Merdeka, Berita Buana, Beritha Yudha, Suara Karya, Sinar Harapan, Simponi, Swadesi, Eksperimen, Srikandi, Suara Pembangunan, Mutu, Arena, Bukit Barisan Minggu Pagi, Prioritas, Suara Pembaharuan, El Horas. Majalah Umum dan Budaya: Ekspresi, Basis, Horison, Topik, Tifa Sastra, Dewan Budaya maupun Dewan Sastra, Malaysia.
Kumpulan puisinya: “Matahari” (1970), “Setelah Angin Berembus” (1973), “Sajak-sajak Dukana” (1982), “Sepuluh Penyair Indonesia Malaysia” (1983), Duka Air Mata Bangsa” (1998), “Bahana Di Margarana”, (2005), dll. Di bidang prosa antara lain: “ Hakikat Manusia dan Kehidupan” (Esai Seni Budaya, 1999), “Sekeras Baja” (Kumpulan cerpen, 1984), “Sembilu Dalam Taman” (Novel, 1986), “Rumah Penghabisan” (kumpulan cerpen, 1995), “Perempuan Di Pelabuhan Sunyi” (Kumpulan cerpen 2001), “Senja Di Taman Kota” (Kumpulan cerpen, 2004), dll.
Puisinya berjudul “Khabar” diterjemahkan oleh Kemala (penyair dan peneliti Sastra asal Malaysia) kemudian dimuat pada majalah Asia Week (1983). Puisinya berjudul “Kepada Bali” diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Vern Cork dam terbit bersama penyair Bali lainnya dengan judul “The Morning After” (2000).
Sementara I Nyoman Tingkat adalah penulis yang juga Kepala Sekolah di SMA Negeri 1 Kuta Selatan. Selain menulis berbagai resensi buku, dan artikel ia juga kerap meraih penghargaan sebagai guru berprestasi serta menjuarai beragam perlombaan menulis. Beberapa karyanya yang telah diterbitkan antara lain : Berguru dalam Jejak Sastra (Arti Foundation, 2007), Tergantung Guru (Arti Foundation, 2009), dll.
“Buku Parsua (Pohon Langit dan Potret Pohon Air Mata) memberikan kritik terhadap kondisi lingkungan yang kian rusak baik dalam sekala lokal, regional, maupun global akibat ulah manusia. Kritik disajikan secara halus, dengan mulat sarira sehingga tidak tampak meledak-ledak,” komentar Nyoman Tingkat terhadap buku-buku Parsua. [b]
Teks dan foto dari Bentara Budaya Bali.