Oleh Rofiqi Hasan
Suara gitar mendengking menyuarakan jeritan. Vokal yang meliuk-liuk penuh ratapan membuat jenis musik ini gampang ditandai. Ya, itulah blues. Musik yang berakar dari keluh kesah budak negro lalu menyebar kemana-mana. Minggu pekan lalu, blues meramaikan Warung Lapau, Denpasar, seiring peresmian komunitas “Bali Blues Island”.
Tak hanya musisi senior, sejumlah band junior pun turut tampil mengeja blues. Lihatlah gaya Putri Wahyuni, 13. Vokalis kelompok “NoName” itu begitu fasih menirukan nomor lawas “Before You Excuse Me” milik Eric Clapton dengan nada-nada tinggi berbalut suara serak. “Kami cuma berlatih selama 1 bulan,” sebut siswa SMP 2 Denpasar itu. Dia sama sama sekali tak canggung di depan ratusan pengunjung yang puluhan diantaranya adalah ekspatriat dan turis asing.
Menurut Mas Willy, koordinator BBI, pendirian wadah itu merupakan mimpi lama pecinta blues di Bali. Tujuannya, untuk memaksimalkan potensi musik ini. “Di Bali masih kalah populer dibanding rock dan jazz,” sebutnya. Mereka yakin, blues sejatinya mampu pula untuk merayu turis selain untuk kesenangan sendiri.
Komunitas juga memungkinkan munculnya bibit –bibit baru. Dengan gelaran workshop rutin ,pencarian bakat sampai ke launcing album.
Cita-cita lainnya adalah menemukan blues bernunsa Indonesia dan Bali. Yakni melalui kolaborasi dengan berbagai jenis kesenian dan alat music khas Bali. Seperti di malam pembukaan, blues dipadu dengan penampilan penyair Tan Lio Oei yang membawakan musikalisasi 2 karyanya.”Puas , sangat puas, iramanya sangat pas dan unik,” sebut Oei yang malam itu membawakan puisi “Malam Cahaya Lampion” dan “Exorcism”.
Blues di Bali sebenarnya sudah populer sejak tahun 70-an. Diawali oleh Kafe Kayu Api, Kuta sebagai pelopor live music di Bali. Ketika jumlah kafe dan bar merebak, blues pun berkembang. Sayang, ia tak sempat menjadi menu utama yang dominan karena kalah populer oleh rock dan reggae. “Mungkin penikmatnya masih terbatas,” kata musisi senior Mas Manthok yang dikenal dengan kelompok Harley Angels-nya.
Pada sekitar 1985, situasinya lebih buruk lagi karena demam musik Top Fourty melanda Kuta, sebagai pusat hiburan malam di Bali. Bersama jenis musik yang lain, blues “bergerilya” menjadi musik klangenan yang dimainkan sekadar untuk menghibur hati. Namun, menurut Manthok, diam-diam komunitas blues melebar ke segala penjuru. Apalagi blues sangat mudah dimainkan dengan alat musik yang paling sederhana.
“Gerilya” itu baru membawa hasil pada 2000-an. Sejumlah hotel dan restoran mulai berani memutar irama blues untuk menemani turis yang makan. Kafe dan pub pun kembali menawarkan blues sebagai sajian entertainment mereka. Bahkan saat ini , sebuah pub The Legend di Legian menggelar blues night setiap Jumat malam. Pecinta blues pun terus merebak. [b]
nama cafe2 yg mainin musik blues di mana ya ? atau yg classic rock seperti beatles, rolling stone , the doors , etc .. kalo ada yg bisa bantu saya ada rencana hijrah ke sana utk main musik blues atau classic rock .. di jakarta saya sudah 3 tahun main reguller di cafe to cafe .. pingin cari suasana, pengalaman, teman baru …
terimakasih peace out