Dunia baru saja memperingati World Oceans Day pada 8 Juni lalu.
Tahun 2019 ini, tema yang diangkat Hari Laut Sedunia sangatlah strategis, “Gender dan Laut”. Isu kesetaraan gender masih menjadi isu hangat di Indonesia bahkan di kancah internasional. Sampai-sampai isu ini masuk ke dalam Sustainable Development Goal poin kelima yaitu kesetaraan gender.
World Economic Forum (WEF) baru-baru ini merilis Global Gender Gap Report yang berisikan indeks kesetaraan gender dari berbagai negara pada tahun 2018. Berdasarkan dokumen tersebut, Indonesia masih berada peringkat ke-85 dari 149 negara di dunia.
Berbicara tentang gender dan laut, sejatinya laki-laki dan perempuan dapat bekerja sama untuk mewujudkan sektor kelautan berkelanjutan. Misalnya para perempuan di sebuah desa kecil di antara Laut Arafura dan Laut Banda. Mereka sangat mahir menyulap hasil perikanan menjadi produk-produk bernilai ekonomi.
Pulau terpencil di Kei Besar ini bernama Desa Ngan. Menurut bahasa daerah setempat disebut Ohoi Ngan. Lokasinya di Maluku Tenggara.
Di balik wajah-wajah ceria masyarakat Desa Ngan, tersimpan tantangan untuk bertahan hidup yang tiada henti. Mereka hidup dalam kondisi infrastruktur yang terbatas. Mata pencaharian utamanya menangkap ikan, itupun juga masih tergantung pada cuaca dan musim.
Menuju Kehidupan Lebih Baik
Kilas balik ke masa saat desa ini belum terjamah program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengolahan hasil tangkap. Sebagian besar ikan segar yang ditangkap hanya dikonsumsi langsung. Jika tidak, ikan itu dijual ke pasar terdekat.
Akibatnya, ikan-ikan itu hanya memberikan sedikit pendapatan bagi masyarakat. Menurut Siti Rahanyaan, salah satu warga Desa Ngan, penghasilan dari menjual ikan segar hanya cukup untuk makan dan minum.
Sampai akhirnya para perempuan di desa ini mendapat pelatihan yang memberikan harapan bagi para perempuan Ngan untuk maju ke depan.
Harapan tersebut datang dari SeaNet Indonesia Project bekerja sama dengan Coral Triangle Center yang bertandang ke Desa Ngan pada Maret 2017. Keduanya bersama-sama memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh desa ini.
Program ini melibatkan 50 perempuan di Desa Ngan. Tujuannya untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga sekaligus menjaga keberlanjutan sumber daya laut. Para perempuan mendapatkan pelatihan pengolahan hasil perikanan secara komprehensif sampai pada pelatihan manajemen bisnis dan keterampilan pemasaran.
Para perempuan Ngan diajak untuk belajar cara mengolah ikan menjadi produk-produk seperti ikan asin, baso ikan dan juga abon ikan.
Hanya dalam jangka waktu enam bulan, para perempuan Ngan telah mengantongi sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan izin Produk Industri Rumah Tangga (PIRT). Kini, perempuan Desa Ngan juga telah mampu memasarkan produk dan membangun jaringan bisnis di kota-kota yang lebih besar seperti Kota Tual di Timur Laut Maluku.
Siti (23 tahun) sebagai salah satu perempuan yang mendapat pelatihan ini mengaku sangat terharu dan bangga karena saat ini ia memiliki sebuah keterampilan. “Ini bukan mimpi. Ini bukan khayalan, tapi kenyataan,” ujarnya. Siti yang hanya tamatan SMP ini merasa terharu dan bangga karena dari dulu tidak tahu cara mengurus administrasi hingga organisasi ini membuka wawasannya.
Produk-produk olah para perempuan Ngan juga mendapat kesempatan untuk ditampilkan di beberapa pameran seperti di Festival Meti Kei dan pameran di Bali.
Selamat Hari Laut Sedunia!
Kisah dari desa terpencil di timur Indonesia ini hanya satu dari sekian banyak kisah perempuan di dunia yang telah melangkah maju menuju kehidupan yang lebih baik. Namun, dunia masih memerlukan lebih banyak perempuan-perempuan hebat lainnya untuk mewujudkan laut yang lestari dan kesejahteraan bagi segala elemen masyarakat, termasuk masyarakat pesisir.
Semoga cerita ini memberikan inspirasi bagi perempuan-perempuan yang di dunia untuk turut andil dalam upaya pelestarian laut dan membangun mimpi-mimpi untuk masa depan yang lebih baik.
Selamat Hari Laut Sedunia! Bersama Kita Bisa! [b]