Teks Luh De Suriyani, Foto Anton Muhajir
Ketika satu per satu jamaah sholat Jumat keluar masjid, Komang Abon, 5 tahun, justru beranjak maju ke arah masjid. Dia menengadahkan tangan di pintu keluar masjid di jalan Sudirman Denpasar Jumat akhir Agustus lalu. Satu dua muslim yang keluar memberikan uang ribuan atau recehan pada Komang.
Siang itu Komang ditemani kakak perempuannya Luh Sari, 7 tahun. Di sisi yang lain ibu Komang dan Luh, Wayan Putu juga mengemis dengan menggendong anak terkecilnya.
Keluarga dari Dusun Muntigunung, Kecamatan Abang, Karangasem itu mengaku baru datang di Denpasar dua hari sebelumnya. Mereka tinggal di kawasan Gajah Mada. Sehari-hari mereka mengemis di Pasar Badung.
Namun, Jumat lalu, mereka pindah tempat untuk mengemis. Kali ini ke Masjid Sudirman Denpasar. Si Ibu mengenakan tutup kepala ala perempuan tua muslim. “Biar dikira dari Jawa,” ujarnya.
“Penyamaran” sederhana ini menurutnya tak sulit diketahui karena tidak ada yang pernah mengajaknya bicara.
Tak seperti hari biasa, rombongan pengemis ini tak sulit mendapat uang dari pengunjung Masjid. Maklum, bulan puasa dianggap waktunya bersedekah.
Namun ketika bulan puasa itu justru jadi “bencana” bagi Busadi, pria 70 tahun, yang telah terperangkap selama 15 hari di kantor Satpol PP Kota Denpasar. Ia ditangkap di kawasan Jalan Gajah Mada Denpasar oleh petugas patroli sebelum bulan puasa. Dia harus berpuasa di dalam kurungan Satpol PP.
Busadi yang hanya memiliki satu kaki itu mengaku mengemis di Denpasar sekitar dua bulan ini. Dari Situbondo, Jawa Timur, kampungnya ia mengaku berangkat sendirian.
“Saya ingin dipulangkan sebelum lebaran,” ujarnya. Ia tidur di atas dipan tanpa kasur bersama seorang pengemis lainnya di salah satu sudut bangunan kantor petugas ketertiban kota itu. Ketika ditemui, ia sedang menulis di sebuah buku tulis, menuliskan nama dan angka-angka ditemani seorang pria lansia lain dari Bondowoso.
“Saya memang minta-minta karena miskin. Mestinya pemerintah mengurus orang seperti saya bukan nangkepin,” sesal Busadi.
Tak hanya pengemis dari luar Bali yang memburu sedekah di bulan puasa ini di Denpasar. Bulan ini juga adalah tambang rejeki bagi pengemis-pengemis lain dari Bali.
Wirawan, Kepala Seksi Penertiban Umum Satpol PP Kota Denpasar menyebutkan penangkapan pengemis selalu terbanyak dari kelompok yang dinilai menganggu ketertiban kota lainnya seperti orang gila, anak jalanan, dan pedagang kaki lima.
Setiap bulan, rata-rata ditangkap 40 orang pengemis di Denpasar saja. Hingga Juli tahun ini, sudah 181 orang pengemis yang ditangkap. Sementara pada tahun 2008, terdapat 330 orang pengemis, sebagian besar dari Karangasem.
“Mereka selalu datang setelah ditangkap, bahkan membawa teman-teman yang lain,” ujar Wirawan.
Terlebih pada bulan puasa, menurut Wirawan jumlahnya bisa dua kali lipat. “Sebagian pengemis dari Karangasem ini akan berpakaian muslim, biar lebih mudah mendapat sedekah di Masjid,” tambahnya
Namun, menurutnya Satpol PP tidak punya target penangkapan khusus di bulan puasa. “Kami bekerja biasa saja. Kalau patroli baru ada tangkapan,” kata Wirawan.
Selain pengemis, penertiban lainnya hingga Juli ini adalah pedagang kaki lima sebanyak 42 orang, dan orang gila yang berkeliaran di jalan sebanyak 17 orang.
IB Brahmaputra, Kepala Satpol PP Kota Denpasar mengatakan sejumlah program sosial yang diluncurkan pemerintah tak bisa mencegah pengemis datang. “Padahal pembinaan gepeng dilakukan secara khusus oleh Dinas Sosial, kita hanya menertibkan,” katanya.
Sementara usai lebaran, pihaknya mengaku bersiap-siap melakukan operasi penertiban penduduk, khususnya di jalanan. Sementara penertiban di wilayah desa dan banjar dilakukan perangkat desa setempat. “Karena uang penertiban penduduk pendatang akan masuk kas banjar atau desa,” kata Brahmaputra. [b]