Teks dan Foto Anton Muhajir
Ketika masih jadi mahasiswa, bagi saya, harga hemat adalah syarat utama untuk memilih warung tempat makan. Rasa nikmat dan nyamannya tempat itu urusan nomor kedua atau ketiga atau malah tidak penting sama sekali. Sebab kadang-kadang urutan pertama justru, apakah warung-warung itu menerima bon. Hehe..
Dengan alasan hemat itu pula, saya memilih warung-warung yang berada di daerah Sanglah Denpasar berikut. Warung-warung ini berada di sekitar kampus Universitas Udayana (Unud), universitas negeri terbesar di Bali.
Tapi ternyata warung ini bukan hanya hemat. Mereka juga menyajikan menu-menu yang nikmat. Bahkan, hingga saat ini, ketika harga hemat tidak lagi jadi alasan utama, menu-menu di warung berikut masih saja saya habiskan ludes tak tersisa sama sekali.
Pertama warung nasi padang Bu Devi di Jalan Dr Goris, di sebelah utara kampus Unud Jalan PB Sudirman. Bu Devi hanya sebutan saya untuk pemilik warung yang punya dua anak, Devi dan Rizal, ini. Warung ini buka antara pukul 11an sampai pukul 6an sore.
Berbeda dengan warung nasi padang yang umumnya ada di rumah atau warung beneran, warung ini hanya ini berupa rombong kecil. Ada satu meja panjang dengan dua kursi untuk maksimal enam orang.
Warung ini langganan saya sejak mahasiswa. Saat itu menu pilihan telur rebus dan sayur daun singkong rebus disiram kuah jadi menu saya yang paling mewah. Kalau sehari-hari sih tahu atau tempe goreng. Ini menu paling murah. Pada tahun 2000an, harga satu porsinya Rp 2.500.
Sampai saat ini, warung padang Bu Devi ini masih jadi tempat makan favorit saya. Hampir tiap minggu saya ke sini meski hanya sekali. Menu pilihan utama saya adalah ikan laut, kalau tidak tongkol goreng ya jangki goreng, dengan udang goreng tepung. Kalau tidak ada udang goreng tepung saya menggantinya dengan telur dadar. Ikan laut adalah menu wajib saya tiap kali ke sini. Hanya sesekali saya menggantinya dengan rendang.
Harga satu porsi makanan yang pasti habis itu rata-rata Rp 8000. Murah meriah dengan nikmat tak terkira..
Menu lain di lapak ini memang rendang (tentu saja!) selain ayam goreng, ampela, telur rebus maupun dadar, serta tempe tahu.
Nikmatnya menu di warung ini, menurut saya, adalah di kesegaran. Karena menunya sedikit, maka hampir tiap hari menu-menu tersebut habis. Jadi ibunya harus bikin tiap hari. Biasanya sih belanja pagi pukul 5an di Pasar Badung untuk dimasak sampai pukul 11an siang. Karena itulah, warung ini tidak buka selama 24 jam layaknya warung padang lain.
Warung kedua adalah Warung Tahu Telur Pasar Sanglah. Warung ini berupa warung tenda juga yang berada di dekat pintu masuk pasar Sanglah kalau masuk dari Jalan Waturenggong sebelah barat. Persisnya di sebelah kanan setelah melewati pos satpam di.
Warung Tahu Telor Pak Kumis, mengacu pada kumis pemiliknya, buka mulai pukul 7an malam. Dua menu utamanya adalah tahu telur dan gado-gado. Menu pilihan saya adalah tahu telor.
Pelanggan utama warung ini adalah mahasiswa. Saya termasuk salah satu yang mengenal warung ini sejak zaman jadi mahasiswa antara tahun 1997-2005. Ketika saya masih tinggal di sekitar Sanglah Denpasar Barat. Tapi setelah saya pindah ke Jalan Subak Dalem di kawasan Denpasar Utara, saya makin jarang makan di warung ini.
Terakhir kali saya ke sini sekitar dua minggu lalu. Tetap, menu pilihan saya adalah tahu telur. Menu ini berupa nasi putih dengan telur dadar dan irisan tahu goreng. Sayurnya kacang panjang dan taoge dengan taburan bumbu kacang yang diuleknya pas kita pesan. Jadi dijamin bumbu kacangnya sueger pol. Sebagai bonus ada dua potong krupuk. Jadilah sayur dan bumbu kacang yang segar ini bertemu dengan krupuk yang kriuk-kriuk.
Saat ini harga per porsi di bawah Rp 5000. Yang jelas masih murah meriah di antara menu makanan lain di Denpasar yang relatif mahal.
Selain dua warung itu masih ada beberapa warung lain dekat kampus yang murah dan enak. Misalnya warung Bu Sayuti di belakang kampus yang zaman mahasiswa dulu harus memanjat pagar, tak peduli cewek sekalipun, untuk makan di sana. Ada juga Warung Bu Nur di dekat Pasar Burung Sanglah yang saya selalu harus antri panjang terutama kalau beli makan untuk sahur.
Selain murah, warung-warung itu juga nikmat. Karena itu warung-warung tersebut bukan hanya memberikan kenikmatan di lidah, tapi juga ketenangan di pikiran tanpa harus takut bayar mahal. Makanya, saya yakin, kalau presenter acara Kuliner di Trans TV Bondan Winarno makan di warung-warung sederhana itu, dia pasti akan berseru, “Mak Nyus!” [b]
wah jadi ingat pas jaman kuliah neh..cuman kayakna ada satu yang kelupaan, aq ingat dulu ada 1 tempat jual sate di tengah pasar ujung jalan sudirman (sori lupa nama pasarnya)harganya sumpeh murah banget waktu itu,klo kagak salah Rp 5000 dah dapat sate 10 tusuk + gule-nya + air es.btw, thank’s ton atas tulisannya..aq nggak nyangka ternyata ampe sekarang pak kumis langgananku masih tetep jualan, klo gak salah Bpk itu juga bapak kos salah satu temen kita kan?
Bener kt mas agung, ngingetin jaman kuliah d denpasar,jd pngen brnostalgia lg d bali…
saya berterima kasih atz partisipasi pelanggan yg sudah lama menjadi relasi yg sangat lama.kami ucapkn trimz,semoga para pelanggan tdk kapok untk makan di tempay kami lagi. kami keluaga besar tahtel[tahu telor]mengucapkan bnyak trima kasih.
wah menggugah nostalgia era awal 2000
jadi kangen bali….
kangen kampus unud dan kangen teman2 yang menemani menyusur warung2 deket kampus…
satu lagi yang terlupa es buah samping warung padang punya pak lombok…
dulu sering dapet korting karena suka bantuin beliau….