Teks I Gusti Agung Made Wirautama, Foto Ilustrasi Anton Muhajir
Siang ini saya menonton televisi dan pada acara “sekilas info” disiarkan tentang peringatan Bom Bali I. Saya tidak menonton secara detail dan hanya sekilas, yang jelas saya lihat suasana di monumen di Kuta. Saya pun baru sadar bahwa hari ini adalah tanggal 12 Oktober, yang merupakan “peringatan” terjadinya ledakan Bom di Kuta tahun 2002 silam oleh para teroris (maaf kali ini saya tidak menyebut nama agar mereka tidak makin terkenal).
Saya pun menulis di status Facebook yang pada intinya berisi tentang sebagian besar dari kita di Bali telah melupakan kejadian Bom itu, mungkin karena sifat orang di Bali pada umumnya pemaaf. Berbagai tanggapan pun masuk yang pada intinya mengatakan setuju agar kita melupakan kejadian itu, karena hanya akan membangkitkan luka lama dan tak kunjung sembuh. Bahkan ada yang berpendapat bahwa mengingat kejadian bom itu ibarat “mengharumkan” nama teroris dan layaknya memperingati kejayaan mereka.
Saya pun setuju dengan semua itu, mari kita lupakan semua cerita duka yang terjadi di Bali tahun 2002 silam dan beberapa kejadian lainnya. Tetapi, ada satu hal yang perlu kita ingat, melupakan bukan berarti kita kehilangan kewaspadaan lalu terlena serta bersikap terlalu permisif yang membuka peluang terjadinya kejadian serupa. Jangan sampai kita kembali terjatuh ke lubang yang sama.
Jadi mari tetap waspada, dengan cara lebih peduli terhadap lingkungan dengan mengenal siapa tetangga kita, siapa mereka tapi tentunya tetap dengan sikap yang sopan dan tidak curiga secara membabi buta. Khusus juga untuk pemilik tempat kos, rumah kontrakan, penginapan dan lainnya juga harus tetap waspada agar jangan sampai ada pihak yang memanfaatkan kelengahan kita dan menjadikannya “sarang”. Pada intinya semua pihak harus bersatu demi tetap menjaga kedamaian pulau Bali. [b]