Penulis: Pamela
Ketika tidak ada lagi tempat untuk bernafas, mau dibawa ke mana masa depan Bali? Pertanyaan yang saat ini muncul di benakku melihat pertumbuhan pariwisata di Bali yang tidak dapat terkendali. Alih-alih pemerataan wisatawan dan peningkatan ekonomi. Apakah kenyataannya sesuai dengan yang diharapkan? Atau sebenarnya ini sebuah kepentingan dari beberapa pihak?
Saya merupakan seorang gadis kelahiran Bali. Saya bangga dapat menjadi bagian dari masyarakat yang kental akan budaya dan tradisi. Sedari kecil, saya dan keluarga pasti meluangkan waktu bersama untuk berkunjung ke pantai di daerah Sanur untuk menikmati waktu bersama. Saya juga sering olahraga bersepeda bersama Ayah dengan rute Jalan Hayam Wuruk, Renon, dan berhenti di Sanur untuk berendam.
Semakin berjalannya waktu, kini telah berubah. Pengobat rasa lelah dengan pergi ke pantai atau bersepeda, sudah sulit untuk dijangkau dan dilakukan. Kemacetan melanda di setiap sudut Kota khususnya untuk Mall yang baru saja dibangun di daerah Sanur. Sebenarnya apakah tujuan dibangunnya Mall megah itu?
Apakah pembangunan ini sudah sesuai dengan tujuan awal dan esensi kehidupan masyarakat di Bali, yaitu Tri Hita Karana dengan menjaga hubungan baik dengan Alam Semesta, lingkungan dan Masyarakat?
Bagaimana Nyatanya?
Nyatanya situasi yang ada saat ini tidak lagi sesuai dengan tujuan kita bersama.
- Padatnya Lalu Lintas, MACET!!!
Macet sudah menjadi icon baru di Bali, akibatnya polusi udara semakin meningkat dan tentu saja saya semakin takut dengan kualitas udara yang kita hidup saat ini. Terlebih lagi kemacetan ini berpeluang besar mengakibatkan kecelakaan bagi para pengendara.
- Pembangunan Megah, Tetapi Merugikan!
Pembangunan Mall dan Resort tentunya mengorbankan banyak pohon yang ditebang. Tidak ada lagi sawah yang luas, kini hanya bangunan tinggi menjulang dan keresahan masyarakat kecil.
- Bagaimana dengan UMKM lokal di Bali. Perkembangan zaman yang semakin modern, semakin berkurang minat generasi muda dengan produk lokal.
#SEDIH #ANAKMUDA #AYOMELOKAL