Rangkaian janur kuning menyambut saya ketika masuk Pegayaman.
Desa di Kecamatan Sukasada, Buleleng ini bersolek pada perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW Desember 2015 lalu. Desa ini merupakan kampung Islam di Bali sejak abad XV.
Di penghujung gang, sejumlah pria yang tergabung dalam kelompok Sekaa Hadrah asyik melantunkan Shalawat dan syair-syair berbahasa Arab sembari menari diiringi musik tetabuhan. Mereka mengenakan setelan yang sama dilengkapi peci hitam dengan hiasan pita merah putih.
Ada lima kelompok Sekaa Hadrah di Pegayaman sesuai banjarnya.
Di jalan-jalan sekitar masjid Jamik Safinaussalam terlihat pria bersliweran mengantarkan Sokok Basa ke masjid.
Sokok Basa merupakan sebuah bebantenan yang terdiri dari telur ditusuk-tusuk dan diletakkan di atas pajegan, sebuah rangkaian bambu yang dihiasi bunga-bunga dan buah-buahan di bawahnya.
Bagi warga Pegayamana, perlambangan telur itu adalah masjid, di dalamnya ada sari, Al-Qur’an dan penyangganya umat, dikokohkan dengan kebersamaan umat. Di pajegan mita, bunga basa, di bawahnya ada buah.
“Ini sebuah akuluturasi budaya Bali dan Pegayaman, ketika budaya Bali masuk Pegayaman jadinya seperti ini,” tutur Ketua Panitia Maulid Nabi Muhammad SAW, Muhammad Suharto, dilansir dari Tribun Bali.
Saat takmir masjid menerimanya, ia mencabut sebutir telur dan menyerahkannya kepada pria pengantar Sokok Basa itu. Sebutir telur yang diberikan kembali itu adalah upah bagi pengantarnya. Ada kebanggaan sendiri menyimpan telur itu di rumahnya.
Sokok Basa ini dibuat oleh masyarakat Pegayaman, bebas bagi yang ingin membuat.
Di halaman depan masjid, tak kalah anak-anak, remaja dan guru tengah berdandan bersiap-siap untuk acara pawai. Pawai dimulai setelah Dhuhur.
Anak-anak sekolah, pesantren, dan para remaja meramaikan pawai. Namun beberapa orang tua juga turut meramaikan. Kostum yang dikenakan saat pawai pun beragam. Ada yang memakai kostum dokter, petani, atau pakaian tradisional Bali.
Meskipun hujan turun saat berlangsungnya pawai, hal itu tak menyurutkan semangat para peserta.
Usai pawai, anak-anak menuju masjid untuk pembagian telur dari takmir masjid.
“Perayaan ini merupakan tradisi warga sini yang diwariskan turun temurun. Bahkan bisa dibilang perayaan Maulid Basa ini lebih meriah ketimbang perayaan hari lebaran,” ujar Ogik, salah satu pemuda Pegayaman.
Bagi Ogik dan warga Pegayaman lainnya, momen ini juga merupakan ajang bersilaturahmi bersama keluarga dan teman. “Banyak penduduk asli sini yang merantau pulang demi merayakan Maulid Basa, dan saya adalah salah satunya”, tambahnya.
Kemeriahan perayaan Maulid Basa ini berlangsung sejak dua hari sebelumnya. Masyarakat juga melaksanakan zikir maulid di dalam masjid, ceramah keagamaan.
Perayaan Maulid Basa ini tak hanya warga Pegayaman saja yang meramaikan, tetapi juga warga sekitar yang ingin menyaksikan. [b]