Suasana histeris dan kepanikan langsung saya saksikan sendiri.
Kapal motor (boat) Angsa yang mulai membelah ombak laut Nusa Penida, Klungkung oleng keras Kamis kemarin. Terbesit ingatan kejadian 21 September lalu ketika kapal motor Sri Murah Rezeki tenggelam di laut Nusa Lembongan. Saat itu puluhan korban jiwa menjadi “tumbal” dalam peristiwa itu. Sepintas saya dan penumpang lainnya akan mengalami nasib sama.
Untungnya, Tuhan berkata lain. Saya selamat dengan nafas lega.
Sekitar pukul 08.00 Wita suasana dihiasi sedikit kabut dan mendung. Nampak sebelum menaiki boat, di buyuk (pelabuhan kecil) Nusa Penida, Klungkung gerakan ombak begitu memprihatinkan. Angin berhembus cukup kencang. Warga Nusa Penida yang memanfaatkan sarana transportasi laut selain sampan dan kapal roro (Kapal Feri) yaitu boat tidak membutuhkan waktu lama untuk menyebrang ke daratan Pulau Bali.
Boat atau kapal motor dengan kapasitas penumpang melebihi 50 orang tersebut bercorak kusam kecoklatan. Tak ada yang menarik dari kapal motor ini. Kecepatannya pun relatif pelan karena terhalang cuaca. Selebihnya hanya dari kapasitas besar dibanding boat lainnya.
Kami terombang-ambing setelah melaju kira-kira 10 menit dari pelabuhan.
Penumpang nampak gaduh ketika sisi kanan dan kiri boat terangkat ke atas. Percikan air laut masuk dan membasahi penumpang. Salah satu penumpang, terdengar berteriak kencang dengan isakan tangis meringkik pelan.
“Balik, balik, balik,” teriak salah satu gadis belia. Dia duduk ketakutan di deretan tempat duduk saya.
Komat-kamit
Semua penumpang lain nampak terdiam. Ada yang memejamkan mata sambil komat-kamit, memanjatkan doa agar selamat dari terjangan ombak. Ada juga yang menundukkan kepala penuh dengan ketakutan. Di sela ketegangan tersebut, dua anak di depan deretan tempat dudu saya malah asyik di samping kanan boat mengamati ombak.
Sepintas, kedua anak tersebut tidak menunjukkan sinyal rasa takut. Mereka termangu dengan gerombolan ombak mengolengkan kapal motor yang kami tumpangi. Ketika ombak kesekian kalinya datang, getaran kapal motor semakin terasa bergetar, terangkat naik. Saya mencoba memejamkan mata. Kedua anak tadi yang sempat melihat gerakan ombak, berlari dengan muka datar mendekati ibunya.
“Mek, takut,” katanya pelan sambil memeluk ibunya dengan erat. Ibunya nampak mencoba meredakan suasana dengn mengusap-ngusap kepala kedua putranya kemudian menunduk. Putranya hanya bisa menangis dengan pelan ketakutan.
Hal tersebut juga saya rasakan. Sambil menundukkan kepala, segenap doa saya lantunkan. Guyuran hujan turun meskipun tak begitu deras. Detik demi detik begitu mengkhawatirkan. Antara selamat dan menjadi bahan berita di media mengikuti jejak Kapal Motor Sri Murah Rezeki.
Astungkara! Dewa Surya begitu agung menampakkan sinarnya. Ombak seakan dirayunya begitu saja. Takluk. Boat melaju normal lagi. Setelah 30 menitan merasa gusar. Sesampainya di pelabuhan Padangbai, Karangasem para penumpang berseri lega. Bahan pembicaraan tak jauh dari saat-saat boat oleng melawan ombak.
“Hampir saja kita masuk TV. Ombaknya tadi membuat spot jantung aja,” ujar Nyoman krisnan (25) penumpang dari Desa Klumpu, Nusa Penida yang bekerja di Kerobokan, Kuta.
Niskala
Sebenarnya ini menjadi pelajaran berharga bagi Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi mengenai penyeberangan laut yang belakangan merenggut korban jiwa. Selain faktor niskala (tak tampak), faktor sekala (tampak) perlu diperhitungkan dengan matang.
Kapal motor yang sudah berusia tua seharusnya diganti dan tidak hanya dipolesi dari segi cat berwarna cerah agar tampak baru. Bahkan fasilitas keamanan seperti pelampung (live jacket) pun tak seharusnya menjadi pajangan semata.
Boat yang saya tumpangi misalnya. Jarak pelampung dengan penumpang kurang strategis dan cukup tinggi di atas seat. Akibatnya, dia sulit dijangkau penumpang ketika terjadi sesuatu hal.
Selain itu nakhoda (bendega) dan anak buah kapal (ABK) kurang memberikan pengarahan penggunaan pelampung sebagai persiapan keselamatan kepada penumpang. Mereka lebih mementingkan tiket semata.
Bukan hanya standar keamanan transportasi laut, tranportasi lain pun harus dibenahi sebelum dampak buruk terjadi. Sehingga, pada akhirnya tidak sekadar mengejar pemasukan semata tanpa memerhatikan keselamatan penumpang (warga) sebagai penikmat fasilitas yang terkadang tak nikmat. Semoga! [b]