Musim layang-layang di Bali kali ini akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Tak hanya ribuan layang-layang akan menghiasi birunya langit pulau ini, sebuah film tentang layang-layang pun akan segera tayang, Kamis dua hari lagi.
Film berjudul JANGGAN itu akan ditayangkan mulai lusa, hari yang juga Manis Galungan, sehari setelah umat Hindu Bali merayakan hari kemenangan. Film berdurasi 1 jam 18 menit tersebut akan ditayangkan pukul 10.30 Wita di Denpasar Cineplex pada 22-29 Mei 2014.
Janggan, salah satu jenis layangan tradisional Bali, tak hanya sebentuk layangan untuk bersenang-senang tapi juga adu kebanggaan.
Film JANGGAN bercerita tentanglayangan paling prestisius bagi para penikmat layang-layang (rare angon) di Bali. Janggan, salah satu jenis layangan tradisional Bali, tak hanya sebentuk layangan untuk bersenang-senang tapi juga adu kebanggaan.
Layangan jenis janggan ini memiliki ciri khas ekor warna-warni yang panjangnya bisa mencapai 240 meter.
Film ini memotret sejarah janggan sejak sekitar seratus tahun silam, tepatnya 1918, hingga 2012. Selama masa itu, janggan tak hanya menghiasi langit Bali tiap musim layangan tiba tapi juga adu gengsi antar kelompok penghobi layangan (sekaa rare angon).
Sejarah itu tak hanya disampaikan melalui visual-visual indah di langit Bali, warna-warni ekor janggan di birunya langit Bali, tapi juga melalui pencarian sejarah dan falsafah di balik janggan tersebut. Petra Moerbeek, mahasiswa asal Belanda, menelusuri jejak tersebut melalui dua sekaa janggan yaitu Sekaa Gerenceng di Denpasar dan Sekaa Abian Timbul di Sanur.
Pembuatan film JANGGAN dengan sutradara Erick Est dilakukan selama kurun waktu September 2012 hingga Oktober 2013. Hasilnya adalah sebuah film karya sineas lokal Bali pertama yang bisa masuk jaringan Cineplex.
AA Yoka Sara, produser film JANGGAN yang juga rare angon, menuturkan proses pembuatan film dokumenter ini merupakan suatu upaya visualisasi sejarah layangan mulai dari 1918 hingga 2012, atau hampir 100 tahun. Dalam kurun waktu tersebut keberadaan janggan dapat direfleksikan pada zaman sekarang dengan berbagai perbedaan pembuatan, bahan, dan hal-hal yang terkait lainnya.
Hingga saat ini, belum ada satu pun media baik visual maupun tekstual yang telah mendokumentasikan proses di balik megahnya layangan janggan. Akibatnya, tak banyak pula generasi muda atau rare angon itu sendiri yang tahu proses di balik pembuatan layangan janggan kecuali dari penyampaian secara lisan turun-temurun.
Tentu tidak bisa dihindari bahwa keberadaan layangan, yang hampir melampaui usia kehidupan manusia, pada saat ini tidak terlepas dari pro dan kontra. Masyarakat sering berbahagia bila melihat pemandangan yang luas di langit biru yang penuh dengan ornamen-ornamen kecil sebagai hiasan langit — yaitu layangan. Namun sedikit sekali yang mengetahui dan memahami bagaimana prosesnya hingga terjadinya.
Masyarakat atau komunitas layangan itu sendiri, dengan berbagai keriangannya, mampu bergotong royong dan membuat layangan paling megah dan tangguh yang mampu menopang angin di atas langit. Kuasa matahari menjadi kawan, bukan lagi lawan yang mampu menyilaukan mata mereka.
Mereka turun ke jalan raya, dan membawa itu layangan dan mereka tahu persis, dengan gambelan yang riuh, orang-orang lain akan menganggap mereka sebagai orang yang tidak punya kerjaan atau menjadi preman bagi jalanan yang mereka lalui. Tetapi mereka tetap ingin menaikkan layangan tersebut. Dengan berbagai pro-kontra di dalamnya, mereka sanggup menjadikan layangan sebagai celah kebudayaan baru yang sanggup ber-evolusi sampai saat ini.
Dengan berbagai pro-kontra di dalamnya, mereka sanggup menjadikan layangan sebagai celah kebudayaan baru yang sanggup ber-evolusi sampai saat ini.
Menurut Yoka Sara, pembuatan layangan janggan memakan waktu paling lama dan paling sulit dibanding jenis layangan lain, seperti bebean dan pecuk. Dari sisi visual, janggan juga jenis layang-layang paling interaktif karena ekornya yang panjang.
Proses pembuatan janggan pun, menurut Yoka Sara, bisa sampai enam bulan. Pembuatan janggan ini, lanjut Yoka, terdiri dari tiga tahap penting yaitu pembuatan badan layangan itu sendiri, pembuatan tapel (kepala dan hiasan layang-layang), dan pembuatan buntut. Masing-masing tahap dikerjakan oleh ahlinya secara terpisah. Seluruh proses tersebut yang direkam dalam film JANGGAN.
“Visi kami adalah membuat sesuatu yang bisa dikenal di seluruh dunia melalui film JANGGAN ini,” kata Yoka Sara. Karena itu pula, film ini telah didaftarkan dalam festival film paling prestisius di kalangan sineas dan penikmat film yaitu Festival Film Cannes.
Wali Kota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra menyambut baik kehadiran film JANGGAN ini. “Semoga film ini bisa meningkatkan motivasi generasi muda dalam mendokumentasikan ekspresi dalam kebudayaan khas Bali yang mengandung banyak nilai sejarah, budaya, dan spiritual yang sejatinya akan menjadi media informasi dunia luar,” kata Rai Mantra.
Untuk informasi lebih lanjut tentang JANGGAN, hubungi
Ticketbox Presale:
via: www.janggan.com
atau
via: info@janggan.com
via: 0878 6030 6911 (sms)
Saylow Alrite (Promotor)
Email : info@janggan.com
www.janggan.com