• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Friday, July 11, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Berita Utama

Hidup Pas-pasan di Balik Kemewahan

Anton Muhajir by Anton Muhajir
9 May 2012
in Berita Utama, Kabar Baru, Sosial
0 0
1

Jarak mereka seperti bumi dan langit.

Gubuk tempat Kadek Sriati berjualan hanya berdinding gedek dan berlantai semen. Di gubuk itu, perempuan satu anak tersebut berjualan bersama ibunya. Barang dagangannya mie, kopi, rokok, dan aneka jajanan instan lain.

Tempat Kadek berjualan persis di pinggir Danau Batur, Kintamani, salah satu danau paling eksotis di Bali. Pemandangannya memang indah dengan danau, kabut, bukit melingkar, dan gunung Batur menjulang di sisi barat.

Gunug dan danau Batur masuk Kabupaten Bangli. Jaraknya sekitar 60 km, 2 jam perjalanan dengan mobil atau sepeda motor dari Denpasar.

Danau Batur termasuk salah satu daerah yang menarik turis, baik domestik maupun asing, ke Bali. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Kabupaten Bangli, dari sekitar 2,5 juta turis ke Bali, 410.000 di antaranya berkunjung ke Kintamani, termasuk Batur.

Namun, banyaknya turis tak berpengaruh pada Sriati dan ibunya. Pembeli di warungnya tak banyak. Malah sebaliknya, sepi. Hal ini memengaruhi pendapatannya, per hari rata-rata Rp 50.000. Itu juga kalau beruntung. “Kalau lagi sepi ya bisa tidak dapat sama sekali,” katanya.

Akhir April lalu, ketika saya ngopi di warung mereka, tak ada satu pun pembeli lain di warung Kadek. “Kalau dulu di tempat lama bisa dapat sampai dua ratus ribu per hari. Karena ramai,” ujarnya.

Sriati baru dua bulan lalu memindahkan warungnya. Sebelumnya, dia berjualan di tempat berjarak sekitar 500 meter dari tempatnya jualan sekarang. Di tempat baru sekarang, warung Sriati persis di pinggir danau.

Bapak Sriati, Nyoman Narda, petang itu juga di warung tersebut. Menurut Narda sesekali air danau sampai masuk warung. “Dulunya warung kami di sana,” ujarnya sambil menunjuk ke arah sekitar 5 meter di depannya.

Sore itu, Narda duduk lesehan di warungnya sambil memperbaiki jaring. Sehari-hari, kakek berusia 67 tahun ini mencari ikan dari danau Batur. “Sekarang musim lagi tidak bagus. Ikan makin sedikit,” tambahnya.

Kian berkurangnya pendapatan Sriati dan ikan tangkapan Narda itu terasa amat ironis ketika melihat beberapa hotel dan resort di sekitar mereka. Sebagai tempat wisata, tentu saja Batur pun tempat di mana hotel dan penginapan bertebaran.

Salah satu resor di samping Sriati dan Nardi, misalnya, menjual kamar seharga sampai Rp 2,5 juta per malam. Resor ini, tentu saja, mewah. Tak cuma kamarnya tapi juga dilengkapi kolam renang plus dua bak besar untuk jacuzzi di halaman ataupun di kamar mandi.

TV layar datar ada di kamar dan ruang tamu. Di dalam kamar juga ada pendingin ruangan (AC). Padahal, suhu di sekitarnya sudah berkisar belasan derajat celcius.

Melihat air berlimpah di salah satu kamar resor ini, saya jadi ingat ketika berjalan di bukit-bukit yang mengelilingi kaldera Batur 2009 silam. Tak jarang saya bertemu warga dengan tampang belepotan mukanya. “Tak ada air untuk mandi,” kata mereka.

Kemewahan di resor dan hotel di Batur terasa mengiris hati ketika mengingat masih banyak warga Bali yang juga dalam kemiskinan. Cerita Sriati dan Narda hanya salah satu. Saya yakin masih banyak cerita lainnya.

Cerita lain, misalnya di sisi selatan Bali, pantai Ungasan, Kuta Selatan. Di balik bukit-bukit itu masih ada puluhan warga tinggal di gubuk reot sementara di atas mereka ada resor dan hotel eksklusif yang tarif per malamnya bisa sampai Rp 81 juta.

Lalu di Karangasem ada warga yang tiap hari harus berjuang mencari air bersih sementara di tempat lain ada yang membuang-buangnya untuk fasilitas pariwisata. Semua itu terasa amat pahit ketika tahu bahwa tarif menginap di sebuah vila di Bali bisa mencapai Rp 137 juta per malam!

Orang-orang miskin di Bali ini, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, jumlahnya justru meningkat. Hingga September 2011 lalu jumlah orang miskin di Bali ini 183.000 dari sekitar 3,5 juta penduduk Bali atau sekitar 4,5 persen.

Tapi, standar kemiskinan di Bali ini amat kecil, Rp 240.543 per bulan. Artinya, orang dengan pengeluaran Rp 250.000 per bulan atau sekitar Rp 9.000 per hari itu sudah tak termasuk miskin. Hari gini uang Rp 10.000 belum tentu cukup buat makan sekali di Bali.

Tapi, ya begitulah. Di balik mewahnya hotel, bar, resor, dan vila di Bali, masih banyak warga yang hidupnya jauh dari standar layak. Mereka tetap hidup pas-pasan ketika turis menikmati pulaunya dalam kemewahan. [b]

Tags: BangliSosialYang Tak Bersuara
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Anton Muhajir

Anton Muhajir

Jurnalis lepas, blogger, editor, dan nyambi tukang kompor. Menulis lepas di media arus utama ataupun media komunitas sambil sesekali terlibat dalam literasi media dan gerakan hak-hak digital.

Related Posts

Budaya Ngayah Makin Langah

Budaya Ngayah Makin Langah

13 June 2025
Emas Hitam Kintamani: Anak Muda dan Masa Depan Pertanian

Emas Hitam Kintamani: Anak Muda dan Masa Depan Pertanian

10 June 2025
Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

Napak Tilas Konflik Tanah Desa Adat Bugbug

23 October 2023
TPA Suwung yang Dibalut Asap: The Aftermath

TPA Suwung yang Dibalut Asap: The Aftermath

19 October 2023
Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

Gemuruh di Bali Utara: Hulutara, Irama Utara, Beluluk (Bagian 1)

4 September 2023
3M, Terobosan Perangi Sampah Plastik Mengani

3M, Terobosan Perangi Sampah Plastik Mengani

9 April 2021
Next Post
Sinema Bentara Putar Film Peter Weir

Sinema Bentara Putar Film Peter Weir

Comments 1

  1. belog says:
    13 years ago

    Loh baru tahu ya? Dari dulu yang namanya pariwisata itu tidak pernah dinikmati oleh orang Bali keseluruhan. Memang ada sebagian orang Bali yang bekerja di pariwisata, namun masih sebatas room boy, cleaning servis dsb, dengan kata lain masih kelas “kacung”. Boss dan Big Boss tentu saja orang Bule.

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

BYURR! Kekacauan Baru di Skena Hardcore Bali

BYURR! Kekacauan Baru di Skena Hardcore Bali

10 July 2025
Diskusi dan Konser Hari HAM “Semakin Dibungkam Semakin Melawan”

Konser Bukan Cuma Menyanyi dan Bergembira, namun Juga Masalah Kenyamanan dan Keamanan

9 July 2025
Bandara Baru di Bali Utara: Gajah Putih dalam Bayang Pembangunan yang Salah Arah

Bandara Baru di Bali Utara: Gajah Putih dalam Bayang Pembangunan yang Salah Arah

9 July 2025
TAKSU Reuse di AJW 2025: Solusi Cerdas Kurangi Sampah Plastik Sekali Pakai

TAKSU Reuse di AJW 2025: Solusi Cerdas Kurangi Sampah Plastik Sekali Pakai

8 July 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia