Bentara Budaya bekerja sama dengan Udayana Science Club akan menggelar Diskusi Budaya.
Diskusi bertajuk “Tinjauan Kritis Gerakan Mahasiswa Indonesia Menyemai Demokrasi yang Berbudaya” akan diadakan pada Rabu, 19 Februari 2014, pukul 18.30 Wita. Tempatnya di Bentara Budaya Bali (BBB) di Jalan Prof. Ida Bagus Mantra 88 A, By Pass Ketewel, Gianyar.
Pembicara adalah budayawan Radhar Panca Dahana dan Dewa Gede Palguna, akademisi yang juga mantan Hakim Mahkamah Konstituti RI. Keduanya akan mengemukakan pandangan terkait peran sekaligus kritik terhadap gerakan mahasiswa Indonesia lintas zaman.
Menurut Vanesa Martida dari Udayana Science Club Universitas Udayana dinamika sosial politik di Indonesia telah mencatat peran pemuda, khususnya gerakan mahasiswa yang ikut mewarnai sejarah. “Diskusi kali ini diharapkan dapat menjadi ruang renungulang terhadap perjuangan pemuda dalam mengisi demokrasi Indonesia,” ujar
Peran pemuda dapat disimak di sepanjang sejarah NKRI, sedari era kebangkitan nasional 1908 yang berpuncak pada Sumpah Pemuda 1928 dan Proklamasi Indonesia 1945, hingga masa genting yang menandai lahirnya Orde Baru, Orde Reformasi hingga belakangan ini.
Bagaimanakah sesungguhnya perkembangan gerakan mahasiswa Indonesia dari masa ke masa tersebut? Benarkah sebagian tokoh-tokoh utama dari gerakan idealis mahasiswa tersebut kerap akhirnya menjadi lupa diri sewaktu duduk di dalam kekuasaan? Bagaimana pula pandangan terhadap gerakan mahasiswa Indonesia tersebut yang dituding hanya kepanjangan dari pertarungan para elite penguasa?
“Pada tahun politik 2014 ini, pemuda seyogyanya ikut ambil andil dalam menyambut perhelatan demokrasi. Sejauh apa pemuda dapat berperan, mari ikut urun rembug dalam diskusi budaya ini. Acara terbuka untuk umum, peserta tidak dikenakan biaya apapun,” ujar Juwitta Lasut, staf Bentara Budaya Bali.
Dari diskusi ini, diharapkan akan tersemai gagasan-gagasan ke depan yang mendorong gerakan mahasiswa tetap terdepankan. Hal ini sebagai aksi kritis idealis yang turut memaknai upaya kita untuk menumbuhkan demokrasi lebih berbudaya, tidak menjadikan kekuasaan sebagai tujuan utama melainkan sarana untuk menjaga dan merajut keindonesiaan kita.
Radhar Panca Dahana adalah budayawan dan sastrawan Indonesia. Ia menyelesaikan Program S1 Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Indonesia (1993) dan studi Sosiologi di Ecole des Hautes Etudes en Science Sociales, Paris, Perancis (2001). Menapak karier jurnalistik sebagai redaktur tamu majalah Kawanku (1977), reporter lepas hingga pemimpin redaksi di berbagai media seperti Hai, KOMPAS, Jakarta Jakarta, Vista TV, dan Indline.com.
Penghargaan yang pernah diraih: Terpilih sebagai satu di antara lima seniman muda masa depan Asia versi NHK (1996), Meraih Paramadina Award (2005), Duta Terbaik Pusaka Bangsa, Duta Lingkungan Hidup sejak 2004, Menerima Medali Frix de le Francophonie 2007 dari 15 negara berbahasa Prancis.
Buku-buku karya Radhar Menjadi Manusia Indonesia (esai humaniora, 2002), Lalu Batu (kumpulan sajak, 2003), Jejak Posmodernisme (2004), Cerita-cerita dari Negeri Asap (kumpulan cerpen, 2005), Inikah Kita: Mozaik Manusia Indonesia (esai humaniora, 2006),Dalam Sebotol Coklat Cair (esai sastra, 2007), Metamorfosa Kosong (kumpulan drama, 2007)
Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H lahir di Bangli, Bali, 24 Desember 1961. Ia merupakan Hakim Mahkamah Konstitusi RI termuda, menjabat pada periode 2003-2008. Dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Udayana yang juga pendiri Arti Foundation ini sangat aktif ketika membahas amandemen UUD 1945 di Panitia Ad Hoc I badan Pekerja MPR. Anggota Tim Penulisan Buku Ajar Hukum Humaniteir Internasional, kerjasama ICRC dengan Pusat Studi Hukum Humaniteir FH Universitas Trisakti dan Pengajar Hukum Humaniteir se-Indonesia (1999), Anggota Panwas Pemilu Daerah Tk.I Bali (1999), Anggota MPR Utusan Daerah Bali (1999-2004).
Menulis berbagai buku antara lain Saya Sungguh Mencemaskan Bali (2008), Mahkamah Konstitusi, Judicial Review dan Welfare State : Kumpulan Pemikiran I Dewa Gede Palguna (2008), Nasionalisme: Identitas dan Kegelisahan, Kumpulan Orasi (2008), Jalan Panjang Hingga ke Medan Merdeka Barat, Perjalanan Pemikiran Hukum (2008), dsb. Esai-esai budayanya dipublikasikan di berbagai media cetak. [b]