![](https://balebengong.id/wp-content/uploads/2022/03/amed.jpg)
Hi nama aku Moni. Jadi ini adalah lanjutan cerita pendek Brosur yang membuat bahagia. Saat itu adalah malam yang sunyi, pada hari yang sama di saat aku menerima brosur darinya.
Malam ini sedikit berbeda dari biasanya. Ada gejolak yang menggebu perasaanku. Perasaan ini, tidak asing bagiku. Di bawah diam, aku duduk di atas kasur dengan tangan kiri yang memegang brosur dan tangan kanan yang menggenggam handphone.
Aku mengangkat brosur tersebut, tepat dihadapanku. Menatapnya membuat mataku tak berkedip sedikitpun. “Ina. Ina. Ina,” ucapku sambil menggumam. Hati kecilku berbisik.
“Kayaknya harus aku chat sih.”
“Tapi, kalau dia punya pacar gimana?” sahut logikaku.
Hati ingin berjuang, namun logika memaksa untuk mundur. Aku hanya diam, mendengarkan logika dan hati yang tak selaras.
Aku terdiam cukup lama. Dan akhirnya aku teringat pada sebuah kisah jaman SMP dulu. Saat aku menyukai seseorang. Namun perasaan itu, aku pendam begitu lama dan tak pernah tersampaikan. Hal itu, gara-gara aku mengikuti logikaku.
Aku takut hal yang sama terulang kedua kalinya. Mulai saat ini, aku mencoba mendengarkan hati kecilku.
Aku mengangkat handphone dan mulai menyimpan nomer tersebut di aplikasi Whatsapp. Pikirku saat itu, semoga nomer handpone ini sama dengan no whatsapp-nya. Beberapa saat kemudian, setelah aku selesai menyimpan nomer tersebut. “Binggo, ternyata nomernya sama,” ucapku sambil tersenyum.
Rasa percaya diriku mulai tumbuh saat itu, saat melihat foto profil-nya. Ternyata dia benar-benar sosok yang cantik. Gigi yang gingsul, membuat senyumnya menjadi lebih manis. Rambutnya, panjang terurai di tepi pantai. Dia terlihat seperti semburat pantulan permata, di tengah deburan ombak.
Sebelum aku chat, aku menarik nafas terlebih dahulu. Dan memikirkan sebuah topik untuk dibahas. “Jadi untuk memulai sebuah percakapan dengan cewek, pastikan kesan pertama harus baik.” Kata-kata itu aku dapat saat menonton video youtube, tentang 7 cara jitu mendapatkan hati cewek.
Aku menarik nafas pelan dan aku hembuskan lagi.
“Ok, aku sudah siap.”
“selamat malam kk,” sapaku lewat chat. Beberapa saat kemudian ia membalas pesanku.
“Iya kk, malam juga. Apa ada yang bisa saya bantu?” balasnya beberapa menit kemudian.
“Kk, saya mau tanya, HP yang cameranya bagus sama RAM-nya besar, ada gak kk?”
Diapun memberikan banyak pilihan. Padahal sebenarnya aku gak mau beli handpone, biar ada topik aja sih.
Setelah ia selesai menjelaskan tentang beberapa merek handpone, ia pun bertanya.
“Kalau boleh tau, kk biasanya pakek HP buat apa ya kk?”
“Kalau aku biasanya, pakek buat video youtube gitu sih kk,” jawabku padanya.
“Wih, youtuber nih ceritanya?” jawabnya padaku.
“Enggak kk, orang baru mulai aja sih,” jawabku dengan emot senyum.
Ia pun membalas, “gpp baru mulai, yang penting terus berjuang.”
Aku pun membalas pesannya “Kalau aku mulai suka sama kk, boleh gak aku perjuangin?”
Namun setelah aku mengirim pesan itu. Ina tak kunjung membalas chatku, bahkan dibaca pun tidak. Saat itu, aku masih berpikir positif, mungkin ia sedang sakit perut, dan lupa membawa handpone ke kamar mandi.
Aku menunggu lama, lama sekali. Karena bosan aku pun mengambil secarik kertas kosong dan mulai menggambar abstrak. Saat menggambar, sesekali aku melihat ke arah handpone. Aku benar-benar menunggu balasan darinya.
Malam semakin larut, yang ada hanyalah kesunyian, dingin dan sepi. Aku pun menuju tempat tidur dan berbaring sejenak, sambil melihat handpone-ku. Padahal, yang kulihat dia sedang online. “Tapi kenapa ya, dia gak bales chat dariku?”
Jarum jam menunjuk pukul 23.24, dua jam telah berlalu. Namun mata tak kunjung terpejam. Di pengujung malam ini, perasaanku bercampur aduk
“Sepertinya dia ilfeel padaku,” pikirku saat itu.
Kayaknya aku yang salah sih. Kenapa aku terlalu cepat mengutarakan perasaan yang sepihak ini. Seharusnya aku buat dia nyaman terlebih dahulu. Bukannya malah blak-blakan ngomong suka ke orang yang baru dikenal. Dia pasti berpikir. “Apasih, gak jelas!!!”
Aku yang berbaring di atas kasur. Menaruh tangan kiri di atas dahiku, mata berkedip pelan. Aku menghela nafas sambil menggelengkan kepala bebrapa kali. Dan malam itu, aku menyesali kebodohan yang aku perbuat.
“Bodoh. Bodoh. Bodoh,” aku menggumam, sambil memukul kepalaku beberapa kali, dengan tangan kiri.
Sebelum aku tertidur, aku kembali melihat handphone, memastikan ia membalas chat-ku. Tetapi yang kulihat pesanku telah dibaca, terlihat dari dua centang biru di samping pesanku. Namun disana foto profil-nya tak terlihat. Aku mulai curiga, dan mencoba mengirimkan sebuah pesan. “P”. Yang kulihat hanyalah centang satu berwarna abu-abu. “Kayaknya WA-ku diblokir deh sama dia,” pikirku saat itu.
Dan di pengujung malam ini, lagi-lagi aku gagal. Aku kalah. Aku terlalu terburu-buru mengungkapkannya. Seandainya waktu bisa diputar kembali, aku hanya ingin kembali di saat pertamakali ia memberikan brosur ini. Saat itulah, aku ingin berkenalan dengannya secara langsung. Bukan menjadi pecundang seperti saat ini.
Ya mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Dan kita akhiri perasaan ini sampai di sini. Satu lagi pelajaran untuk hari ini. Jika kita sudah mulai mencintai seseorang, maka kita harus bersiap untuk patah hati.