Oleh Luh De Suriyani
Kegiatan Gema Perdamaian 2008 memberi pengalaman baru untuk ratusan anak-anaknya yang terlibat. Mereka belajar bahwa perdamaian juga lahir dari keberagaman. Ratusan anak-anak dari Adhi Mekar Indonesia (AMI) dan sanggar-sanggar tari di Bali menari dan menyanyi lagu daerah lain dari seluruh nusantara, Minggu (12/10) malam.
Ratusan anak-anak ini bergabung bersama lebih dari 5000 orang lain yang mengikuti Gema Perdamaian tahun ini. Acara ini dimulai 12 Oktober 2003 lalu, setelah peristiwa peledakan bom Bali di Legian, Kuta.
Kata perdamaian dan keberagamaan adalah kosa kata baru bagi Putu Bagus Aditya, 11 tahun, siswa kelas V sekolah AMI Denpasar. Yang dipahaminya adalah sebulan terakhir ini ia dikenalkan pada berbagai jenis tarian nusantara hingga ia memilih untuk menari tarian Dayak dari Kalimantan.
“Wah, pakaiannya lucu. Wajah saya dicoret-coret pakai tepung,” ujarnya sumringah saat bersiap di Lapangan Bajra Sandhi bersama ratusan anak lain yang akan pentas.
Walau bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana rumbai dari daun pisang kering, Bagus mengaku tak malu karena malah kelihatan paling aneh.
Berbeda dengan Ayu Trisnawati, 11 tahun dari SD 1 Penatih Denpasar. Ia kebagian menari Bali, Rejang. Melihat teman-teman menari Tari Saman dari Aceh yang rancak itu ia mengaku sangat ingin menarikannya juga. Ia tertawa melihat gerakan teman-temannya yang akrobatik, memperlihatkan keterampilan tangan dalam menari sambil menyanyi walau tak mengerti Bahasa Aceh.
Tak hanya lewat tarian yang dikemas dalam Parade Nusantara itu, anak-anak juga dikenalkan dengan doa-doa yang dilantunkan oleh berbagai pemuka agama di Indonesia.
Pemuka agama dan kepercayaan memimpin barisan Padayatra, a journey of peace sepanjang satu kilometer yang mengelingi Lapangan Bajra Sandhi. Salah satu aliran kepercayaan Hindu di Bali, Hare Krisna melantunkan doa-doa dengan nyayian dan alat musik yang menarik.
Kain putih sepanjang lebih dari 500 meter diarak ribuan remaja yang mengenakan pakaian adat dan keyakinan agama masing-masing sebagai perlambang a journey of peace itu.
Gema Perdamaian tahun ini memang mengkampanyekan keberagaman. “Kita mencoba membuka hati dan saling pengertian bahwa perbedaan dan keberagaman Indonesia ini adalah landasan perdamaian,” ujar Ketua Panitia Suadiarta Indrajaya dalam pidatonya.
Sudiarta mengatakan hanya kebencian dan keserakahan manusia yang dapat merusak perdamaian itu.
Demikian pula Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Ia terlihat sangat emosional ketika menyampaikan pesan perdamaiannya. “Tragedi bom enam tahun lalu adalah karena orang-orang yang memonopoli kebenaran menjadi miliknya sendiri. Akibatnya ratusan orang tak berdosa menjadi korban dan kedamaian di Bali dan dunia terkoyak,” ujarnya.
Pastika saat peristiwa bom itu adalah Ketua Tim penyidik dari Kepolisian Indonesia. Jadi peristiwa itu sangat lekat dalam ingatannya.
“Kita gemakan terus-menerus perdamaian dari pulau dewata ke seluruh nusantara dan dunia. Bahwa perdamaian itu lahir dari keberagaman dan kita selalu bergandeng tangan mewujudkannya,” serunya.
Hal senada diucapkan Ketua MPR dan pemimpin kelompok Muslim Muhamadiyah Hidayat Nurwahid. Dalam pesannya yang ditayangkan lewat layar monitor, ia mengingatkan bahwa tidak ada agama yang menggunakan kekerasan sebagai kebenaran agama. [b]