“Ma, Luna sebenernya orang apa sih?”
Mungkin buat orang lain akan mudah saja menjawab pertanyan tersebut. Misalnya, “Kamu orang Bali” atau “Kamu orang Batak”. Tapi jawaban sekadarnya seperti itu tidak akan diterima nalar anak seusianya. Luna akan terus melanjutkan dengan pertanyaan berikutnya dan berikutnya. “Kenapa Ninik (nenek) ke Pura?”, “Kenapa Tante Septi pakai kerudung?”
Lunetta Nysa Harmonie yang biasa dipanggil Luna, lahir pada 11 Juli 2006 di Bandung. Dia memang hidup dalam lingkungan dengan budaya dan agama beragam. Luna memiliki darah Madura, Bali dan Jawa dari saya sebagai ibunya. Dari ayahnya dia memiliki darah Jawa dan Batak.
Pada dua tahun pertama bagi Luna tidak ada masalah karena kami sekeluarga tinggal di Bandung. Tapi ketika kami pindah ke Bali dan keluarga yang ada di Bali memiliki budaya dan agama berbeda, pertanyaan-pertanyaan mulai muncul dari bibir mungil Luna.
Ninik, Kakek, dan kedua tante Luna beragama Hindu. Sepupu saya yang tinggal di rumah beragama Islam. Adapun kami beragama Kristen.
Pada awalnya hanya penjelasan sederhana yang kami berikan pada Luna. Bahwa papa, opung (kekek, nenek dalam Batak), dan saudara papa yang lainnya yang menggunakan nama Tampubolon adalah orang Batak. Keluarga mama yang menggunakan nama Pendit adalah orang Bali. Adapun Ninik dan saudara dari Ninik adalah orang Jawa dan beberapa Madura. Dari situ Luna mulai dapat membedakan.
Agama adalah hal yang sulit untuk dijelaskan. Untuk anak seusia Luna, pada waktu itu tiga tahun, cara penjelasan yang paling mudah adalah dengan pelaksanaan yang dapat dilihat dengan mata. Pada saat itu yang dimengerti oleh Luna, jika mencakupkan dua tangan dan diletakkan di dahi maka itu ritual agama Hindu, keluarga kami. Mereka yang menengadahkan tangan di depan dada adalah agama Islam. Ini dilakukan sepupu saya yang sejak kecil tinggal di rumah. Adapun yang menggengam tangan di depan dada adalah agama Kristen.
Sejak itupun Luna tahu akan adanya perbedaan suku, budaya dan agama di sekitarnya. Dia juga tahu mana yang diikuti olehnya dan oleh orang lain. Sejak kecil saya membebaskan Luna mengikuti segala acara adat. Kami juga selalu memberi penjelasan tentang budaya di sekitarnya. Itu membuat Luna terlihat berbeda dalam arti yang positif.
Saya juga ingin Luna dapat mengerti tentang agama dan kepercayaan lain. Tidak sebagai pembeda tetapi sebagai budaya.
Ketika keluarga Balinya sedang merayakan hari raya atau sedang ada upacara agama, Luna sering ikut memakai pakaian adat. Dia juga menemani pergi ke Pura. Ketika tantenya berpuasa, Luna akan menemaninya berbuka dan bahkan bertanya jika Tantenya tidak puasa. “Lho, kok Tante makan. Kan lagi puasa?” celotehnya.
Ketika tiba waktunya untuk bersekolah minggu di Gereja, atau saat menyambut Natal, Luna akan dengan bersemangat menyiapkan peralatannya sendiri. Dan tentu saja meminta hadiah pada tante-tantenya.
Luna memang terlihat lebih terbuka dari anak-anak seusianya maupun orang dewasa yang terkadang masih suka bertanya dan memandang dengan aneh jika melihat perilaku berbeda dengan kebiasaannya. Luna cenderung menerima apa saja hal baru dan orang baru yang dilihatnya tanpa menanyakan lebih lanjut latar belakang orang itu. Misalnya jika mendengar cara berbicara saya yang dialeknya sedikit berbeda pasti ada saja yang bertanya, “Ibu orang mana?”. “Aku orang Bali,” jawab saya. Eh, malah mereka bengong dan tidak percaya.
Itulah yang sampai saat ini sangat ingin saya ubah dari masyarakat. Cobalah melihat orang lain dari pribadi dan apa yang mereka lakukan bukan dari atribut yang menempel padanya. Di mata Luna tidak ada segala atribut tersebut. Yang ada hanyalah orang baik dan yang tidak baik. Dan sebisa mungkin dia menjadi orang baik tanpa embel-embel apapun.
Kejadian yang membuat saya makin kagum pada Luna adalah ketika bertemu orang asing. Kebanyakan orang yang bertemu orang asing pasti akan bertanya-tanya dan mendekati orang asing tersebut. Hal ini berlaku untuk orang dewasa dan anak-anak. Luna malah terlihat sangat tenang bahkan cenderung tidak peduli. Luna beberapa kali saya pertemukan dengan teman-teman saya yang orang asing.
Terkadang saya sendiri masih ada rasa kedatangan alien ketika ada tamu warga asing. “Wah, orang asing nih”. Mungkin karena waktu kecil dulu saya jarang dekat dengan orang asing. Sedangkan Luna termasuk dekat dengan beberapa orang asing juga sehingga sikapnya biasa saja. Dia bisa bermain bersama dan beradaptasi dengan cepat walaupun menggunakan bahasa “tarzan”.
Belajar dari Luna, semua perbedaan budaya, agama maupun yang lainnya bukanlah pembatas. Itu hanyalah label yang dibentuk manusia sendiri. Satu-satunya pembeda adalah kebaikan. Yang perlu kita lihat hanyalah sikap dan sifat.
Alangkah indahnya jika semua orang dapat bersikap seperti Luna, bebas dan tidak memandang warna kulit dan latar belakang seseorang. MUNGKINKAH? [b]
Ilsutrasi dari sini.
Beragama dan tidak beragama bisa minum bir bersama, bisa bicara tentang tuhan bersama 🙂 http://winarto.in/2012/05/indonesia-di-ajang-culture-exchange-2012-belanda/
sepakat dengan komentar kang win di atas…
Bener banget… 🙂
Saya juga besar di keluarga yang sangat heterogen. Dan insya Allah saya tidak mengotak-ngotakkan keseharian kami. yang berhak menilai kita hanya Tuhan. 🙂
yup, label bukan sebagai pembatas. Asalkan kita bisa berjalan bersama dan saling menghargai …. that’s would be great.
inti dari hubungan yang baik antar sesama umat beragama adalah saling menghormati,menghargai dan toleransi.agamaku untuk ku dan agamamu untuk mu.jangan mencampuri urusan agama lain apalagi sampai bertindak anarkis terhadap agama/keyakinan yg kita anggap salah/menyimpang krn benar dan salah TUHAN lah yg punya wewenang.belum tentu agama kita lebih baik dgn agama lain.berilah kebebasan terhadap agama/keyakinan lain untuk menjalankan keyakinan nya sesuai dgn ajaran agamanya yg penting mereka menjadi orang yg lebih baik dr sebelumnya setelah mengikuti ajaran agamanya masing-masing.
tetapi masalah nya masi banyak orang yg mengaku beragama terjebak dalam pemikiran yg sempit sehingga melakukan tindakan anarkis dgn membawa-bawa/mengatasnamakan agamanya untuk melakukan tindakan yg tergolong anarkis.