Sambil “meboya” bercanda, Rubag melemparkan kritik konstruktif.
Belajar itu banyak caranya. Ilmu bisa datang dengan banyak cara. Begitu pula harta. Tetapi, kebijaksanaan hanya datang pada pribadi yang sudah siap, pribadi-pribadi yang telah mampu mensyukuri gilasan jaman, hadangan hinaan, dan gelanggang gangguan dan cobaan di alam material.
Salah satu pribadi yang menunjukkan kebijaksanaan itu padaku adalah Aridus. Meskipun tidak sempurna benar, Aridus dalam langkah kesehariannya mampu mengingatkan saya sebagai orang Bali. Makhluk tradisi yang terlena dam puja pujian dan seringkali tega menyalahkan tanah leluhur karena bacaan-bacaan tingkat tinggi yang melihat Bali ini sebagai sebuah obyek.
Aridus dari nama aslinya yang dibalik, Sudira. Lelaki tua semangat muda yang tak kunjung padam ini menunjukan kecintaan pada Bali melalui tulisan-tulisannya. Setiap Minggu, dengan setia menemani ku menikmati liburan di pagi hari. Obrolan Bale Banjar di Bali Post, yang semakin hari semakin cerdas dan keras.
Saya mulai mengenal Aridus, saat duduk di bangku SMP. Melalui tokoh, Si Rubag, sering membuat saya tertawa. Merangkum peristiwa yang terjadi di Bali dalam format dialog jenaka. Bagi saya, inilah cara khas orang Bali dalam menyampaikan sesuatu yang keras mengkritisi. Sambil “meboya” bercanda melemparkan kritik-kritik konstruktif.
Menusuk
Seiring waktu, saya semakin sering membaca obrolan Si Rubag. Saya merasa Si Rubag tidak hanya tahu masalah pariwisata yang selalu bersinggungan dengan adat. Dia tidak hanya paham seluk beluk premanisme di kota Denpasar, sejak era Armada Racun hingga sekarang. Rubag ternyata juga memperhatikan dagelan-dagelan pemerintahan di pusat hingga krisis keuangan global.
Bahkan, sekarang ini Rubag sudah semakin sering membawa-bawa filusuf-filusuf asing dalam dialognya. Rubag, selain mencintai budaya Bali juga pengagum budayanya orang-orang dari Negeri Sakura, terasa semakin mengglobal. Meskipun permasalahan yang kerap menjadikan tema besar dalam tulisannya, namun dia masih tetap berpijak pada tanah Bali.
Kembali pada sosok Aridus, guide profesional yang pernah menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Pramuwisata Bali. Lelaki Bali tulen. Lelaki yang mencintai Bali. Adalah sosok Rubag itu sendiri. Sekarang ini lebih menikmati hari-harinya sebagai seorang kakek dengan sembilan cucu. Mengantar cucu sekolah dan bercengkrama ke dalam diri.
Pada 23 Agustus lalu, akhirnya saya bisa duduk di ruangan tamu Aridus. Ruang tamu penuh buku. Bertemu muka secara langsung, face to face, dengan sosok “Rubag”. Tanpa rasa saya dibawa masuk ke dalam “Obrolan Bale Banjar”, mengenang peran penting jalan Veteran dalam perkembangan Denpasar dan pariwisata di Bali.
Aridus bercerita, dan saya hanya bisa duduk mendengar. Persis seperti membaca Obrolan Bale Banjar di koran Bali Post Minggu. Terkadang saya tersenyum meskipun tidak jarang merenung, mendengar Aridus bercerita, meletupkan ide-ide tentang Denpasar dan Bali.
Tak terasa dua jam saya mendengar Aridus bercerita. Kopi sudah habis (sedari tadi). Saya sempat lihat Aridus mengganti bungkus rokoknya dengan yang baru. Padahal Saya tidak ikut menghabiskan isi bungkus itu! Istri dan anaknya pun sempat dikenalkan.
Satu pesannya, sebelum saya pulang. “Jangan ikut-ikutan menusuk tradisi Bali yang masih lestari ini, kalau ada salah perbaiki, kalau ada kurang tambahkan.” [b]
Wah, setelah saya membaca sedikit ceritanya, saya jadi tertarik dengan kelakuan orangnya yang suka menulis. karena melakukan hal itu adalah obat ngantuk bagi saya.