Suasana alami Tanah Wuuk menjadi tempat pilihan kami merayakan 12 tahun perjalanan Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba).
Butuh waktu sekitar 1 jam dari kantor Yakeba untuk sampai di Tanah Wuuk, di dekat Sangeh, Kabupaten Badung, sekitar 45 Kilometer dari Denpasar. Rasa lelah di perjalanan terbayar oleh suasana alami di area Tanah Wuuk. Jauh dari kebisingan dan hingar bingar perkotaan.
Inilah tempat yang sangat tepat untuk melakukan refleksi, penguatan organisasi dan meningkatkan kebersamaan dari seluruh tim yang tergabung di Yakeba.
Yakeba didirikan Bob Monkhouse pada 10 April 1999 silam. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) ini dibentuk dengan tujuan awal sebagai wadah bagi orang yang mengalami kecanduan, alkohol maupun narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain (napza).
Dua belas tahun menjadi tanda bahwa Yakeba masih tetap eksis walaupun perjalanan yang dilaluinya tidaklah mudah.
Di saat orang-orang mendiskreditkan pengguna napza, Yakeba justru menerima dengan pinta terbuka. Kami yakin hanya pengguna napza yang dapat memahami dan membantu pengguna napza lainnya untuk keluar dari kecanduannya.
Embrio
Persaudaraan Narcotic Anonymous dan Alcohol Anonymous kala itu membantu pecandu napza di Bali agar bisa pulih melalui Yakeba. Inilah embrio awal bagi Yakeba untuk melakukan sesuatu yang bermakna bagi masyarakat Bali. Di satu sisi hal ini seakan menjadi harapan baru bagi pengguna napza saat itu bahwa sebenarnya mereka dapat kembali menjadi masyarakat produktif.
Semakin hari isu napza semakin kompleks. Tidak hanya masalah kecanduan tetapi juga penyakit menular seperti HIV/AIDS dan Hepatitis yang menghantui para pengguna Napza. Untuk meresponnya, Yakeba pun mengembangkan berbagai program. Misalnya, rumah pemulihan (rehabilitasi), penyuluhan di sekolah dan banjar (awareness), dan peer educator. Program terakhir diadakan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan dan rumah tahanan (Rutan) Bangli melalui (CBT dan AIDS 101).
Yakeba juga melaksanakan program Kelompok Usaha Bersama bagi korban Napza, penanggulangan dampak buruk bagi pengguna napza suntik, Hospice bagi orang terinfeksi HIV, penanggulangan dampak buruk di komunitas gay, kesadaan hak asasi manusia di kalangan korban Napza, dukungan kepada orang terinfeksi HIV, penanggulangan TB dan HIV di kalangan korban napza dan masih banyak program lainnya.
Dengan perkembangan program seperti itu, Yakeba dikenal sebagai organisasi inovatif dan menerapkan strategi tepat di lapangan. Ini bisa dilakukan karena Yakeba berdiri berdasarkan dari komunitas tersebut. Yakeba membuka ruang bagi semua komunitas untuk bergabung dalam Tim Yakeba dan bekerja secara bersama-sama untuk mengatasi masalah di komunitas tersebut.
Kembali lagi karena kami yakin, mereka dapat menyelesaikan masalahnya selama diberikan kesempatan dan ketrampilan untuk melakukannya.
Serangan jantung
Penghargaan pun diraih Yakeba baik lokal maupun internasional karena peran dan sertanya dalam penanggulangan HIV di Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya. Di tingkat lokal, Yakeba mendapatkan penghargaan dari pemerintah Bali saat itu melalui Gubernur Dewa Berata. Penghargaan tertinggi pada 2008 lalu. Yakeba mendapatkan Red Ribbon Awards, penghargaan prestisius dari lembaga AIDS PBB UNAIDS.
Akhir 2009 dan awal 2010 menjadi tahun cukup berat bagi Yakeba. Saat itu Yakeba ditinggalkan dua orang secara berturut-turut.
Pertama oleh Pendiri Yakeba yaitu Bob Monkhouse (biasa dipanggil Uncle Bob) pada 8 November 2009. Beliau meninggal terkena serangan jantung. Beliau yang dianggap sebagai ayah, paman, sahabat, saudara, kepergiannya menyebabkan duka yang dalam bagi korban napza yang pernah dibimbingnya melalui Yakeba.
Pada awal 2010 Yakeba kembali berduka. Kali ini Yakeba ditinggalkan I Gst Ngr Wahyunda (biasa dipanggil wahyu). Dia meninggal pada 6 Maret 2010 akibat infeksi di saluran pencernaaannya.
Bob dan Wahyu adalah orang yang cukup memiliki peran penting dalam perjalanan Yakeba.
Perjalanan selama 12 tahun ini kembali mengingatkan kami, sudah saatnya kami bangkit dan berkibar kembali menjalankan visi dan misi dari pendahulu Yakeba. Dua belas tahun ini menjadi proses atau masa pendewasaan bagi Yakeba dalam berorganisasi. Dan sudah saatnya kami bangkit dan kembali berperan di masyarakat Bali pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.
Melalui perayaan 12 tahun inilah kami melakukan aktivitas untuk menguatkan kerjasama tim di antara kami. Kami ingin menguatkan kebersamaan di antara perwakilan komunitas yang saat ini tergabung dalam dalam Yakeba Tim.
Kami bermain dan menikmati suasana Tanah Wuuk. Ada yang menyumbangkan kreativitas seni sebagai bentuk apresiasi terhadap Yakeba dan seluruh Tim yang ada saat ini.
Kebersamaan ini akan mengawal kami untuk tetap menjalankan visi dan misi Yakeba dan melakukan yang terbaik untuk masyarakat Bali. Untuk mengikis diskriminasi terhadap orang terinfeksi HIV dan juga mengikis diskriminasi terhadap komunitas rentan seperti pekerja seks, pengguna napza, gay dan waria. [b]