Selamat Hari Bumi buat kita semua yang masih hidup di muka bumi ini.
Pagi ini, terasa berat meninggalkan bantal dan kasur. Hujan sejak subuh membuat saya ingin lebih lama lelap di atas kasur. Akhirnya panggilan mesra ibu dari anak-anak memaksa menanggalkan malas itu di tempat tidur.
Sudah pukul 8 ternyata! Guyuran air di bak mandi pun terasa segar. Menghalau kantuk dan malas badan. Keluar dari kamar mandi sepiring nasi dengan tempe bumbu goreng tersaji. Wuih enaknya.. Pagi yang segar, mata pun segar. Sementara perut terasa hangat menerima kiriman nasi dan tempe hangat.
Ternyata hari ini dirayakan sebagai Hari Bumi. Seorang teman menuliskan itu di statusnya. Saya tidak terlalu paham akan hari bumi. Maklum “nak Bali” sudah terlalu banyak memiliki hari yang harus dirayakan. Kalau untuk mengingatkan pelestarian alam kami sudah punyak Tumpek Wariga.
Mata saya terpaku pada akun FB teman saya, Wahyu Prayasa, sang photographer. Pagi ini dia upload “oleh-oleh” dari kameranya. Sebagian besar tentang Bali dan prosesi ritualnya. Memang dia semakin canggih. Moment-moment tercantik dan menggelitik terekam indah. Komposisi warnanya membuatku semakin takjub akan keindahan tanah kelahiran saya.
Tanpa seizinnya saya download dua buah foto, yang menggelitik hati di hari bumi ini. Dua foto yang sering mengusik hati saya. Orang Bali, termasuk saya di dalamnya, terlalu asik masyuk dalam kemeriahan ritual dan sepertinya, utamanya saya. Terlalu jauh meninggalkan realitas praktis dari makna ritual yang saya (kami) lakukan.
Pertama, foto prosesi melasti. Langit yang biru terpantul indah pada laut. Buih putihnya ombak terasa seimbang dengan putihnya baju para umat. Manusia menyeru kepada alam dan alam menerimanya. Ya.. sebuah prosesi melasti yang terekam.
Melasti adalah sebuah ritual pembersihan. Permohonan kepada Hyang Baruna, penguasa samudra untuk membersihkan segala hal yang kotor, pada kami manusianya, pada alat-alat ritual yang akan kami pakai upacara. Sehingga semua yang terlibat dalam upacara nantinya telah bersih, secara sekala dan niskala.
Foto ini juga seperti mengingatkanku, bahwa yang mengusik hati memang semakin kentara. Serakan sampah di antara air laut dan umat yang sedang melaksanakan prosesi melasti terhampar jelas. Bisa jadi sepanjang pantai ini dipenuhi sampah.
Belumlah sya lupa, kalau sampah di Pantai Kuta telah menghiasi majalah Time dan memberikan julukan baru buat Bali, Tempat liburan Neraka! Ya.. ritual telah terlampau jauh dari realita.
Foto kedua: sang penjaga tradisi.
Lihatlah foto ini. Dua remaja Bali, setelah menari Baris. Melepas lelah di antara hijaunya tanaman padi dengan tombak menancap. Wuihh.. benar-benar moment yang cantik. Wahyu memang top.
Foto ini memberi makna simbolik yang kuat. Remaja sebagai generasi penerus, dalam pakian penari memberi kepastian akan keberlanjutan tradisi Bali. Tombak yang tertancap, menunjuk langit dan tugu bedugul (sanggah) bahwa kami (nak Bali) siap menjaga tradisi ini tetap ajeg lestari di muka bumi. Wajah santai dengan senyum.. Ya, kami menjaganya tetap dalam keramahan ala Bali.
Hanya saja, botol mineral yang sedang diminum salah satu penari seperti pengingat bagi saya. Bahwa alam Bali yang indah, juga akan rusak karena kami. Nak Bali yang sibuk menjaga tradisi tetapi tetap dituntut hidup dalam alam modern. Padi yang hijau mungkin tidak kan lama bisa dilihat. Karena banyak tanah yang harus tergadai demi membeli air dalam botol kemasan.
Air-air yang mengaliri parit dan sungai di Bali akan dihentikan oleh tumpukan plastik yang kami beli dengan menggadaikan tanah. Maka akhirnya harga diripun akan tergadai (lihatlah gelungan penari yang nangkring di atas pagar tugu itu. Semoga itu masih lama… [b]
Catatan: tulisan iseng ini dibuat karena pesona fotonya Wahyu dan juga ngga ada acara di liburan paskah kali ini.
Santi Selalu Sahabat…
kayanya perlu ada yg memberikan masterplan wajah bali 10, 20, atau 50 tahun ke depan. biar ga mengawang2… mungkin dari arsitek atau desainer yg mau berkolaborasi membuat maket bali masa depan, baik atau buruk…
Hari Bumi, padahal diBali setiap hari hari Bumi, mecaru atau BhutaYadnya … tapi melihat hasil jepretan Bli Prayasa …. kangen sama kampung halaman… suksma
link http://rare-angon.blogspot.com