Tiap kali masuk ke art shop berbeda, aroma wangi berhamburan.
Aroma itu muncul dari beberapa art shop di Ubud yang saya singgahi. Aroma-aroma wangi itu tak hanya parfum. Wewangian itu berasal dari pojok ruangan, biasanya ada pelangkiran yang berisi dupa-dupa wangi. Atau wangi-wangian yang dibakar di suatu wadah mirip mangkuk dekat rak etalase.
Wewangian itu bekerja setelah terhirup indera penciuman. Dibilang ada sensasi atau respon setelah menghirupnya, bisa dipastikan jawabnya iya. Aromaterapi begitu proses itu dijelaskan Jon Balkan; penulis buku berjudul Aromaterapi. Sistem ‘penyembuhan’ ini menggunakan minyak asiri murni.
Ahli terapi minyak tanaman berkebangsaan Perancis yang juga ahli kimia kosmetik, Rene Maurice Gattefosse memperkenalkan istilah Aromatherapie ini di tahun 1920an.
Kenapa dibilang penyembuhan, karena menurut si Jon, terapi yang melibatkan wangi-wangian ini dipakai sebagai salah satu pendekatan penyembuhan klinikal, holistik dan sebagainya. Karena diyakini mempengaruhi sistem saraf, hormonal, juga dapat meningkatkan baik perasaan positif dan negatif. Efeknya bisa didapat setelah dihirup, dipakai mandi, dan juga melalui pijatan
Minyak asiri murni ini didapat dari bermacam-macam bagian tanaman. Setelah proses penyulingan tentunya. Teknik penyulingan uap air yang dikenalkan seorang Tabib dari Arab “Ibnu Sina” berabad-abad lalu bahkan dipakai hingga kini. Mawar, lavender, melati, daun jeruk, lili, kayu manis, akar wangi, pala, cengkih, kayu putih, nilam, kenanga, cendana dan seterusnya disuling jadi minyak.
Prestisius
Itu hanya segelintir bahan pembuat minyak asiri yang alami. Ada juga yang sintesis, sudah dicampur olahan kimia lain. Seperti parfum, wewangian yang melekat di sabun, pewangi ruangan, lilin, bahan lulur, kosmetika dan seterusnya. Wewangian yang diwujudkan ke berbagai bentuk itu diruapkan ke tubuh.
Di Mesir, di zaman Ratu Cleopatra laki-laki dan perempuan sudah gemar menaburi dirinya dengan wangi-wangian. Menaburi dengan wewangian adalah kebiasaan ekslusif yang dianut orang-orang kaya Mesir dulu. Kini, perilaku itu sudah jadi kebiasaan banyak orang. Parfum contohnya, diproduksi menjadi komoditi prestisius di sejumlah negara Eropa, macam Perancis.
Ceritanya, Raja Louis XV Perancis terkenal akan kefanatikannya dengan parfum. Dia amat memuja wewangian hingga memerintahkan bawahannya membuat parfum baru untuknya setiap hari. Sang Permaisuri; Madame de Pompadour juga amat menyetujui hal itu.
Alangkah jauh tentu mencari parfum ke Perancis. Di beberapa sudut di kota Denpasar juga banyak ditemukan toko minyak wangi. Banyak juga yang mencari wewangian ke tempat-tempat itu. Toko Minyak Wangi Asli di Jalan Imam Bonjol misalnya, sering ramai dikunjungi setiap harinya.
Menurut Zen, toko milik ayahnya yang bernama Abdullah Ahmad itu sudah berdiri sejak tahun 1982an. “Sudah lama itu, bapak saya memulai usaha minyak wangi di sini”, jelasnya. Dari penuturannya, minyak-minyak wangi yang mereka jual didapat dari luar negeri, yang dari Perancis juga ada. “Dari luar negeri, terus kita ambilnya di Jawa, di Jakarta,” urainya.
Bila ada yang beli, minyak-minyak wangi itu dijual per liter dengan harga bervariasi, lalu dicampur dengan alkohol. Produsen dupa wangi, yang tinggal di Seroja; tempat saya biasa membeli dupa, juga memberi minyak wangi ke stick-stick dupanya lalu dijemur.
Sedangkan di kampung, ketika ada odalan biasanya orang-orang tua menyalakan asep menyan. Kayu sejenis menyan, diberi gula, bunga-bunga kering, bunga plawa, dan lain-lain dibakar hingga mengasap. Harumnya lebih alami.
Pemasok Nilam
Nilam atau dilem atau delem juga salah satu bahan baku minyak asiri yang ada di Indonesia. Ada dua buku menarik yang tak sengaja saya temukan di Perpustakaan Kampus Universitas Udayana di Jl PB Sudirman, membahas soal sejarah hingga prospek jualnya yang lumayan tinggi.
Minyak-minyak nilam disuling dari daun dan tangkainya. Jenis Nilam Aceh (Pogostemon Cablin), menurut Agus Kardinan dan Ludi Mauludi, merupakan komoditas ekspor yang berkualitas tinggi. Lebih dari 80 % Nilam Aceh dihasilkan dari Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara yang merupakan pusat produksi nilam dunia.
Disebutkan juga, bahwa selama ini minyak nilam Indonesia banyak diekspor ke Singapura, Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jerman, India, Spanyol, Belanda. Dan Importir terbesarnya adalah Singapura, Perancis dan Amerika Serikat.
Minyak Nilam ini biasanya digunakan sebagai bahan pengikat dalam industri parfum dan kosmetika. Minyak nilam ini juga dianggap sebagai bahan pengikat paling baik dari parfum-parfum berkualitas tinggi.
Karena penasaran dengan aromanya, saya menanyakan ke Toko Minyak Wangi Asli. Awalnya saya bertanya adakah minyak asiri. Ternyata mereka tidak tahu. Lalu saya menanyakan minyak nilam mereka juga tidak tahu. Hingga saya bilang Patchouly, sebotol besar botol plastik disodorkan ke saya.
Warnanya agak kuning pekat, sedikit pekat kecokelatan. “Ini biasa dipakai bahan bikin lulur,” terang Zen. Aromanya begitu kuat tahan lama hingga dibilas berkali-kali belum juga hilang tapi tidak begitu menusuk. Ya, minyak nilam juga disebut sebagai Patchouly, orang asing menyebutnya begitu.
Tanaman Nilam ini diduga dibawa dari India, Srilanka dan Filipina. Di tahun 1895 seorang Belanda membawa tanaman nilam jenis Pogostemon Cablin yg berasal dari Filipina ke Indonesia. Pertama kali dijadikan tanaman sela di perkebunan kopi di kaki gunung Pasaman Sumbar. Di tahun 1920, Belanda bahkan telah lebih dulu mendirikan unit-unit penyulingan. Namun sebelum dikirim, minyak ini diuji dulu kadar kualitasnya. [b]
Foto dari Bali Wangi.