Teks dan Foto Luh De Suriyani
Pria Perancis memimpin 13 seniman Bali dalam seni musik tubuh eksentrik. Ratusan pasang mata penonton dibuat takjub dengan seni olah tubuh Komunitas Badan Gila (Kobagi) ini.
Gregoire Gensse, pria Perancis yang biasa dipanggil Made Bagus Greg oleh rekan-rekannya, ini masuk ke tengah panggung dengan telanjang dada. Ia memakai kamen yang kancutnya (ujungnya) ditarik ke selangkangannya. Seperti seniman cak. Ia menepuk-nepukkan dadanya yang putih pucat dengan kedua belah tapak tangannya. Dadanya langsung berwarna merah. Namun ia tak berhenti, irama tepukan tangannya makin rancak dan berenergi.
Semenit kemudian, 13 rekannya memasuki panggung dan membentuk lingkaran. Melodi tepukkan tangan di dada makin menguat. Tak hanya menepuk di dada, juga paha, pipi, mulut, dan rahang. Sejumlah penonton di halaman terpekik seperti merasakan perihnya jika ditepuk di bagian mulut dan pipi berulang-ulang.
Tapi buat Kobagi, pukulan ke bagian tubuh ini adalah irama utama yang telah dilatih sejak Januari lalu. Tangan, kaki, paha, mulut, dan dada sebagai alat musiknya. Energi tubuh adalah elemen utama dalam seni pertunjukkan unik ini. Seniman Kobagi juga menari. Seperti tarian Cak yang termasyur itu namun memasukkan unsur komedi dan berlangsung interaktif. Misalnya mengajak penonton mengikuti tepukan untuk menciptakan harmoni tertentu.
Tepukan di rahang dan mulut menciptakan melodi seperti ayam berkokok sehingga membuat penonton riang. Anak-anak kecil pun dibuat maju ke bibir panggung dan menyaksikan pertunjukkan ini sambil tertawa dan mencoba mengikuti gerakan seniman olah tubuh Kobagi ini.
Kobagi adalah salah satu kelompok seni musik yang tampil dalam Fete de la Musique, festival musik yang dihelat Alliance Francaise, lembaga kebudayaan Perancis di Bali, Sabtu pekan lalu di Denpasar. Beragam pertunjukkan musik dan teater dipertunjukkan di depan publik. Selain itu ada Komunitas Hip-Hop Bali, dan musikalisasi puisi.
“Kekuatan badan dan tepukan adalah kunci pertunjukkan kami,” ujar Greg, pria asal Lyon, Perancis yang telah menetap di Bali sejak 2007 ini. Ikhwal perjumpaan seni cak dan musik badan ini adalah ketika Greg dan I Wayan Sutapa, pimpinan Kelompok Cak Gen di Tegalalang, Gianyar bertemu ketika mentas di Perancis pada 2007 lalu. Di Perancis dan Yunani, Cak Gen mementaskan cak berlakon Ramayana, seperti kerap dipentaskan sebagai tontonan turis di Bali.
“Greg memperlihatkan pada kami bahwa Kecak bisa ditambah dengan elemen lain seperti musik tubuh itu, jadi tak cuma menari dan membunyikan “cak…cak.. pung” saja,” ujar Sutapa, yang tubuhnya bercucuran peluh usai tampil.
Greg sendiri hijrah ke Bali untuk belajar seni Bali di Gianyar di sejumlah kelompok seni. Tak lupa ia mulai melanjutkan ide Kobagi itu dengan membuat komposisi suara dan tarian sejak Januari 2010. Tahun ini, Kobagi tampil akhir pekan lalu di Pesta Kesenian Bali.
Sutapa dan rekannya di Cak Gen, kini malah lebih senang tampil dengan Kobagi ini. “Rasanya lebih bebas dan gembira. Walau tubuh merah-merah,” ujarnya disambut tawa rekannya.
Untuk melatih ketahanan tubuh, Sutapa yang alumni Sekolah Seni Indonesia (ISI) Denpasar jurusan Karawitan ini mengatakan hanya perlu latihan pernafasan. Tak heran, Kobagi ibarat latihan otot, nafas, dan insting agar harmonisasi tepukan bisa selaras. [b]
Comments 1