Oleh Ni Made Purnami
Pariwisata menjadi salah satu penyumbang ekonomi terbesar di Indonesia, sebesar 5,0% dari pendapatan domestik bruto (PDB) pada tahun 2019. Sebagai bentuk penguatan sektor pariwisata, pemerintah Indonesia mulai mengembangkan berbagai program baru menyongsong tren global masyarakat dunia. Namun, perkembangan pariwisata tidak saja memberi keuntungan, tetapi juga menghadirkan dampak negatif, baik bagi alam, budaya, maupun manusia Indonesia, seperti pencurian, pelanggaran lalu lintas, penodaan simbol agama, dan alih fungsi lahan (pertanian).
Berbagai aturan telah dibuat dan ditetapkan. Keamanan sudah disiapkan. Nyatanya masih banyak masalah yang terjadi karena pariwisata. Alih fungsi lahan adalah satu di antara beberapa dampak itu. Meningkatnya sektor pariwisata memengaruhi luas lahan pertanian dan hutan yang berubah menjadi vila dan hotel. Contohnya, Desa Banjarsari, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, yang lahan pertaniannya terus menurun akibat sektor pariwisata, bahkan tanah seluas 10,54 ha milik perangkat desa akhirnya berubah menjadi objek wisata.
Bali juga mengalami permasalahan yang sama. Alih fungsi lahan untuk menunjang pariwisata terus terjadi. Sebanyak 600-1000 ha sawah di Bali telah tergantikan oleh bangunan setiap tahunnya. Padahal, darurat pangan terus mengintai. Tidak tegasnya penerapan peraturan, kecilnya komitmen pihak terkait, dan rendahnya kesadaran masyarakat, menjadi pihak yang patut merefleksi diri atas maraknya alih fungsi lahan untuk pariwisata.
Kaitannya dengan penguatan pariwisata yang berkearifan di Bali, Pemerintah Provinsi Bali sudah mengaturnya dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2020 Pasal 24. Perda ini menyatakan bahwa penyelenggaraan pariwisata harus memperhatikan kearifan lokal yang ada dan melakukan perlindungan lingkungan alam dan budaya Bali secara berkelanjutan. Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2020 juga mendukung bahwa daya tarik wisatawan berupa alam, budaya, dan spiritual yang berbasis kearifan lokal. Namun, karena sifat pragmatis masyarakat dan pemerintah, membuat Perda tersebut takcukup mampu membentengi alih fungsi danpergeseran budaya lokal yang ada. Bukti nyata atas kondisi ini tergambar dalam kasus tangkap tangan Bendesa Adat Berawa atas dugaan suap pendirian restoran dan resort di Pantai Berawa, Canggu, Bali.
Mengaktualisasikan kearifan-kearifan nenek moyang adalah langkah strategis yang bisa dilakukan untuk mempertahankan lahan pertanian, di sisi lain, pariwisata juga bisa terus berkembang. Kearifan lokal merupakan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang yang diyakini memiliki tuah dan magis sehingga dipercaya oleh masyarakat setempat.Lontar adalah salah satu wujud peradaban masyarakat Bali. Lontar, bagi masyarakat Bali, diyakini memiliki sifat magis. Nilai yang termuat di dalamnya, jika dilanggar akan mengakibatkan bencana bagi alam dan manusia Bali.
Sejak zaman dahulu sistem pertanian di Bali telah dituliskan dalam sebuah lontar bernama Dharma Pemaculan. Lontar Dharma Pemaculan adalah sebuah warisan leluhur masyarakat Bali, memuat cara bercocok tanam, memupuk, menangkal hama hingga proses memanen padi. Selain itu, dalam lontar ini juga dijelaskan cara menghormati dan menjaga sawah selayaknya Dewi Sri, penguasa pertanian. “Uma ring desa, sedana ring jagat; tan pisaga, tan pakeneng, matemu ring kasiwan,” demikian salah satu baris slokanya. Yang bisa dimaknai bahwa sawah adalah sumber rejeki di dunia. Pertanian dapat memberikan manusia sumber penghasilan sehingga mereka bisa hidup dan bertahan di dunia. Nilai yang terkandung dalam lontar ini sangat relevan dengan keadaan Bali saat ini.
Oleh karena itu, untuk mendorong pariwisata dengan tetap melakukan perlindungan pada lahan pertanian, masyarakat dapat mengaktualisasikan isi Lontar Dharma Pemaculan dalam keseharian. Petani Bali bertani dengan kearifan-kearifan ini, menjadikannya nyata dalam aktivitas pertanian. Hal ini akan menghadirkan keunikan tersendiri sehingga menarik minat wisatawan untuk hadir.
Dibandingkan mengubah lahan pertanian demi objek wisata baru atau akomodasi, pilihan menjadikan sawah sebagai tempat wisata melalui konsep belajar bertani berbasis Lontar Dharma Pemaculan jauh lebih menguntungkan. Wisatawan dapat mengikuti setiap proses penanaman padi, pemupukan, pencegahan hama, dan pemanenan menurut kearifan lokal Bali. Para wisatawan diajak langsung turun ke sawah dan mengikuti proses bertani yang dilakukan oleh petani. Ketika waktu pembibitan tiba, wisatawan dapat belajar langsung bagaimana proses pemilihan dan pembibitan padi. Mereka akan diberikan pengetahuan mengenai biji padi yanglayak ditanam. Pada masa pemberian pupuk, wisatawan dapat mengetahui secara langsung pupuk yang diberikan dan dengan alasan apa pupuk itu diberikan. Begitu pula ketika masa pemanenan tiba, wisatawan dapat merasakan langsung proses pemanenan. Wisatawan juga dapat melihat upacara yang dilakukan baik sebelum atau sesudah pemanenan padi dilakukan. Setiap prosesi dalam pertanian di Bali adalah upacara. Kultur demikian dapat menarik wisatawan.
Terkait akomodasi penginapan, pola menginap di rumah warga adalah alternatif yang bisa ditiru. Warga bisa menyediakan tempat menginap bagi wisatawan. Pemerintah kemudian hadir untuk memberikan edukasi dan bantuan sehingga akomodasi yang disediakan masyarakat sesuai standarisasi. Laut di Bali sudah sesak, tidak saja oleh wisatawan, tetapi juga karena sampah. Saatnya wisatawan hadir di rumah-rumah warga, menikmati makanan tradisional berbahan rempah asli dengan keindahan sawah, bukit, atau gunung yang memukau.
Dengan cara dan proses seperti ini, konsep ‘pariwisata berkelanjutan’ dapat dicapai oleh masyarakat Bali. Salah satu contoh objek wisata dengan konsep seperti ini adalah Desa Wisata Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, Bali. Desa dengan sistem pertanian tradisional ini sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia pada tahun 2022 dan menjadi salah satu destinasi pariwisata. Selain Jatiluwih, Penglipuran juga bisa menjadi contoh. Wisatawan hadir bukan hanya untuk melihat laut atau kelap-kelip lampu diskotik, melainkan kearifan-kearifan yang masih dipegang teguh masyarakat. Di Penglipuran, banyak warga yang menyediakan tempat menginap bagi wisatawan.
Dengan terjaganya lahan pertanian dan tetap berkembangnya pariwisata, maka tujuan pariwisata berkelanjutan dapat dicapai. Ketika kearifan-kearifan diaktualisasikan, baik petani maupun pelaku pariwisata tetap mendapatkan keuntungan yang menjanjikan. Tidak akan ada lahan dan sawah yang dirusak dan tidak akan ada sektor pariwisata yang tersendat. Lahan pertanian akan tetap terjaga bahkan akan terus dikembangkan karena telah menjadi objek wisata yang menguntungkan. Bali akan dikenal bukan saja karena keindahan alamnya, banyaknya pura, atau keramahan penduduknya, melainkan juga karena sistem pertaniannya.
Konsep pariwisata berkelanjutan dengan tujuan melindungi alam, budaya, dan manusia belum sepenuhnya terlaksana. Bali sebagai salah satu daerah yang berupaya menerapkan konsep pariwisata berkelanjutan, masih belum mencapai tujuan. Dengan demikian, aktulisasi kearifan harus terus didengungkan. Nilai kearifan akan mengkristal dan melekat dalam setiap aktivitas masyarakat Bali apabila setiap orang dengan sadar ingin dan ikhlas melakukannya. Bali harus tetap diwariskan sebagai Pulau Dewata kepada anak cucu kelak. Maka, pariwisata di Bali jangan sampai merongrong ke-Baliannya. Alih fungsi lahan adalah salah satu penyebab lunturnya karakteristik Bali. Maka, aktulisasikan kembali kearifan leluhur untuk menjaga alam, budaya, dan manusia Bali.
DAFTAR PUSTAKA
I Wayan Winjana, Ni Made Indiani, I Ketut Winantra. 2020. Dharma Pemaculan Vis-à-vis Revolusi Hijau. Pustaka Larasan. Denpasar, Bali.
Ni Putu Sri Pratiwi, Nunung Nurwati. 2023. Perubahan Budaya dalam Ritus Pasca Panen Padi (Analisis Perubahan Sosial dalam Dimensi Kultural dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tabanan). Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. ISSN 2615-0913
Imtihana Chofifah. 2019. Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Objek Wisata di Desa Banjarsari, Kecamatan Bandar Kedung Mulyo, Kabupaten Jombang. Vol 1 No 2.CS.
Purwowidhu. 2023. Kian Meleset di 2023, Pariwisata Indonesia Bersiap Menuju Level Prapandemi. https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/kian-melesat-di- 2023-pariwisata-indonesia-bersiap-menuju-level-prapandemi. Diakses tanggal 28 Agustus 2024
Harian Noris Saputra. 2022. Alih Fungsi Lahan Jadi Tantangan Bali Jaga Daya Tahan Pangan. https://m.bisnis.com/amp/read/20220622/537/1546781/alih-fungsi-lahan-jaditantangan-bali-jaga-daya-tahan-pangan. Diakses tanggal 28 Agustus 2024
(Artikel ini pemenang Lomba Opini oleh Persma Akademika, Unud)