• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Tuesday, May 20, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Kabar Baru

Pariwisata Bali Mau Kemana? Tanyakan Pada Rumput Yang Bergoyang

Persma Akademika by Persma Akademika
28 September 2024
in Kabar Baru, Opini
0 0
0

Oleh: I Dewa Ayu Anandhita putri

Pariwisata Kuta, Badung. siapa yang tak mengenal dengan tempat wisata tersibuk di Bali ini? Tempat wisata yang dari segi apapun, selalu terlihat beragam hal dengan jumlah yang “membludak”. Bisa kita liat dari segi jalanannya, yang tiada hari tanpa dipenuhi dengan beragam huruf pada plat kendaraan yang selalu berimpit. Tak hanya itu, segala macam ras ataupun warna kulit, yang tak pernah lenggang mencoba berbagai aktivitas di tempat dengan citra gemerlap ini. Tetapi siapa sangka? Tempat yang seakan diduduki kembali oleh wisatawan asing berkulit putih, ternyata meruapakan tempat pertama mendaratnya pasukan bala tentara kerajaan Majapahit di tahun 1334.

Lokasi yang menjadi tempat pasukan bala tentara itulah yang menjadi alasan dibalik nama “benteng” yang sesuai dengan prasasti di Pura Sanggaran, Kuta. Bahkan ketika pertama Kali didatangi oleh pasukan tentara, Kuta hanya sebatas hutan rimba. Namun, jika kita melihat dari sejarahnya saja, tidak heran jika Kuta memiliki magnet dengan tarikat dasyatnya. Nyatanya, Kuta sejak terdahulu telah menjadi lokasi strategis. Hal tersebut pun berhasil menarik para pedagang dari berbagai negara, untuk menurunkan jangkar kapalnya. Tak cukup sampai sana. Kuta juga telah menjadi tempat persembunyian bagi perampok dan bajak laut, bahkan sebagai pusat penyeludupan candi ke Jawa sekitar 1826. Dari sini saja kita sudah dapat melihat, bagaimana konsep “perampokan” di Kuta sudah terbentuk sejak dulu hingga kini. Tetapi bedanya, “merampok” yang terjadi saat ini adalah merebut lahan persawahan, untuk membangun fasilitas megah seperti hotel bintang yang seakan terus dibangun untuk menyaingi bintang bertebaran di langit Kuta.

Tak puas dengan “merampok” Kuta, maka pemerintahan Indonesia di tahun 1969 melakukan kerja sama United Nations Development Program (UNDP) yang melakukan pengembangan pariwisata di Bali Selatan, yakni Nusa Dua dengan rancangan SCETO Badan Pariwisata Prancis. Dimana SCETO plan ini ingin menitikberatkan bahwa pariwisata bisa menjadi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, namun tetap ingin melestarikan nilai – nilai budaya hingga lingkungan alam. Hal tersebut merupakan tujuan untuk mencapai konsep pariwisata berkelanjutan. Konsep SCETO Plan menempatka Nusa Dua sebagai “basis” akomodasi wisatawan asing dengan tanah Bali lainnya di seluruh pelosok Bali sebagai jendela dan halaman para wisatawan “bermain” menikmati keelokan dan keunikan Bali.

Hanya saja, konsep SCETO Plan yang begitu bagus tersebut tidak terus dapat dijalankan. Setidaknya sejak dekade 80 an, konsep Pariwisata Bali yang berpijak pada SCETO Plan diobrak-abrik oleh Gubernur Bali ketika itu, IB Oka. Ribuan hektar tanah Bali yang tadi sawah, kebun dan hamparan tanah yang menghijau digilas. Diobrak-abrik dan disulap menjadi resort, hotel dan aktivitas sarana pariwisata lainnya. Hal itu terjadi karena oleh Gubernur Bali, tanah-tanah Bali “dijual” dan “diobral” ke investor-investor Jakarta dan asing.

Apa yang dilakukan IB Oka telah memporakporandakan konsep pengembangan Nusa Dua dan pariwisata Bali secara keseluruhan. Padahal di dokumen SCETO Plan tahun 1972 itu pengembangan Nusa Dua mengikuti zonasi tata ruang mengurus batas garis pantai, konsep lansekap, desain utilitas serta sistem keamanan seperti yang tertuang dalam rencana induk pembangunan serta dikelola dengan konsep ramah lingkungan. Dari program SCETO plan ini, pemerintah ingin menjalankan bagaimana konsep dari pariwisata berkelanjutan. Dengan konsep pariwisata berkelanjutan yang sejalan dengan tujuan dari SCETO plan, yakni untuk melibatkan masyarakat lokal dalam inisiatif mengembangkan pariwisata dengan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat lokal.

Tetapi sayangnya, kembali lagi pada kata “tidak konsisten”. Hal ini disebabkan karena pada saat itu pemerintahan berganti dan sedang gencar – gencarnya tancap gas. Sehingga pemerintah mengizinkan dibukanya enam area wisata lainnya pada 1993, dan menyebabkan luas total kawasan wisata mencapai seperempat Pulau Bali. Seperti halnya memberi umpan kepada banyak kepada ikan, maka ini memberi banyak tempat pariwisata yang dibuka, seperti hotel dan villa kepada wisatawan yang membludak datang ke Nusa Dua. Maka hal tersebut menyebabkan adanya deregulasi perbankan yang memudahkan investor untuk mendapat modal pinjaman, dan mulai menyimpang pada konsep pariwisata berkelanjutan. Hal ini dikarena tanah – tanah sawah di Bali selatan mulai beralih fungsi secara masif menjadi permukiman dan akomodasi pariwisata.

Kondisi itu terus berlanjut. Satu diantaranya masih di Kabupaten Badung tetapi agak ke tengah, yaitu Canggu. Canggu yang selalu menjadi lintasan merah pada aplikasi penunjuk jalan dan menjadi Overtourism. Maka, dampak yang dihadapkan baik oleh Canggu ataupun wilayah lain di bagian selatan Bali, seperti menghilangkan ruang hijau yang membentang, dan menggantikannya dengan bangunan kepentingan turis. Seakan, Canggu ataupun Nusa Dua hanya dijadikan sebagai pemuas bagi turis, dengan melampiaskan pada bentangan alam Bali dengan berjuta sumber kebutuhan masyarakat lokal.

Lantas, apakah Bali hanya terpaku pada pariwisata massalnya? Nyatanya tidak. Kita justru dapat melihat pada bagian pegunungan yang juga masih berada di Badung, yakni desa di Banjar Kiadan, Desa Pelaga, Kabupaten Badung, Bali. Desa dengan suhu udaranya yang tetap terasa segar, ditengah hiruk pikuknya pancaran hawa dari Canggu dan Nusa Dua. Hal ini dikarenakan Desa Kiadan menerapkan konsep jaringan ekowisata desa. Sebuah konsep yang jelas-jelas sejalan dengan konsep pariwisata berkelanjutan.

Konsep Ekowisata merupakan wisata berbasis alam yang berkelanjutan dengan sistem pengalaman dan pendidikan tentang alam, dikelola dengan sistem pengelolaan tertentu, dalam memberi dampak negatif paling rendah terhadap lingkungan, tidak bersifat konsumtif dan berorientasi pada lokal (dalam hal control, manfaat yang diambil dari kegiatan usaha). Dengan konsep itulah, kita akan melihat konsep ekowisata masyarakat yang berasal dari sumber daya alam lokal yang dijalankan oleh masyarakat lokal, Bahkan, di tengah Canggu dan Nusa Dua yang ber bondong – bondong membangun fasilitas mewah, Desa Kiadan ini justru anti pada pengembangan pariwisata oleh pemodal besar (investor) dan hanya “memoles” sedikit dari sumber daya alam yang ada dan membatasi jumlah wisatawan. Dari situ saja kita dapat melihat, bahwa program jaringan ekowisata desa ini dapat dijadikan contoh sebagai pariwisata berkelanjutan. Hal ini dikarenakan jaringan ekowisata desa, telah memenuhi aspek penting pariwisata berkelanjutan.

Aspek penting tersebut, terdiri dari keberlanjutan lingkungan yang telah meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti One day trip di Desa Kiadan. One day trip ini berisi kegiatan wisatawan menikmati kopi organik Pelaga hingga tracking di sekitar Pelaga. Setelah itu, aspek keberlanjutan sosial dan budaya yang mendukung kebudayaan lokal, tradisi, serta nilai – nilai masyarakat setempat. Terakhir adalah aspek keberlanjutan sosial. Aspek ini memberikan manfaat ekonomi yang adil dan berkelanjutan termasuk masyarakat lokal. Seperti halnya pada Desa Kiadan juga yang memiliki konsep keterlibatan tenaga kerja dalam ekowisata, dengan mengandalkan masyarakat lokal. Hal ini dikarenakan hanya masyarakat lokal yang mengetahui bagaimana desanya. Maka, dengan terpenuhinya tiga aspek penting pada pariwisata berkelanjutan, akan membawakan dampak positif dengan terjaganya lingkungan dan mendukung kesejahteraan masyarakat setempat.

Sekarang, kembali lagi pada kita. Bali Ingin menjadi seperti hiruk pikuk dengan membludaknya wisatawan di Canggu dan Nusa Dua? Atau ingin mengikuti jejak jaringan Ekowisata Desa Kiadan dengan tetap melestarikan sumber daya alamnya, sekaligus mendapatkan bonus pemasukan? Tanyakan pada rumput-rumput yang bergoyang kata penyanyi lawas, Ebiet G. Ade.

(Artikel ini adalah salah satu pemenang Lomba Opini oleh Persma Akademika)

Tags: Wisata BaliWisata Berkelanjutan
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Persma Akademika

Persma Akademika

Pers Mahasiswa Akademika Universitas Udayana - Sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa atau lembaga dalam bidang jurnalistik di Universitas Udayana. Sekretariat : Gedung Student Center Universitas Udayana, Jalan Dr. Goris, Denpasar, Bali. http://www.persakademika.com/

Related Posts

Rekomendasi Day Trip Eksplor Nusa Lembongan

Rekomendasi Day Trip Eksplor Nusa Lembongan

14 March 2025
Instagramble, Nusa Penida Jadi Pilihan Saat Liburan Imlek

Mengurai Simfoni Pembangunan di Bawah Langit Nusa Penida

28 September 2024
Perjalanan Menemukan Jiwa Ekowisata di Tengah Mass-Tourism Bali

Mengaktualisasikan Kearifan Menuju Pariwisata Bali Berkelanjutan

27 September 2024
Pariwisata Bali Mengarah ke Eksploitasi Alam

Pariwisata Bali Mengarah ke Eksploitasi Alam

3 September 2024
Tegalalang Tak Kalah Cantiknya

Kritik atas Perda Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali

21 April 2024
Melali ke Desa Penatahan: Wisata Anti-Mainstream

Melali ke Desa Penatahan: Wisata Anti-Mainstream

8 February 2024
Next Post
Instagramble, Nusa Penida Jadi Pilihan Saat Liburan Imlek

Mengurai Simfoni Pembangunan di Bawah Langit Nusa Penida

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Warisan Kuliner dan Talenta Lokal dalam Ubud Food Festival 2025

Warisan Kuliner dan Talenta Lokal dalam Ubud Food Festival 2025

20 May 2025
Melihat Hukum dari Lubang Toilet

Melihat Hukum dari Lubang Toilet

19 May 2025
[Ilustrasi] Wacana Bali Mandiri Energi Bersih

[Ilustrasi] Wacana Bali Mandiri Energi Bersih

18 May 2025
Kampanye 2 Anak Dihentikan, Ini Instruksi KB Krama Bali

Kampanye 2 Anak Dihentikan, Ini Instruksi KB Krama Bali

17 May 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia