Oleh Ni Komang Yuko Utami, I Putu Gede Rama Paramahamsa, dan Luh De Suriyani (BaleBengong)
Sedikitnya 23 petahana, caleg yang pernah menang Pemilu kini berlaga lagi tingkat DPR dan DPRD. Sebagian dari PDIP. Bagaimana tanggung jawab para petahana yang sudah menjabat 10 tahun ini pada penanganan bencana di dapilnya? Karena kerentanan bencana sangat terkait dengan kondisi lingkungan hidup, tantangan besar di Bali di tengah makin meluasnya alih fungsi lahan dan tekanan industri pariwisata.
Isu penanganan bencana atau penyelamatan lingkungan nampaknya tidak menjadi program usulan di sebagian besar daftar calon legislatif yang sudah pernah menang Pemilu dan kini nyaleg lagi (petahana).
Sedikitnya terdata 23 petahana yang pernah menduduki kursi DPRD Provinsi Bali, menang pemilu 2014 dan 2019, kemudian mencalonkan lagi di Pemilu 2024 ini. Dari jumlah itu, sebanyak 2 orang berlaga di DPR, sisanya tingkat DPRD Provinsi Bali.
Terbanyak dari PDIP hampir 50% sebanyak 11 orang, sisanya dari Golkar (6), Gerindra (3), Demokrat (2), dan Nasdem (1). Jumlah petahana perempuan hanya 3 orang dari Demokrat, Golkar, dan PDIP.
Terkait mitigasi bencana, hanya ada 2 caleg yang mencantumkan program usulan “meningkatkan kualitas lingkungan dengan mengurangi alih fungsi lahan dan hutan”. pada program usulan di Pemilu 2024 ini. Mereka adalah Ni Putu Yuli Artini (Karangasem) dan Made Suardana (Jembrana), keduanya Golkar.
Program usulan keduanya persis sama, termasuk kesalahan penulisannya (typo). Yuli Artini adalah anak dari mantan Bupati Karangasem I Wayan Geredeg (menjabat 2 periode 2005-2015) yang kini mencalonkan sebagai DPD.
Dari jumlah itu, ada 7 caleg DPRD Bali yang tidak bisa dilihat program usulan dalam situs resmi infopemilu.go.id Dari jumlah itu, 5 caleg DPRD dan 2 caleg DPR RI. Hanya muncul nama, jenis kelamin, kota, dapil, dan no urut.
Sedangkan program usulan caleg lain cukup normatif yakni “memaksimalkan tugas dan fungsi wakil rakyat dalam bidang legislasi, budgeting dan pengawasan: motivasi nyaleg: mengabdikan diri untuk kepentingan bangsa dan negara.” Hanya satu orang yang lebih spesifik di infrastruktur yakni I Wayan Rawan Atmaja (Golkar-dapil Badung) yakni terbangunnya transportasi publik yang berkualitas sehingga mengurangi kemacetan.
Sebagai informasi, jumlah caleg yang berlaga untuk DPR dari Bali sebanyak 153 orang, merebutkan 9 kursi. Sedangkan caleg kontestan DPRD Provinsi Bali sebanyak 554 orang untuk berebut 55 kursi.
Berikut titik daerah pemilihan (dapil) dan petahana legislatif pusat dan Provinsi Bali pada Pemilu 2024. (klik jika peta tidak terlihat di layar)
Buleleng menjadi peringkat pertama pada kejadian terbanyak bencana banjir dan tanah longsor, sepanjang hampir 10 tahun ini. Banjir sebanyak 201 kejadian dan longsor sebanyak 384 kejadian. Sedangkan korban longsor di Buleleng terbanyak kedua di Bali. Para petahananya yaitu Dewa Made Mahayadnya dan I Kadek Setiawan dari PDIP nyaleg lagi dengan program usulan yang sama dengan caleg PDIP lainnya. Sedangkan, I Nyoman Sugawa Korry dari Golkar, nyaleg DPR RI, tapi profilnya tidak bersedia dipublikasi. Partai Demokrat ada I Komang Nova Sewi Putra, nyaleg lagi di DPRD Provinsi tetapi profilnya tidak bersedia dipublikasi.
Berdasarkan data BPBD Provinsi Bali, jumlah kejadian tanah longsor di Karangasem berada pada peringkat kedua terbanyak, yaitu 328 kejadian. Jumlah korban longsor terbanyak ada diurutan pertama, sepanjang hampir 10 tahun. Petahananya ada Kari Subali, dari Nasdem. Sempat nyaleg lagi tetapi memutuskan mundur. Alasannya ingin kader lebih muda untuk maju dan ada niat untuk mencalonkan diri sebagai Bupati Karangasem. Caleg petahana dari PDIP, Ni Kadek Darmini memiliki program usulan yang sama dengan caleg PDIP lainnya. Sedangkan, Ni Putu Yuli Artini dari Golkar program usulannya sama persis dengan Caleg DPRD Provinsi Bali dari Jembrana. Partai Gerindra ada I Nyoman Suyasa, tidak menyertakan program usulan dalam situs info pemilu.
Bencana memang bisa terjadi di mana saja Namun bisa dimitigasi atau dikurangi dampak buruknya.
Pada 9 Februari 2024, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bali (BPBD) merilis peringatan waspada bencana pada Pemilu di Bali 14 Februari 2024. Kepala Pelaksana BPBD I Made Rentin dalam suratnya ini menyebut karena memasuki periode musim hujan, sehingga bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, tanah longsor dan cuaca ekstrem dengan angin kencang disertai petir menjadi ancaman.
Peringatan ini juga berdasarkan peringatan dini cuaca dan iklim provinsi Bali periode dasarian 1 februari 2024 BBMKG Wilayah III, terdapat peluang curah hujan tinggi berkisar
antara 10% – 40% di beberapa wilayah Bali. Dalam surat ini dilampiri pula mitigasi bencana longsor, banjir, dan petir.
Bencana banjir atau longsor akan berdampak pada rusaknya infrastruktur pendukung seperti tempat pemungutan suara (TPS) serta rusaknya logisik pemilu seperti kertas suara, daftar pemilih, dan lainnya.
Apakah peringatan ini mendapat perhatian serius? Akan ada 3,2 juta calon pemilih di lebih dari 12.800 TPS di Bali. Apakah mitigasi dijalankan?
Made Suardana adalah salah satu caleg yang mencantumkan gagasan pengurangan alih fungsi lahan dan sudah menang dua kali Pemilu 2014 dan 2019, kini mencalonkan lagi dari dapil Jembrana. Salah satu kabupaten yang kini kejadian bencananya makin meningkat.
Pemetaan kejadian bencana terbanyak 10 tahun terakhir dengan daftar petahana-nya ada di bagian berikut tulisan ini.
Menurutnya saat ini mulai muncul bencana salah satu terkait menurunnya kelestarian hutan. “Dulu pemerintah mengharap petani tanam kayu yang tidak bisa dikonsumsi,” ujarnya, dihubungi pada 10 Februari 2024.
Inilah yang dinilainya salah satu penyebab perambahan hutan yang memicu bencana, selain curah hujan tinggi. Ada juga masalah lain seperti kurangnya tanggul-tanggul dan embung penahan air di hulu. Karena itu, ia mendukung pengembangan kawasan tani hutan agar warga bisa menanam pohon besar umur panjang yang memberikan hasil seperti durian, alpukat, dan lainnya.
Sebagai petahana dua kali Pemilu, memiliki kekuasaan membuat regulasi dan penganggaran, apakah ia sudah bisa menghasilkan aturan yang relevan dengan situasi dapilnya? Dengan normatif ia menjelaskan tentang fungsi DPRD seperti penganggaran dan pengawasan.
“Peran DPRD membuat regulasi, memperbaiki regulasi, harus melalui aturan, pelaksanaan didukung pendanaan, pengawasan, benarkah tertib tanam pohon tanam tuwuh?” ia mencontohkan model pengawasan di kawasan tani hutan. Namun tantangannya harus ada sinergi antara legislatif dan eksekutif, seperti peningkatan fasilitas dan jumlah pengawas hutan.
Ditanya soal kemajuan apa yang sudah dihasilkan dalam mitigasi bencana setelah 10 tahun menjabat, Suardana menjawab, “10 tahun lagi saya yakin Jembrana makmur, kaya hasil hutan.”
Sepanjang tahun 2014-2023, DPRD Provinsi Bali baru menyetujui Raperda tentang Penyelenggaraan Bencana menjadi Perda Provinsi Bali Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Perda ini baru diundangkan pada tanggal 31 Agustus 2023. Lahirnya perda ini cukup lambat mengingat Bali kerap diterjang bencana sepanjang tahun. Sementara para petahana sudah memenangkan Pemilu 2014, 2019, dan kini kembali mencalonkan diri. Jadi setidkanya sudah 10 tahun menjabat sebagai regulator, penyusun aturan, anggaran, dan pengawas kebijakan.
Selain itu ada penataan ruang Provinsi Bali tertuang dalam Perda Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029. Pada pasal 3 berbunyi untuk mewujudkan Ruang wilayah Provinsi yang berkualitas, aman, nyaman, produktif, berjati diri, berdaya saing, ramah lingkungan dan berkelanjutan sebagai pusat pengembangan pariwisata, pertanian dan industri berbasis budaya dijiwai oleh filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola dan satu tata kelola.
Namun itu baru di atas kertas. Praktiknya, kerap terjadi pelanggaran penataan ruang dan konflik berbasis lahan di Bali.
Sejumlah LSM dan komunitas masyarakat sipil di Bali membawa isu kerusakan lingkungan dan konflik ruang karena alih fungsi lahan pada Festival Hari Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember 2023 lalu.
Dua butir pernyataan yang dibacakan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, Rezky Pratiwi secara bergantian dengan lembaga lain adalah, pertama, ekspansi industri pariwisata mengancam ruang hidup masyarakat dan menimbulkan konflik tenurial. Berikutnya, alih fungsi lahan yang masif tidak diiringi oleh tata ruang yang memperhatikan dampak sosial dan lingkungan, memunculkan masalah privatisasi ruang, kemacetan, polusi, dan pengelolaan sampah yang semrawut.
Dicontohkan, di Kabupaten Buleleng, Masyarakat Adat Dalem Tamblingan sedang berjuang untuk hak pengakuan atas hutan adat mereka agar terlindung dari eksploitasi. Di Celukan Bawang, PLTU Batubara hingga kini terus meracuni udara, mencemari laut, merugikan masyarakat di pesisir termasuk berdampak serius terhadap kesehatan warga. Di Kabupaten Bangli, petani yang hidup turun temurun di Gunung Batur Bukit Payang terancam penjara dan tanahnya digusur. Di Kabupaten Karangasem, masyarakat Desa Bugbug juga terancam penjara karena membela kawasan suci dari pembangunan resort. Banyak lagi konflik lainnya yang tidak hanya terjadi di Bali namun juga di Indonesia.
Dalam ulasannya, akademisi Bali, I Gusti Agung Made Wardana, ahli hukum lingkungan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengingatkan hukum dalam konteks nasional dijadikan sebagai alat represi rezim pemerintahan. Hal ini dilihat dari kasus-kasus perampasan ruang hidup saat warga protes, misalnya saat warga mempertahankan ruang dari ekspansi industri ekstraktif. Seperti perkebunan kelapa sawit, tambang, dan proyek pariwisata.
Agung Wardana menjelaskan, untuk konteks Bali, ketika membicarakan tentang konflik ruang dan mempertahankan hak, tidak bisa dilepaskan dari bagaimana cara kerja dan ekspansi industri pariwisata. Menurutnya perlu dikaji bagaimana industri pariwisata ini sebagai corak produksi yang dominan, bekerja, melahirkan kontradiksi-kontradiksi, baik kepada masyarakat lokal maupun terhadap lingkungan. “Tak ayal, pariwisata bisa memberikan ancaman pada lingkungan dan perampasan hak masyarakat lokal termasuk ruang hidupnya,” lanjutnya.
Di sisi penegakan aturan pun, peran regulator dalam pengawasan perlu dipertanyakan. Dari catatan BaleBengong, baru awal tahun 2024, WALHI Bali sudah membuat surat protes atau penolakan sedikitnya 4 proyek terutama wisata yang bermasalah dengan izin lingkungan, analisis dampak lingkungan (Amdal), atau melanggar tata ruang.
Konflik kepentingan antara konsep pelestarian dan pembangunan ekonomi makin nyata dan silang sengkarut. Akhirnya membuat pulau ini makin rentan bencana.
Pentingnya kebijakan pencegahan dan penanganan bencana berdampak pada korban terdampak. Berikut fluktuasi kejadian bencana dan korbannya selama satu dekade terakhir.
Tiga kabupaten dengan kejadian bencana terbanyak
Kami menganalisis data bencana Bali selama hampir 10 tahun (2014-2023). Dari data ini dianalisis fluktuasi kasus per tahun, tiga kabupaten dengan kejadian banjir dan longsor terbanyak, fluktuasi korban, dan beberapa contoh perubahan tata ruang dari citra satelit.
Tak mudah memvalidasi data bencana. Setidaknya ada 3 data yang dijadikan referensi yakni data BPBD (daerah), BNPB (nasional), dan Satu Data (platform data base Indonesia).
Hasilnya, ada sejumlah sampling data yang berbeda dari ketiga sumber data tersebut. Bahkan ada temuan aneh, pada 2020 di Tabanan tidak ada tercatat kejadian bencana di ketiga sumber data di atas, namun ada jumlah korban. Setelah ditelusuri pemberitaan di sejumlah media, ada 58 titik bencana.
Setelah klarifikasi dengan BPBD Bali, akhirnya disepakati menggunakan data dari institusi ini untuk kejadian bencana dan data korban dari situs BNPB.
Berikut fluktuasi bencana banjir dan longsor, dua jenis kejadian terbanyak di Bali selama 10 tahun terakhir.
Sepanjang 2014-2023 (selama 10 tahun) kabupaten dengan jumlah kejadian banjir dan longsor terbanyak adalah Buleleng (585 kejadian), Gianyar (448), dan Karangasem (399).
Disusul Badung (396), Bangli (299), Tabanan (292), Jembrana (144), Denpasar (63) dan Klungkung (52). Dua kabupaten terakhir adalah yang paling kecil luas wilayahnya. Kejadian longsor mendominasi jenis bencana selama 10 tahun ini. Salah satu bukti masalah pengendalian tata ruang.
Kejadian bencana banjir dan longsor serta korbannya selama 10 tahun
Kejadian banjir terbanyak di Buleleng dengan 201 kejadian, disusul Gianyar (126), dan Jembrana (101). Jika dipantau kejadian tiap tahun, yang menunjukkan peningkatan banjir adalah Jembrana, pada 2021 hanya ada 11 kejadian, tahun berikutnya berlipat jadi 57 kejadian. Sedangkan Buleleng cukup konsisten jumlah kejadiannya sampai 2018, lalu meningkat terus pada 2016-2018, sempat menurun, lalu meningkat pada 2022-2023.
Sementara untuk kejadian longsor terbanyak juga Buleleng 384 kejadian, disusul Karangasem (328), dan Gianyar (322). Jika ditelusuri tap tahunnya, yang menunjukkan peningkatan longsor adalah Karangasem. Misalnya dari 2020 (26), 2021 (51), turun jadi 44, kemudian meningkat drastis pada 2023 (80).
Merujuk jumlah korban, selama 10 tahun korban banjir dan longsor terbanyak adalah Jembrana, Karangasem, dan Denpasar.
Fluktuasi korban banjir terjadi di Buleleng, walau kejadian bertambah tapi korbannya berkurang. Pada 2014 (27) menurun 2015 (12), lalu 2016 (6). Sedangkan korban banjir meningkat drastis terjadi di Tabanan, karena pada 2014-2018 nol korban, lalu 2020 menjadi 40 korban. Setelah dicek, ada peristiwa banjir hampir merata 58 titik di 10 kecamatan pada 12 Oktober 2020. Namun lucunya, data banjir pada tahun yang sama di Tabanan nol kejadian, sesuai dengan data BNPB, BPBD, dan Satu Data Provinsi Bali.
Adi Thiana Putra, Kepala Seksi Data BPBD Bali berterima kasih ada koreksi data. Setelah diricek, ia mengatakan ada masalah input data, namun data dari BPBD Tabanan juga belum divalidasi. “Tidak ada proses validasi tahun itu, mereka catat 3 kejadian,” ujarnya. Ia meminta menggunakan data pemberitaan media sebayak 58 kejadian banjir pada 2020 di Tabanan.
Kami bertanya apakah data lainnya akan divalidasi, ia mengatakan akan perlu waktu cukup lama. Jika ada perubahan, akan diinformasikan.
Fluktuasi korban dan kejadian bencana di Bali ini menunjukkan pulau dewata dengan jargon pulau surga ini makin rentan. Perubahan tata ruang atau tutupan lahan dari citra satelit bisa menunjukkannya.
Perubahan ruang dari citra satelit
Dari citra satelit wilayah terdampak yang diperiksa adalah Jembrana karena menunjukkan tren peningkatan banjir. Salah satunya kasus 2022 banjir bandang di daerah aliran sungai (DAS) Biluk Poh yang berdampak pada ratusan rumah warga terendam air bah, lumpur, sampai ribuan kubik batang-batang kayu.
Hujan lebat dan banjir bandang pada 17 Oktober 2022 melumpuhkan rumah-rumah yang berdiri di bantaran sungai Bilok Poh, Jembrana. Juliada salah satu korban banjir bandang saat itu.
Kami mendatangi rumahnya setelah seminggu terjangan banjir, kondisi rumah Juliada masih dipenuhi lumpur. Runtuhan tembok-tembok bercecer dan beberapa barang rumah yang terselamatkan masih tahap pembersihan. Kasur ukuran 200 cm dengan sisa lumpur yang masih menempel milik Juliada sesekali dijemur ketika ada terik matahari. Meski, kondisi cuaca di Jembrana tak pernah bisa diterka. Juliada merapikan apa yang bisa dirapikan.
Tak banyak yang bisa diceritakan Juliada ketika air memenuhi rumahnya. Sebab sejak pukul 8 malam sebelum air bah itu meluap, ia dan keluarga sudah berpindah ke posko pengungsi. Sehari setelah aliran air di sungai itu meruntuhkan rumahnya, Juliada melihat tembok rumahnya bolong. Garasi motor terbuat dari seng dan besi yang berdiri di depan pintu masuk rumahnya tak lagi tersisa.
Ia mampu memperkirakan seberapa tinggi air meredam rumahnya. Sisa lumpur yang meninggalkan batas di tembok rumahnya menjadi tanda bahwa air bah pada malam kemarin mencapai setinggi 1.5 meter. Begitu pula jejak waktu banjir tertanda pada jarum jam dinding pukul 12 malam yang mati karena terendam air.
Ini adalah kali ketiga banjir merendam rumah Juliada, yakni setelah 1998 dan 2018. Namun, banjir di penghujung tahun 2022 inilah yang paling besar.
BaleBengong juga menelusuri dua kawasan hutan yang memberikan izin pemanfaatan hutan desa di sebagian kecil yang sudah dirambah (sawen atau ngawen) jadi kebun untuk tanaman yang cepat menghasilkan seperti pisang dan vanili. Dua tersebut adalah Yehembang Kauh dan Penyaringan. Kawasan hulu sungai Bilokpoh yang terkait banjir bandang pada pemukiman di hilir adalah Penyaringan.
Sebelum masuk kawasan hutan Penyaringan, ada Pura Dalem sebagai penanda ujung pemukiman penduduk. Sebuah papan petunjuk menyatakan di bagian depan ini adalah area yang dikelola Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Penyaringan. Inilah kelompok yang mendapat izin kelola hutan desa di zona pemanfaatan.
Sejak reformasi 1998, sejumlah warga mengingat mulai ada arus warga masuk hutan untuk ngawen, berasal dari kata sawen atau penanda. Mereka menanam komoditas kebun seperti pisang dan vanili di bagian terluar hutan. Makin marak sekitar 1999, saat itu meletus kerusuhan di sebagian kabupaten setelah Megawati gagal dalam pemilihan presiden di sidang MPR yang saat itu pemilik otoritas walau partainya PDIP menang Pemilu. Gus Dur melalui Poros Tengah terpilih jadi presiden dan Megawati jadi wakil. Baru 2 tahun, Gus Dur dilengeserkan. Setelah itu Megawati diangkat jadi presiden.
Perubahan tutupan hutan dan DAS Biluk Poh Jembrana pada 2020 dan 2022
(geser tombol untuk melihat sebelum dan sesudah bencana)
Berikutnya penelusuran perubahan karena alih fungsi lahan di Kabupaten Tabanan. Salah satu banjir bandang terbesar melanda tiga perumahan di Desa Sanggulan, Kediri, Tababan. Setelah ditelusuri dari tata ruang dan citra satelit, sebelum berkembang jadi ratusan unit perumahan, area terbangun adalah sawah. Tabanan adalah produsen padi terbesar di Bali. Selain itu fluktuasi korban banjir terbanyak juga di Tabanan.
Alih fungsi lahan pertanian jadi perumahan di salah satu lokasi banjir bandang di Tabanan pada 2023
Selain bencana hidrometeorologi, Bali juga terancam bencana kekeringan dan kebakaran. Bahkan pada 2023, pada musim yang harusnya penghujan, Pemerintah Bali malah menetapkan status siaga darurat bencana kekeringan dan kebakaran hutan-lahan melalui Keputusan Gubernur 19 Oktober sampai 1 November 2023. Sedikitnya 4 tempat pembuangan akhir (TPA) kebakaran, puluhan hektar lahan dan hutan, serta lebih dari 100 banjar mengalami krisis air.
Apa saja solusi yang perlu didorong ke para caleg terpilih nanti? Bagaimana warga terlibat mengawasi kinerja mereka? Akankah petahana yang sudah menjabat 10 tahun ini kembali terpilih?
Bagian kedua artikel ini di sini https://balebengong.id/regulasi-penanggulangan-bencana-bali-masih-membuka-ruang-berbisnis-di-zona-merah/
(Bagian ke-2 liputan berbasis jurnalisme data ini akan dipublikasikan pada Maret 2024. Didukung oleh Alinasi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia)