Oleh Tim BaleBengong (Luh De Suriyani, Yuko Utami, dan Rama Paramahamsa)
Tulisan bagian akhir dari serial liputan berbasis data mengenai Petahana Pemilu dan Bencana di Bali, bagian pertama adalah ini. https://balebengong.id/petahana-di-daerah-rawan-bencana/
Bali baru memiliki Perda Penanggulangan Bencana pada 2023. Anggaran pun meroket pasca Covid. Namun, regulasi ini memiliki lubang karena ada tarik menarik dengan perubahan tata ruang. Bahkan, membuka ruang berbisnis di zona merah.
Peristiwa longsor yang menimpa satu unit vila di kawasan subak Jatiluwih, Kabupaten Tabanan pada 14 Maret 2024 itu masih meninggalkan jejak. Lapisan tanah masih tebal menutupi kawasan persawahan halaman vila yang berhadapan dengan aliran sungai sangat indah, sungai Tukad Yeh Baat saat dikunjungi pada 28 April 2024.
Pemilik vila menolak diberitakan kembali karena akan berdampak pada citra Warisan Budaya Dunia (WBD) yang melekat di kawasan Caturangga Batukaru ini. Di akhir pertemuan ia melunak dan mau menyampaikan kebingungannya mengenai status Kawasan Rawan Bencana (KRB) dan pengaturan zonasi di tanah pribadi miliknya ini.
Keresahan pemiliknya Komang Ayu beralasan karena ia hendak membuka kembali vila-nya karena ia merasa lokasi vilanya sesuai pasar, hidden gem, istilah populer di media sosial. Ia juga merasa sudah mematuhi imbauan seperti bangunan tidak permanen, masih menjaga persawahan sekitarnya, memelihara sumber air, dan lainnya.
Namun, beberapa ratus meter dari lokasi vila ini masih ada papan informasi yang menyebutkan areal ini adalah Kawasan Terbuka Hijau (KTH). “Pimpinan desa di sini mengizinkan asal bangunan tidak permanen. Kalau mau menertibkan harus semua, jangan pilih-pilih, itu di sana penuh bangunan,” ia menunjuk kawasan inti WBD. Bahkan bangunan permanen dibuat di pinggir jalan utama, sementara ia merasa vilanya lebih tersembunyi.
Longsor menimpa satu unit akomodasi, vila Yeh Baat pada 14 Maret 2024 dini hari dan menewaskan dua warga negara asing yang menginap. Vila ini bagian dari puluhan unit akomodasi dan restoran lain di situs WBD UNESCO dengan nama resmi Lanskap Budaya Provinsi Bali: Sistem Subak Sebagai Manifestasi Filsafat Tri Hita Karana.
Gambar 1. Peta Kawasan Warisan Budaya Dunia UNESCO di Bali. Sumber: Situs resmi UNESCO
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tabanan Nyoman Sridana Giri mengatakan longsor disebabkan oleh saluran irigasi di atas vila jebol dan menggerus tanah dan pohon sekitarnya. Kedua korban ditemukan saat evakuasi, mereka terkubur dalam posisi di atas tempat tidurnya sekitar pukul 06.00 WITA dini hari.
BPBD menyatakan kawasan WBD adalah Kawasan Rawan Bencana (KRB) tanah longsor. Artinya termasuk zona merah. Ada sejumlah papan penanda Kawasan Terbuka Hijau (KTH). Namun lebih berfungsi sebagai pajangan karena sejumlah bangunan sudah berdiri. Misalnya sebuah papan menyebut KTH sepanjang 800 meter dan kedalaman 1000 meter. Namun dalam jarak kurang dari 100 meter sudah ada deretan bangunan permanen.
KRB atau zona merah lain yang dipadati turis dan sarana wisata adalah Penelokan, Kintamani, Kabupaten Bangli. Wilayah ini tak hanya rawan longsor, juga pernah ada beberapa kali peristiwa gempa bumi dangkal yang memicu kerugian nyawa dan material. Bahkan ada gunung yang masih aktif, Gunung Batur.
Ironisnya kawasan Penelokan makin diburu pengusaha kafe karena mendapat lanskap panorama indah Gunung dan Danau Batur.
Apakah kebijakan lingkungan di Bali mencukupi?
Kami melakukan proses topic modelling terhadap semua aturan selama 10 tahun dalam laman JDIH Bali. Topic modelling merupakan istilah yang merujuk pada satu metode pengumpulan dokumen berbentuk teks dan mengelompokkannya menjadi beberapa topik.
Selama 10 tahun terakhir, aturan yang secara spesifik mengatur tentang Bali berjumlah 1054 aturan. Peraturan Gubernur menjadi peraturan yang dominan ditemui. Perbandingannya cukup signifikan dengan Peraturan Daerah atau peraturan-peraturan lainnya.
Sementara itu, hanya ditemukan 112 Peraturan Daerah. Hal itu berarti, selama 10 tahun terakhir, ada 112 Perda Provinsi yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah oleh sekda. Mayoritas Perda membicarakan anggaran, belanja, pendapatan, modal, hingga pajak dan retribusi. Kata ‘Lingkungan’ dalam judul Peraturan Daerah hanya muncul sebanyak empat kali, dan tiap-tiapnya membahas kontribusi wisatawan terhadap lingkungan, tanggung jawab lingkungan oleh perusahaan, atau kontribusi terhadap lingkungan dari sumber lain yang tidak sah; dan hanya satu Perda Provinsi yang mengatur tentang bencana.
Melalui topic modelling, kami menemukan interval yang memuat beberapa kata kunci berkaitan dengan bencana. Setelah memasukkan dalam mesin pemodelan ditemukan bahwa dalam perda ini tidak ada kata kunci unik lainnya. Perda ini hanya didominasi kosa kata bencana dan penanggulangan.
https://voyant-tools.org/?corpus=1ffecdb076b1c2e07baa0b2741347d0c&view=Cirrus
Aturan ini memuat 25 bab dan 84 pasal yang mengatur prinsip-prinsip dasar dalam penanggulangan bencana termasuk ruang lingkupnya. Tak hanya sebagai penyusun regulasi, DPRD juga bertanggung jawab menerima laporan pertanggungjawaban dana penanggulangan bencana yang berasal dari APBD maupun non APBD kepada publik.
Meskipun baru tahun lalu disahkan, perda ini memiliki beberapa kelebihan. Misalnya, pada pembahasan hak warga diatur secara terstruktur kategori pelayanan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana. Ini juga termasuk pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban bencana. Penanganan bencana dalam perda ini juga memuat penataan sistem dasar penanggulangan bencana dan pelayanan informasi rawan bencana. Ini adalah salah satu upaya preventif dalam penanganan bencana.
Lebih rinci dalam Pasal 21 itu dinyatakan Pemda menetapkan Peta Rawan Bencana dalam perencanaan tata ruang. Peta itu berisi ancaman bencana yang terdiri erupsi gunung berapi; gempa bumi; tsunami; kebakaran hutan dan lahan (karhutla); dan lainnya. Meskipun terdapat peta pemetaan KRB, tetapi ada inkonsistensi dengan adanya Pasal 21 Ayat 3 yang melemahkan pengawasan terhadap proyek pembangunan yang abai zona merah.
Salah satu hal krusial yang ditemukan adalah terbukanya opsi untuk membuat usaha di KRB atau zona merah. Masalahnya dalam Perda ini, pebisnis hanya diminta syarat analisis dampak lingkungan yang sudah dianulir oleh UU Cipta Kerja.
Pasal itu memuat pemberian izin bagi suatu rencana usaha yang terletak pada area kawasan rawan bencana. Akan tetapi, ada syarat yang mesti dipenuhi, seperti dapat mengendalikan bencana dengan teknologi yang tepat, dapat mencegah kerugian bagi masyarakat atau yang berpotensi terkena dampak, dan dapat mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
Syarat-syarat di atas harus dituangkan dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup. Namun, UU Cipta Kerja menggantinya dengan surat pengelolaan izin lingkungan.
Dalam Perda Tata Ruang, dijelaskan tiga jenis Kawasan Strategis Pariwisata (KSP) berdasarkan kepentingannya: kepentingan ekonomi, sosial budaya, dan daya dukung lingkungan. Hanya KSPD berdasarkan kepentingan ekonomi yang kemudian diwajibkan menerapkan prinsip mitigasi bencana, sesuai dengan potensi bencana. Sementara KSP sosial budaya dan daya dukung lingkungan tidak diwajibkan menerapkan mitigasi bencana.
Pada beberapa KSPD, aturan pengembangan lokasi harus menerapkan mitigasi rawan bencana yang berbeda-beda. Di daerah pantai, seperti KSPD Canggu, Sanur, Lebih, Kuta, dan lain sebagainya, pengembangan lokasi harus menerapkan prinsip mitigasi bencana tsunami. Sementara Bedugul dan Kintamani, harus menerapkan mitigasi rawan bencana longsor. KSPD Ubud, menerapkan prinsip bangunan ramah lingkungan dan rendah karbon termasuk penerapan mitigasi rawan bencana yang ada.
Sebut saja Jatiluwih, salah satu lokasi Kawasan Strategis Provinsi (KSP) dari Sudut Pandang Sosial Budaya–yang beberapa minggu lalu menewaskan dua orang WNA akibat bencana longsor di sebuah vila. Dalam RTRW Provinsi Bali 2023 dan RTRW Kabupaten Tabanan, dijelaskan bahwa Kawasan Catur Angga Batukaru atau Jatiluwih dapat dibangun dengan “Pengendalian Pemanfaatan Ruang non-pertanian”. Tidak ada embel-embel mitigasi bencana yang disematkan pada daerah KSP Sosial Budaya.
Padahal, pada pasal 105 RTRW Bali, dijelaskan bahwa Tabanan termasuk salah satu kawasan rawan bencana gerakan tanah tinggi atau longsor. Dalam wawancara bersama Detik.com, Kepala Pelaksana BPBD Tabanan, I Nyoman Srinada Giri menyebutkan bahwa daerah Tabanan utara seperti Baturiti, Selemadeg, atau Penebel memiliki risiko bencana longsor. Dalam RTRW Provinsi Bali, tidak ada penjelasan kawasan rawan bencana secara detail. Hanya ada penyebutan kabupaten untuk tiap kawasan rawan bencana.
RTRW Provinsi Bali juga mengatur perihal pemanfaatan ruang pada kawasan rawan bencana gerakan tanah tinggi. Syaratnya, pemanfaatan ruang diperbolehkan dengan syarat pembangunan hunian terbatas, transportasi lokal, atau pariwisata alam dan pertanian.
Akan tetapi, pemanfaatan ruang dilarang untuk pembangunan pusat hunian beserta sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan sosial ekonomi. Pengendalian pembangunan secara ketat, memperhatikan teknis stabilitas lereng, sistem drainase, tidak mengganggu kestabilan lereng, menjaga vegetasi berakar kuat dan dalam, tidak berada di bantaran sungai, dan melakukan pemetaan detail gerakan tanah.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali I Made Rentin mengatakan bahwa investor dan pengembang wajib memberikan dokumen analisa risiko bencana pada Kawasan Rawan Bencana yang akan mereka garap.
“Perijinan baru keluar ketika sang pengusaha investor dan pengembang memastikan dokumen persiapan membangun bisnis yang akan dibangun telah dilengkapi dengan analisa tentang kajian di risiko bencana di daerah itu,” urainya.
Misalnya ketika para pengusaha dan pengembang membangun kafe warung di zona merah di Kintamani, setidak-tidaknya mereka bisa dibekali atau memahami risikonya dan tahu mitigasinya. “Ini loh kafe yang saya dirikan di tebing yang kecuramannya di atas 40 persen bahkan ekstrim 70 persen punya potensi ancaman bencana,” lanjutnya mencontohkan.
“Kalau saja seluruh investor memahami tentang itu, coba iseng buka regulasi tentang tata ruang daerah, itu masuk daerah apa sih? Apakah memang boleh dalam pengembangan pariwisata ada potensi risiko bencana yang cukup tinggi?” tanya Rentin.
Rentin melanjutkan, jika sejak awal seluruh investor melakukan pengecekan pada regulasi tata ruang maka kejadian seperti di Jatiluwih misalnya, tidak akan terjadi. “Bali memang menarik untuk pengembangan pariwisata. Tapi jangan lupa setiap jengkal tanah Bali memiliki potensial ancaman,” tegasnya.
Memantau kinerja petahana dalam bencana
Sumber dana penyelenggaraan penanggulangan bencana berasal dari APBD dan sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat. Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko bencana. Penyusunan ini disertai dengan anggaran bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam regulasi ini meliputi 3 tahap yaitu pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana. Perencanaan penanggulangan bencana ditetapkan oleh pemda untuk jangka waktu 5 tahun.
Dalam memantau kinerja DPRD di Bali, dapat diawali dengan mengetahui fungsi DPRD. Ada tiga fungsi yang dimiliki DPRD, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
Fungsi legislasi, DPRD membentuk perda. Kami melakukan pengambilan data dari JDIH Provinsi Bali sejak tahun 2014 hingga 2024. Berkaitan dengan bencana hanya ada 1 regulasi yang diterbitkan tahun 2023. Pada aturan itu ada beberapa hal yang diatur lebih lanjut dalam pergub. Pada fungsi anggaran, DPRD memiliki peran krusial yaitu menentukan apakah APBD yang diajukan oleh pemda dapat digunakan atau tidak. DPRD juga berfungsi melakukan revisi mengenai APBD yang diajukan oleh pimpinan daerah.
Fungsi pengawasan DPRD yaitu memantau setiap pelaksanaan peraturan daerah yang sudah disepakati bersama dengan pimpinan daerah. Ini termasuk mengawasi penggunaan anggaran yang sudah disahkan sebelumnya dalam APBD. Pada penanganan bencana, ada yang disebut sebagai dana tak terduga (DTT). Dana jenis ini dapat dicairkan jika kepala daerah telah menginformasikan daerah sebagai tanggap darurat. Namun, dana jenis ini dapat dimasukkan dalam Rancangan APBD di pos anggaran. Penggunaan anggaran untuk bencana harus memberikan laporan pertanggung jawaban.
Kinerja DPRD Bali dalam fungsi legislasi jika dikaitkan dengan bencana, tidaklah mengarusutamakan lingkungan. Ini dapat dibuktikan dari Pasal 21 ayat 3 dalam Perda Penanggulangan Bencana. Saat menanyakan pada Rentin mengenai ketentuan dalam pasal tersebut, Ia menyayangkan bunyi pasal yang berbeda dengan draft awal. Rentin mengaku akan menginformasikan kepada DPRD Bali terkait pasal bermasalah itu.
Pada kurun waktu 10 tahun, Pemilu 2014, 2019 dan baru saja usai Pemilu 2024 ada 38 petahana DPRD Bali yang terpilih kembali. Kami memetakan siapa saja petahana yang kembali melenggang termasuk jumlah bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi dalam kurun waktu satu dasawarsa.
<div class=”flourish-embed flourish-cards” data-src=”visualisation/17772345″><script src=”https://public.flourish.studio/resources/embed.js“></script></div>
Visualisasi di atas menunjukkan bahwa per kabupaten setidaknya ada ratusan kejadian bencana hidrologi. Buleleng menjadi peringkat pertama pada kejadian terbanyak bencana banjir dan tanah longsor, sepanjang hampir 10 tahun ini. Banjir sebanyak 201 kejadian dan longsor sebanyak 384 kejadian. Sedangkan korban longsor di Buleleng terbanyak kedua di Bali.
Rawan Bencana dalam RTRW Provinsi Bali
Apakah tata ruang Bali merespon mitigasi bencana? Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Perda Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 menyebutkan beberapa hal berkaitan dengan daerah rawan bencana namun sangat normatif.
RTRW Bali pada Pasal 11 ayat (5) menyebutkan adanya strategi pengembangan, pemanfaatan dan pengelolaan kawasan lindung. Tujuannya untuk proses mitigasi dan adaptasi pada kawasan rawan bencana.
Selain pengelolaan kawasan lindung, RTRW Provinsi Bali menetapkan beberapa hal, seperti perencanaan mengembangkan kawasan ruang terbuka hijau (RTH) dengan luas paling sedikit 30% dari luas Kawasan Perkotaan. Namun, target ini belum terpenuhi, terutama di Kota Denpasar karena hanya memiliki 3 persen RTH publik.
Di sisi lain Pemda Bali cukup ambisius dalam pembangunan jaringan jalan baru, mencakup, seperti jalan bebas hambatan/jalan tol antar kota sebanyak 3 ruas; jalan bebas hambatan/jalan tol dalam kota sebanyak 2; serta usulan pembangunan jalan mencakup sebanyak 35 ruas jalan.
Sistem jaringan mitigasi dan evakuasi bencana berupa pengembangan infrastruktur mitigasi dan pengurangan dampak bencana, pengembangan dan pemantapan jalur-jalur dan titik evakuasi sesuai tipe bencana. RTRW mengklasifikasikan beberapa bencana. Seperti pada sistem jaringan mitigasi dan evakuasi rawan bencana alam, meliputi kawasan rawan tanah longsor; kawasan rawan gelombang pasang; dan kawasan rawan banjir.
Sedangkan pada jaringan mitigasi dan evakuasi rawan bencana alam geologi terdiri dari kawasan rawan letusan gunung berapi; kawasan rawan gempa bumi; kawasan rawan gerakan tanah; kawasan rawan yang terletak di zona patahan aktif; kawasan rawan tsunami; kawasan rawan abrasi; kawasan rawan bahaya gas beracun; dan kawasan rawan intrusi air laut.
Kawasan rawan bencana di Bali luasnya kurang lebih 7.317 hektar, mencakup kawasan rawan tanah longsor; kawasan rawan gelombang pasang; dan kawasan rawan banjir.
RTRW Bali menunjukkan tabel pengembangan prasarana perlindungan dari bencana, ini meliputi pengendalian banjir, pengamanan pantai, dan lainnya. Apakah sudah terlaksana?
Anggaran bencana
Pandemi Covid berdampak besar bagi penganggaran bencana. Ada fluktuasi besar pada 2021-2024. Ada dua anggaran yang dikelola BPBD dan UPTD terkait penanggulangan bencana. Rentin menyebutkan ada dana tak terduga (DTT) yang dapat digunakan sebagai pembenahan fasilitas umum yang terdampak bencana.
BPBD Bali memasang anggaran belanja tidak terduga dalam satu tahun tidak lebih dari Rp20 miliar sampai Rp22 miliar. Dana tersebut tidak hanya dapat diakses BPBD untuk bencana saja. Ada beberapa hal yang dianggap darurat dapat menggunakan dana tersebut. Misalnya jembatan jebol maupun jalan rusak yang menjadi tanggung jawab Pemprov Bali.
Rentin mengungkapkan, tidak semua wilayah di Bali memiliki kemampuan finansial yang memadai dalam menangani bencana. Badung menjadi satu-satunya kabupaten di Bali yang tidak mengakses anggaran darurat untuk penanganan bencana. Sebab, Badung memiliki Peraturan Bupati Badung dengan patokan anggaran lebih besar dibandingkan Provinsi Bali.
Nilainya tertinggi maksimal Rp100 juta untuk pembenahan fasilitas umum dan sosial di Provinsi Bali, tetapi Badung telah memasang angka Rp400 juta. Rumah masyarakat yang senilai bedah rumah di Bali, Pemprov Bali mematok angka Rp50 juta. Sedangkan, Badung mematok Rp75 juta. Tidak semua kabupaten menyiapkan anggaran jenis ini. Beberapa kabupaten/kota di Bali ada yang mengikuti pola Kabupaten Badung dalam penganggaran dana tak terduga. Seperti Gianyar, Buleleng dan Tabanan, terbaru Denpasar. Meskipun anggaran yang ditetapkan nilainya tidak se-fantastis Kabupaten Badung.
Kesepakatan 2 persen anggaran untuk anggaran tak terduga itu tidak tercantum dalam regulasi penyelenggaraan penanggulan bencana. Rentin menjelaskan kesepakatan itu, berupa komitmen tak tertulis antara eksekutif dan legislatif. Melihat anggaran kebencanaan BPBD Bali, instansi wajib memberikan informasi kebencanaan. Namun, dalam anggaran program kegiatan BPBD Bali, bagian pelayanan informasi kebencanaan menyerap anggaran paling sedikit.
Sementara kegiatan pasca bencana yaitu rehabilitasi dan rekonstruksi, dananya bersumber dari APBD. Namun, jika tidak memadai maka pemda dapat meminta bantuan kepada pemerintah pusat.
https://public.flourish.studio/visualisation/17457721/
Jika dikelompokkan menurut fungsinya, anggaran terkecil adalah layanan informasi rawan bencana. Apabila dibandingkan dengan program lainnya, pada bagian pelayanan penyelamatan dan evakuasi korban bencana di tahun 2021 menggunakan dana paling besar, yaitu Rp3,3 miliar. Serapan anggaran yang cukup merata dari tahun ke tahun pada bagian penataan sistem dasar penanggulangan bencana. Meskipun pada tahun 2021 dan 2023 serapannya rendah.
Pada tahun 2024, bagian pelayanan informasi rawan bencana provinsi pada pos UPTD menganggarkan Rp458 juta sedangkan BPBD hanya menganggarkan sebesar Rp201 juta, separuh dari anggaran UPTD.
Solusi atas kebijakan
Pada kejadian longsor di Jatiluwih tidak hanya soal bencana. Ini termasuk ke persoalan pelanggaran tata ruang yang berdampak ke bencana. Akademisi Fakultas Teknik dan Perencanaan Universitas Warmadewa, I Nyoman Gede Maha Putra mengungkapkan tata ruang merupakan produk politik. “Yang harus kita sadari bahwa tata ruang itu selalu produk politik. Jadi sebagai produk politik dia diproduksi oleh proses politik,” ujarnya pada Rabu (08/05).
Lelaki yang akrab disapa Mangde ini ketika tata ruang disepakati melalui kesepakatan politik ada beberapa pelanggaran yang mungkin terjadi. Beberapa model pelanggarannya, pertama berupa perencanaan dengan solusi awal yang salah. Misalnya, suatu lahan dikatakan akan berhasil menjadi sawah tetapi ketika tidak berhasil akan terjadi perubahan di lapangan.
Kedua terjadi perubahan yang sebenarnya. Mangde menjelaskan ketika harus dilakukan didiskresi akan diizinkan dulu sementara pembangunan maupun proyek dalam tata ruang. Belakangan aturannya akan diubah nanti. Bagi Mangde itu praktik yang kurang elok.
Ketiga, pelanggaran kesepakatan pelaksanaan dengan aturan yang disepakati. Ini dapat terjadi karena ada pihak yang ingin memanfaatkan lahan. Dalam kasus ini motifnya berujung pada ekonomi. “Cara kerja kapital dan kesalahan karena melanggar kesepakatan, semula lahan untuk peruntukan a malah jadi b karena untuk kapital tadi,” jelas Mangde.
Namun, bila melihat beberapa kasus diduga terjadinya pelanggaran ruang intervensi negara condong pada pemilik modal. Seperti kasus TWA Batur maupun ramainya vila dan kafe mewah di kawasan zona merah di Kintamani, Bangli. “Bangunan dalam zona merah semestinya tidak boleh terjadi karena ada keuntungan ekonomi yang sedang diperjuangkan oleh sekelompok orang dan dia mengambil risiko itu,” ujar Mangde.
Reformasi kebijakan tata ruang darurat dilakukan. Misalnya, pada pasal bermasalah tadi butuh perhatian khusus dari legislatif maupun eksekutif untuk mengubahnya. Pada bagian pelaksanaan, bencana yang terjadi karena pelanggaran tata ruang bagi Mangde butuh idealisme bagi para aktor pembangunan. Misalnya arsitek, harus memilah proyek apakah dibangun di atas lahan KRB atau tidak dan ini berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat. Terutama bagi mereka yang dititipkan melalui pemungutan suara 14 Februari 2024 lalu.
Game: Saya dan Bencana
Sebagai refleksi bersama, kami menyajikan Game dan Kuis bertajuk Saya dan Bencana di Bali. Game dan kuis ini, bertujuan untuk mengenal para pejabat petahana DPRD di daerah-daerah dengan jumlah bencana terbanyak, kebijakan yang dihasilkan, dan simulasi penanganan bencana. Apa yang bisa dilakukan warga? Apakah kamu bisa ikut mengevaluasinya?
Yuk mulai. Mention telah submit kuis dengan screenshot lalu tag akun Instagram @BaleBengong. Ada 10 paket hadiah menarik.
Game studi kasus dapat dimainkan melalui link berikut: s.id/gamebencanabali