Sejumlah tokoh masyarakat, tokoh agama, anak muda, dan aktivis lingkungan menyampaikan pandangannya mengenai dampak perubahan iklim pada Bali dan solusi yang bisa dilakukan.
Hal ini disampaikan dalam dialog publik dan pengumuman lomba film dokumenter mencegah dan mengatasi efek perubahan iklim di Bali pada Sabtu, 18 November 2023 di kampus Universitas Udayana, Denpasar.
Perubahan Iklim, merupakan isu global yang sedang terjadi dimana-mana. Efeknya sudah semakin terasa dan dialami dalam kehidupan sehari-hari. Tidak saja berkaitan dengan keadaan cuaca yang semakin tidak dapat diprediksi, yang menyebabkan suhu udara pun berubah menjadi semakin panas, turunnya hujan semakin jarang.
Keadaan tersebut, antara lain memberi efek serius kepada kehidupan banyak orang, apalagi di kalangan masyarakat kecil dengan penghasilan ekonomi sangat minim sampai kepada kehidupan sosial bermasyarakat. Itulah sebabnya, sejak tahun 2022, Perubahan Iklim menjadi pilihan isu dari Religions for Peace (RfP) Indonesia di antara sejumlah isu dalam flagships Asian Conference of Religions for Peace (ACRP) atau yang juga dikenal dengan Religions for Peace (RfP) Asia, antara lain human trafficking dan peace building.
Pendeta A. Elga J. Sarapung dari RfP Indonesia mengatakan Bali dipilih sebagai lokasi yang menjadi fokus perhatian karena Bali sebagai kawasan pariwisata yang sudah mendunia, saat ini banyak mengalami perubahan yang cenderung merusak baik lingkungan alam, tata kelola kehidupan bermasyarakat, ketidakadilan sosial, ekonomi dan ekologis. Ada banyak contoh yang sedang terjadi.
Keadaan yang berdampak kepada masyarakat petani, nelayan, dan kehidupan masyarakat di seluruh Bali pada umumnya. Terutama mereka yang berstatus sosial dan ekonomi rendah, baik di pedesaan maupun perkotaan.
Pendeta Rev. Dr. Yoshinori Shinohara (General Secretary ACRP/RfP Asia) dan Prof.Dr. H. Machasin (Ketua RfP Indonesia) juga menyampaikan hal senada. “Bukan lagi pemanasan tapi pendidihan global. Organisasi harus memainkan peran penting bahwa kita hidup bersama dengan alam,” ujar Yoshinori membuka kegiatan.
Sedangkan dalam sesi diskusi publik ada tiga narasumber yang membagi pandangannya sekaligus mengapresiasi 25 karya film dokumenter yang terdaftar.
Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M. Hum, Ketua Dewan Kehormatan Mahkamah Konstitusi mengingatkan pentingnya kepemimpinan yang bisa menunjukkan aksi nyata penyelamatan lingkungan. Tak hanya dengan membuat regulasi atau aturan saja. “Ada solusi-solusi dalam film yang bisa direplikasi, ini harusnya dicontoh di desa-desa,” sebutnya setelah melihat beberapa inisiatif seperti Rumah Kompos, Plastik Detox, dan pemilahan sampah dari rumah.
Ia juga mempersilakan warga menyampaikan keluhan pada masalah lingkungan tak hanya terkait aturan juga implementasikan karena bagian dari hak konstitusi. Inilah yang jarang dimanfaatkan warga terutama di Bali.
Sementara itu Ni Made Diyah Darma Yanti, S.Si, M.Si, Manager Program Sekolah Ekologis Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Bali menyarankan perubahan dari diri sendiri, tingkat sekolah dan tingkat desa dalam pengelolaan sampah. Misalnya pemilahan sampah dan pengurangan plastik sekali pakai. “Tak semua plastik bisa didaur ulang, misalnya sachet sulit didaur ulang karena multilayer, tak mudah memisahkan bagian plastiknya,” ujarnya.
Terlebih saat ini tantangan lain adalah saat pengangkutan, sampah terpilah dicampur lagi. Apalagi saat ini TPA Suwung pasca kebakaran menimbulkan masalah baru bagi truk-truk pengangkut sampah.
Pendeta Rev. Dr. Victor Hamel dari Gereja Kristen Protestan Bali menyampaikan rekomendasi gereja hijau yang sudah ia praktikkan. Ia mengakui tak mudah mengubah mindset umat, dan perlu skeitar 6 bulan untuk membiasakan mereka membawa botol minuman sendiri saat ibadah untuk mengurangi sampah. “Prinsip teologis dan keimanan juga pada masalah lingkungan. Tak hanya level antar manusia, juga pada alam,” katanya.
Ketika memberikan khotbah, ia kerap menyampaikan nilai-nilai penyelamatan lingkungan seperti pesan-pesan kedisiplinan, mitigasi, dan restorasi. “Peran kaum mudah juga sangat penting sebagai pemilik masa kini dan masa depan,” tambahnya.
Dalam perhelatan ini juga ditayangkan dan diumumkan para pemenang lomba film dokumenter tentang perubahan iklim di Bali. Mereka adalah Dewata bercerita film dari Bintang Mandiri School (juara 1), Jangan G.Rka dari SMA Firdaus, Jembrana (juara 2), dan Satu Pohon Sejuta Harapan – SMK TI Global, Singaraja (juara 3). Juara harapan adalah Bali Merajut Iklim – SMKN 1 Denpasar, kemudian After Sunrise – SMAN 2 Singaraja.