Penurunan paksa baliho tolak reklamasi menuai perlawanan.
Baliho tolak reklamasi Tolak Benoa yang diturunkan aparat kepolisian terjadi di beberapa daerah seperti Melaya, Jembrana; Denpasar, dan Legian, Kuta. Desa adat melawannya dengan memasang baliho secara serentak.
Hilangnya baliho-baliho tolak reklamasi Teluk Benoa itu terjadi setelah keluarnya instruksi Polda Bali untuk membersihkan baliho-baliho ormas. Penurunan paksa oleh aparat kepolisian dan perusakan baliho pasca instruksi itu semakin menegaskan jika pembungkaman terhadap aspirasi penolakan reklamasi Teluk Benoa rakyat Bali tidak pernah berhenti.
Menyikapi pemberangusan baliho itu, desa-desa adat/pakraman di Bali kembali melakukan pemasangan baliho secara serentak dalam satu hari Minggu kemarin. Sejak pagi hari, sekitar pukul 10.00 pagi di Desa Pakraman Kesiman, Denpasar dan puncaknya berakhir sore hari di Desa Pakraman Intaran, Sanur.
Delapan desa pakraman yang tersebar di tiga kabupaten/kota di Bali yakni Kabupaten Badung, Kota Denpasar dan Kabupten Karangasem secara serentak mendirikan baliho Tolak Reklamasi Teluk Benoa. Baliho penolakan tersebar di 39 satu titik di delapan Desa Adat di antaranya adalah Desa Pakraman Kesiman, Pasedahan, Kepaon, Kuta, Denpasar, Sumerta, Renon dan Intaran.
Di Kesiman, pemasangan baliho dilakukan di setidaknya di tiga lokasi oleh pemuda dari Desa Pakraman Kesiman, salah satunya di perempatan Tohpati, Kesiman. Beberapa hari sebelumnya, di tempat sama, dengan alasan sudah rusak, baliho tolak reklamasi Teluk Benoa milik Desa Pakraman Kesiman diturunkan polisi.
“Padahal kita tahu kalau baliho di perempatan Tohpati tidak rusak. Polisi tidak hanya menurukan baliho tapi secara paksa juga bendera tolak reklamasi,” ujar Genuk Rudita.
Karena baliho telah dianggap rusak oleh polisi lalu diturunkan, akhirnya atas sepengetahuan desa pakraman, para pemuda Kesiman kembali mendirikan baliho sekaligus menambah jumlah titik pemasangan baliho.
“Kami memasang kembali baliho baru untuk terus meminta reklamasi Teluk Benoa dibatalkan,” ujar Genuk.
Solidaritas perlawanan terhadap penurunan paksa baliho juga datang dari Desa Adat Pasedahan. Di bawah guyuran hujan, warga Desa Adat Pasedahan mendirikan baliho tolak reklamasi Teluk Benoa dan dipimpin langsung oleh Bendesa Adat Pasedahan.
Komang Subagiarta, warga Desa Adat Pasedahan, mengatakan meskipun tak ada penurunan paksa, pendirian baliho di Pasedahan justru sebagai solidaritas perlawanan terhadap penurunan paksa baliho tolak reklamasi Teluk Benoa di desa adat lain.
Di Karangasem, Forum Pemuda Karangasem juga bersolidaritas melawan penurunan paksa baliho. Mereka mendirikan baliho penolakan reklamasi teluk benoa di wilayah Jalur 11, Jalan Veteran Karangasem.
Pada waktu yang sama perlawanan atas penurunan paksa baliho juga dilakukan oleh Desa Adat Kepaon. Di Desa Adat Kepaon, mereka sudah lebih dari 15 kali menjadi korban perusakan dan penurunan paksa baliho tolak reklamasi.
Sebagai desa yang berhadapan langsung dengan Teluk Benoa, Desa Adat Kepaon beserta desa-desa sekitarnya adalah wilayah yang terdampak langsung jika reklamasi dipaksakan. “Pemberangusan kebebasan berekspresi tidak boleh dibiarkan. Jika dibiarkan, pemberangusan aspirasi penolakan reklamasi Teluk Benoa akan terus berlanjut dan lagi-lagi rakyat bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa menjadi korban,” ujar I Wayan Widarma.
Di Denpasar, penurunan paksa baliho tolak reklamasi Teluk Benoa milik Gabungan Anak Imam Bonjol mendapatkan perlawanan dari Desa Pakraman Denpasar. Pendirian baliho dilakukan di perempatan Jalan Imam Bonjol-Teuku Umar untuk menggantikan baliho milik GAIB (Gabungan Anak Imam Bonjol) Tolak Reklamasi yang diturunkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Baliho GAIB diturunkan dan digeletakkan begitu saja di bawah tanpa berkoordinasi dengan kawan kami di Imam Bonjol. Jadi sebagai bentuk perlawanan kami terhadap penurunan paksa baliho tersebut hari ini akan kami pasang baru baliho Desa Pekraman Denpasar Tolak Reklamasi Teluk Benoa” ujar Kompiang Astika, Koodinator pemasangan baliho di Desa Pakraman Denpasar.
Desa Pakraman Denpasar mendirikan empat baliho di empat titik di wilayah Desa Pakraman Denpasar, di antaranya 3tiga baliho berukuran 3×4 meter di depan Puri Pemecutan (perempatan Jalan Imam Bonjol-Thamrin, di Banjar Alangkajeng (Jalan Hassanudin) dan di Banjar Titih (perempatan Jalan Gajah Mada-Sumatra), serta 1 baliho berukuran 3,5×4 meter di Jalan Imam Bonjol-Teuku Umar.
Desa Pakraman Intaran di wilayah Sanur menjadi puncak pemasangan baliho dari seluruh wilayah Bali. Di bawah cuaca mendung warga Desa Pakraman Intaran turun ke jalan memasang baliho penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa.
Sebelum melakukan memasang baliho di perempatan McD Sanur mereka melakukan longmarch dari wantilan Desa Pakraman Intaran diiringi gamelan baleganjur dan tarian celuluk. Pemasangan baliho tersebut juga sebagai puncak pemasangan dari total sembilan baliho yang mereka pasang.
Bendesa Pakraman Intaran, Anak Agung Kompyang Raka yang memimpin langsung pemasangan baliho tersebut menyatakan pemasangan baliho sebagai bentuk konsistensi terhadap perjuangan menjaga alam Bali. “Ini adalah salah satu bentuk kegiatan masyarakat dalam penolakan reklamasi Teluk Benoa,” tuturnya.
Bagaimana bila diturunkan oleh pihak kepolisian? “Kami sudah mendengar itu. Tetapi harus diingat, ini bukan ranahnya. Kami di desa adat mempunyai otonomi, yang mana dalam palemahannya kami berhak mengatur, menjaga terhadap bentuk penolakan kami dan ini kami wujudkan dengan pemasangan baliho,” jawabnya.
Kompyang Raka juga menegaskan, siapa pun yang ingin merusak atau menurunkan baliho, maka pihaknya bersama warga setempat akan mempertahankannya.
Pada waktu bersamaan, secara serentak di beberapa titik di Denpasar dan Badung juga sedang dilakukan pemasangan baliho penolakan reklamasi Teluk Benoa di antarnya di Desa Adat Kuta mendirikan tiga belas baliho, Pakraman Renon mendirikan tiga buah baliho, Desa Pakraman Sumerta mendirikan dua baliho.
Selain dari desa adat, solidaritas perlawanan terhadap upaya pemberangusan baliho tolak reklamasi Teluk Benoa juga dilakukan oleh Forum Pemuda Payangan Gianyar dan Forum Pemuda Karangasem. [b]