Tepat seratus tahun lalu, gempa bumi dahsyat di Bali juga memicu tsunami.
Pagi hari pukul 7:11:34 pada 21 Januari 1917 waktu lokal atau pukul 23:11:34 pada 20 Januari 1917 waktu GMT (Bali memasuki pukul 00:00:00 GMT pada pukul 08:00:00 WITA), gempa bumi kuat mengguncang Bali.
Seluruh pulau merasakan getaran kuat, di Bali bagian selatan maupun Bali bagian utara. Menurut catatan dari Kemmerling, gempa bumi itu diawali oleh getaran horizontal yang kuat kemudian dibarengi getaran vertikal yang juga kuat selama kurang lebih 50 detik.
Hasil analisis seismograf Wiechert di Batavia (Jakarta) menyatakan bahwa gempa bumi tersebut berkekuatan magnitudo 6,6. Seismograf Wiechert adalah seismograf yang dipasang pemerintah Hindia Belanda pada 1908. Seismograf ini cikal bakal pengamatan gempa bumi di Indonesia yang kemudian dilanjutkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
Selain di Bali, getaran dirasakan kuat di Pulau Lombok dari Mataram hingga ke Selong. Getaran yang lemah dirasakan di Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Bondowoso, Jember dan Kraksaan, Jawa Timur. Gejer Bali diawali oleh gempa bumi permulaan yang dirasakan lemah di Denpasar pada 7 Januari 1917. Pasca gempa bumi utama, terjadi gempa bumi susulan dalam jumlah yang signifikan.
Kejadian ini kemudian dikenal dengan istilah Gejer Bali 1917. Artinya Bali bergetar tahun 1917. Gejer Bali berdampak pada kerusakan luas di Pulau Bali sendiri. Tanah longsor terjadi di banyak lokasi. Pura-pura roboh. Puri hancur. Rumah warga rata dengan tanah.
Sebagian besar korban jiwa meninggal karena tertimpa reruntuhan.
Gejer Bali 1917 masih menjadi kisah yang diceritakan dari generasi ke generasi di Bali. I Gusti Ngurah Alit Subadi dari Puri Penebel, Tabanan mengingat betul peristiwa yang dituturkan kakeknya tentang Gejer Bali 1917. “Kala itu kawasan di daerah Petung dapat dilihat jelas dari Penebel, rata, pepohonan tumbang semua,” paparnya.
Jarak antara Penebel dan Petung kurang lebih 3 kilometer. Vegetasi tumbuhan di antara Penebel dan Petung adalah pepohonan lebat menyerupai hutan kecil.
Tsunami Lokal
Aktivitas gempa bumi 21 Januari 1917 memicu gelombang Tsunami lokal. Setidaknya ada tiga katalog yang mengonfirmasinya.
Katalog Tsunami Historis milik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyatakan bahwa tsunami disebabkan oleh aktivitas gempabumi yang berpusat di sebelah Tenggara Laut Bali.
Di dalam katalog Tsunami S.L. Soloviev dan Ch. N. Go melaporkan gelombang pasang kecil teramati di sepanjang pesisir tenggara Pulau Bali, dari Klungkung hingga Benoa. Gelombang pasang ini tidak menyebabkan kerusakan.
Selanjutnya, katalog Tsunami dari Tsunami Laboratory, Novosibirsk, Rusia memvalidasi kejadian tersebut sebagai Tsunami dalam skala 3. Dapat diartikan bahwa 75 persen peristiwa tersebut kemungkinan adalah Tsunami. Pada masa itu istilah Tsunami belum dikenal secara luas.
Penyebab gempa bumi diduga adalah aktivitas patahan belakang busur kepulauan atau lebih dikenal dengan Back Arc Thrust. Patahan ini adalah pembangkit gempa bumi yang memanjang dari sebelah utara Pulau Flores hingga sebelah utara Pulau Bali di Laut Bali.
Patahan ini dikenal kerapkali menghasilkan gempa bumi dengan efek berbahaya. Karakteristik dari gempa bumi yang dihasilkan adalah gempa bumi dengan kedalaman dangkal.
Perpaduan gempa bumi berkekuatan magnitudo besar dan berkedalaman dangkal berpotensi menimbulkan getaran tanah yang kuat dirasakan di pemukiman penduduk. Tercatat sebelumnya gempa bumi besar diikuti longsoran bukit dan Tsunami meluluhlantakkan Singaraja, Bali pada 22 November 1815 yang menelan 10.253 korban jiwa.
Upaya Mitigasi
Untuk mengurangi dampak bencana di masa depan, pemerintah Indonesia telah melakukan upaya secara terus-menerus selama 10 tahun terakhir. Sejak dibangunnya sistem peringatan dini Tsunami Indonesia (Indonesia Tsunami Early Warning System) pada 2005 pasca Tsunami Aceh, berbagai kemajuan dalam bidang ini dicapai. Indonesia Tsunami Early Warning System adalah sistem yang dibangun atas kerja sama pemerintah Indonesia dan pemerintah Jerman.
Kawasan Pulau Bali telah dipasang sirine peringatan dini Tsunami di pinggir pantai yang berlokasi di Kuta, Seminyak, Kedonganan, Nusa Dua, Benoa dan Sanur. Selain itu pada 2015, BMKG memasang sirine peringatan dini Tsunami di Lapangan Umum Seririt, Kawasan Kedungu-Tabanan dan Kawasan Pulau Serangan. Sirine ini diresmikan dan dicobakan pertama kali pada 29 September 2015.
Perintah pembunyian dilaksanakan dari Ruang Pusdalops BPBD Provinsi Bali di Renon Denpasar. Sirine yang terintegrasi ke sistem peringatan dini tsunami Indonesia (InaTEWS) ini diharapkan dapat memberikan peringatan kepada warga sebelum Tsunami menerjang.
Terdapat celah waktu antara gempabumi dan kedatangan Tsunami, celah waktu ini diharapkan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk usaha menyelamatkan jiwa. [b]
Comments 1