Seniman Batuan mempresentasikan capaian-capaian kreatif.
Seniman memperlihatkan kecenderungan kekaryaan yang berbeda baik dari sisi gagasan tematik maupun secara artistik. Namun, mereka tetap dilandasi dasar-dasar teknis dalam kosa rupa Batuan.
Dua belas seniman memperlihatkan usaha untuk menghadirkan ideologi rupa mereka secara personal dengan titik berangkat pada dialek rupa komunal Batuan. Mereka mengangkat tema The Dynamic Heritage.
Melalui tema itu para seniman menghadirkan kosa rupa batuan (teknik maupun estetetiknya) sebagai “bahasa” untuk bertutur. Mereka mengangkat berbagai hal yang dihadapi manusia hari ini mulai dari persoalan alam, budaya, hiruk pikuk dunia politik, hingga ekspresi personal.
Kurator pameran I Made Susanta Dwitanay menjelaskan bahwa Batuan adalah desa yang telah melalui bentangan abad panjang. Jejak jejak peradaban Bali sejak era Bali kuno dapat ditemui di desa ini termasuk jejak jejak perkembangan sejarah seni rupa tentu saja.
Jika mengacu pada sejarah Desa Batuan, Gianyar maka seni rupa khususnya seni gambar dan seni lukis sudah berkembang di Bali khususnya di Batuan sejak masa Bali kuno.
Pameran The Dynamic Heritage menghadirkan 12 seniman Batuan yang merupakan bagian dari kelompok seniman Baturulangun. Kelompok seniman Batuan ini berdiri sejak tahun 2012 dan intens melakukan kegiatan terkait pelestarian dan pengembangan seni lukis gaya Batuan.
Pameran ini adalah momentum untuk mempresentasikan bagaimana dinamika gagasan para seniman Batuan dalam mengartikulasikan dan mengeksplorasi lebih jauh “warisan” kultural berupa praktik melukis yang sudah mengakar dalam keseharian mereka di Batuan. Dalam pameran ini mereka berupaya menampilkan bahwa nilai-nilai ataupun aktivitas melukis Batuan sebagai sebuah warisan yang tidak beku. Sebaliknya, seni batuan adalah sebuah warisan yang bersifat dinamis dan menjanjikan berbagai kemungkinan eksplorasi lebih jauh lagi.
Pameran ini menghadirkan capaian-capaian kreatif dari beberapa generasi seniman Batuan, yakni para generasi kelahiran dekade 1990an, hingga 1960an: Wayan Budiarta, Pande Dwi Arta, Wayan Aris Sarmanta, Gede Widiantara, Wayan Eka Suamba, Dewa Virayuga Made Kariana, Made Griyawan, Nyoman Sudirga, Wayan Diana, Made Sujendra dan Ketut Sadia.
Salah satunya, Wayan Aris Sarmanta menghadirkan karya yang imajinatif dan cenderung surealistik. Dalam pameran ini Ia menghadirkan karya soal kehidupan dan life style masyarakat Bali kini. Ia menyajikanya dengan cara yang imajinatif dan tetap dalam nuansa tradisi batuan.
Menurut Aris dalam berkarya ia tidak ingin memasukkan unsur unsur modern tersebut dalam visualisasi yang “mentah” artinya hanya menempelkan begitu saja unsur unsur ataupun ikon ikon budaya pop secara banal, ia mengaku tetap melakukan pengolahan ikon tersebut dengan cara pelukisan ala tradisi Batuan.
Pemeran seniman Batuan akan berlangsung hingga 28 Februari di Griya Santrian Gallery, Sanur. [b]