Jembrana pun kebanjiran.
Minggu (9/10) lalu, beberapa kawasan di Jembrana menjadi trending topic lokal di media sosial di Jembrana. Iya, memang tidak seheboh dan seramai rencana reklamasi Teluk Benoa. Tidak pula tidak seheboh dan seramai demonstrasi tolak reklamasi di Bali.
Mungkin karena posisi Jembrana yang jauh dari pusat kota, sekitar 100 Km dari Kota Denpasar. Atau mungkin karena Jembrana yang dipandang sebelah mata karena kurangnya objek wisata dan kurangnya pengaruh gemerlap bisnis pariwisata.
Tapi mau tidak mau, Jembrana adalah kawasan yang memiliki hutan terluas di Pulau Dewata. Kawasan hutan yang maha penting untuk iklim dan pertanian serta pengairan di Bali. Hutan bagian dari Taman Nasional Bali Barat, Paru-paru Pulau Seribu Pura.
Tidak salah namanya Jembrana, dari kata jimbar dan wana. Jimbar artinya luas. Wana artinya hutan.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan (Dishut) Bali dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Jembrana, kabupaten ini memiliki hutan terluas di Bali dengan luas 41.307,27 Ha. Angka ini sebanding dengan 7,48 persen luas Pulau Bali, 31,61 persen luas kawasan hutan Pulau Bali atau 49,07 persen dari luas daratan Kabupaten Jembrana.
Tetapi Minggubeberapa waktu lalu banjir di Jembrana juga bisa terjadi. Hal ini membuktikan bahwa ada sesuatu yang sangat parah dan massif sedang terjadi.
Bagaimana mungkin kawasan yang memiliki hutan terluas di Bali bisa mengalami banjir bandang, bahkan air meluap hingga jalan nasional Denpasar Gilimanuk?
Saya yakin ada sesuatu yang sedang terjadi di hutan Jembrana. Saya memang belum pernah memasuki kawasan kawasan tersebut, tapi dengan teknologi yang bisa diakses secara publik sekarang ini, sangat mudah mengetahui perbedaan kawasan itu dulu dan sekarang.
Saya mencoba melihat kawasan kawasan tersebut dari citra satelit. Perbedaannya sungguh luar biasa.
Berikut perbedaan citra satelit salah satu kawasan hutan di Jembrana pada tahun 2002 dan 2014.
Citra satelit di atas membuktikan sesuatu yang tidak wajar yang sudah terjadi di kawasan hutan yang dulu hijau (2002) kini memiliki begitu banyak daerah yang berwarna coklat (2014).
Mungkin banjir di Jembrana ini baru awal. Tidak menutup kemungkinan apabila hujan datang lagi beberapa kawasan akan hanyut lagi di kabupaten ini. Ridak hanya di Jembrana, perubahan iklim secara lokal juga akan berpengaruh di pulau Bali.
Menurut saya, di hutan ini sedang terjadi ‘reboisasi’ secara besar-besaran dan hal ini akan berdampak lebih parah daripada reklamasi di Teluk Benoa. Karena iklim di Bali adalah iklim kepulauan yang mau tidak mau sangat bergantung kepada paru-paru Bali di Jembrana.
Namun kenapa rakyat Jembrana ikut-ikutan mendirikan baliho-baliho Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa padahal di tanahnya sendiri sedang terjadi penghancuran secara massif? [b]
kejadian yg sudah diramalkan 6 tahun lalu