Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) kembali hadir.
Untuk ke-13 kalinya, UWRF akan menjadi arena perayaan ide-ide besar dan kisah-kisah menakjubkan. Festival sastra terbesar di Asia Tenggara ini memastikan kehadiran lebih dari 160 penulis dan pembaca buku.
Penulis, seniman, jurnalis, musisi, advokat, dan aktivis akan berkumpul di jantung seni dan budaya pulau Bali, Ubud. Mereka hadir bersama para penikmat sastra dan penggemar seni lainnya dari berbagai belahan dunia.
Dua Hal Bersisian
Tiga nama besar kesusastraan Indonesia dipastikan akan ikut hadir untuk bertukar kisah, ide, dan inspirasi mengagumkan pada 26 – 30 Oktober mendatang. Mereka adalah Seno Gumira Ajidarma, penulis serta wartawan senior; Eka Kurniawan, penulis sejumlah karya fiksi yang baru-baru ini masuk dalam daftar panjang The Man Booker International Prize; dan Dewi Lestari, salah satu penulis brilian favorit Indonesia yang karyanya telah banyak disadur ke dalam film.
Tak dapat dipungkiri bahwa sastra dan film adalah dua hal yang kerap bersisian, maka UWRF tahun ini juga akan menjadi perayaan bagi dunia perfilman Indonesia yang sedang marak-maraknya selama dua tahun belakangan ini.
Antusiasme masyarakat akan perfilman Indonesia telah menciptakan luapan karya-karya berkelas dunia. Hadir untuk ikut mengulas perfilman Indonesia adalah sutradara muda Wregas Bhanuteja yang film pendek karyanya, Prenjak, memenangkan Semaine de la Critique di Cannes Film Festival 2016.
Selain Wregas, akan hadir juga novelis, penulis naskah, sutradara, dan aktris Indonesia yang karyanya kerap memancing kontroversi, Djenar Maesa Ayu. Joko Anwar, sutradara beberapa film terbaik Indonesia yang pernah dinominasikan di festival film internasional, dan tidak ketinggalan legenda perfilman Indonesia, Slamet Rahardjo.
Dari panggung internasional, Lionel Shriver, penulis pemenang penghargaan dengan karya berjudul We Need To Talk About Kevin yang telah disadur ke dalam sebuah film pada tahun 2011 dan Mitchell S Jackson, penulis autobiografi The Residue Years yang kini juga dibuat dalam versi film dokumenter dengan judul yang sama.
UWRF juga mendatangkan penulis-penulis dunia pemenang penghargaan dengan karya-karya yang selalu laku terjual seperti pengarang Hanya Yanagihara, Charlotte Wood, Amit Chaudhuri, Kamila Shamsie, Hannah Kent, dan Erica Jong yang buku paling populernya, Fear of Flying akan diadaptasi menjadi sebuah film pada tahun 2017 dengan judul yang sama.
Mengoyak Pembatas
Seperti yang diumumkan pada Januari lalu, sebuah filosofi Hindu dari abad ke-6, Tat Tvam Asi, yang berarti ‘aku adalah engkau, engkau adalah aku’, menjadi tema utama UWRF tahun ini. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, agama, budaya, dan sejarah panjang, menjadikannya sebuah bangsa yang majemuk dengan berbagai latar belakang namun tetap satu.
‘Aku adalah engkau, engkau adalah aku’ juga diartikan sebagai ‘kita semua satu’ dan ini mencakupi filosofi dari UWRF selama ini, di mana perdebatan-perdebatan tak terjawab seputar hak asasi manusia, nilai dari suatu perbedaan, dan energi-energi yang membentuk kehidupan, lingkungan, dan identitas sebuah bangsa akan dimunculkan.
Salah satu tajuk besar seputar Tat Tvam Asi yang akan dibahas di UWRF adalah mengenai pembatas dalam suatu bangsa. Pembicara-pembicara dalam dan luar negeri yang akrab dengan tajuk ‘perbatasan’ adalah pelawak tunggal asal Pakistan-Australia, Sami Shah, pemenang World Poetry Slam 2015, Emi Mahmoud yang berasal dari wilayah konflik Darfur dan kini hidup di Amerika, Shandra Waworuntu, seorang WNI korban human trafficking di Amerika yang kini menjadi advokat sosial, juga Agustinus Wibowo, travel writer yang menaruh perhatian pada perjalanan identitas bangsa Indonesia.
Para jurnalis besar juga akan hadir untuk membahas perpecahan, konflik, dan ekstrimisme, tiga hal yang kerap menghancurkan persatuan bangsa. Andrew Fowler, mantan reporter ABC TV dan Desi Anwar, jurnalis dan penyiar berita TV senior Indonesia. Pemimpin Redaksi The Jakarta Post, Endy Bayuni, jurnalis asal India dan penulis, Pallavi Aiyar, komentator politik yang juga Pemimpin Redaksi majalah GQ Thailand, Voranai Vanijaka, dan jurnalis kawakan Majalah Tempo, Leila S. Chudori.
Anak-anak muda yang kerap menyuarakan keinginannya untuk merubah dunia juga akan ikut meramaikan perhelatan sastra dan seni ini. Selain beberapa nama yang telah disebutkan di atas seperti Wregas Bhanuteja dan Emi Mahmoud, ada juga Emmanuela Shinta, pegiat konservasi alam, Yassmin Abdel-Magied yang memiliki titel Queensland Young Australian of the Year dan seorang advokat untuk pemberdayaan remaja dan wanita, serta Bonni Rambatan, penulis dan ilustrator dengan fokus pada kritik terhadap perubahan sosial.
Tidak ketinggalan 16 penulis Emerging Indonesia yang terpilih pada bulan Juni lalu siap mengambil alih kancah sastra Indonesia.
Masih banyak lagi figur-figur mengagumkan dengan cerita istimewa untuk dibagi serta sesi-sesi diskusi dan percakapan seru, dengan 100 lebih program yang berlangsung selama empat hari. Kunjungi website Ubud Writers & Readers Festival untuk informasi lebih lanjut. [b]