Perkenalkan Zenith Syahrani dan Sanjaya Adi Putra.
Dua kawan ini menjelma sepasang Pygmy Marmoset. Bukan. Mereka tak sedang memeragakan cara hidup primata 5 inci dengan rupa menggemaskan itu.
Pygmy Marmoset adalah project duo asal Bali tersebut. Mereka kerap mengatakan duo itu sebagai buah keisengan, pelepas penat, atau istilah lainnya yang menyangkut ‘proyek suka-suka’.
Percayalah itu hanya untaian gurau belaka. Karena usai mendengar racikan musikalitas kolaborasi tersebut, beragam sensasi manis akan berputar di sela-sela indra pendengar dan sarang imaji kita.
Dan benar, keduanya tengah menarik kita ke dalam akustik alam yang unik. Seunik primata terlangka di dunia itu.
Duet ini semenjak 2012 telah wara-wiri dari satu panggung pentas ke panggung pentas musik indie lain di Kota Denpasar. Pygmos –sapaan hangat duo ini sepertinya tak ingin karya-karyanya hanya berujung di digital music sharing platform Soundcloud atau berkumandang di acara selebrasi musik lokal.
Sebuah album rekaman fisik tentu akan menjadi salah satu pencapaian mimpi sang musisi. Tapi di sini, Pygmos tak ingin gegabah. Album debut mereka yang diproduksi secara indie terkonsep secara made by order, tidak ready stock. Belum ada perilisan resmi dalam bentuk selebrasi musik, malah lebih memilih berpromosi di media sosial dan jaringan komunitas seni.
Itu membuat cara bermusik mereka pun terefleksi unik sebagai sebuah bentuk dedikasi.
“Kabar Dari Hutan”, begitu bunyi album perdana Pygmos. Sekilas senada dengan nuansa nama duo ini, maka mereka mengajak penikmatnya untuk menjelajahi bunyi-bunyian organik yang sederhana dan jujur bertutur kisah. Seolah menawarkan imaji suara-suara merdu yang datang dari rimba.
Lebih dari sekadar gesekan pepohononan atau senandung burung-burung hutan hujan tropis. Decak kagum akan kemegahan alam menjadi inspirasi dari album berisi 8 tembang tersebut.
Nyawa musik Pymos itu sendiri adalah pop akustik. Gitar, perkusi, pianika, kazoo, dan glockenspiel yang membawa ruh musik mereka ke dalam atmosfer riang benderang.
Maka dari itu, dunia yang diciptakan dalam “Kabar Dari Hutan” bisa dibayangkan sebagai sebuah dunia fabel dengan segala macam kepolosan dan perasaan-perasaan alamiah yang berkembang. “Good Morning Zoo” menjadi tembang pembuka yang sempurna, di mana mampu mencerminkan esensi keceriaan dari tema “kisah alam rimba” tersebut.
Bukan hanya “kabar manis” yang dikirimkan Pygmos dari “hutan” tersebut. Ada sisi luka dan ungkapan satir yang dialamatkannya melalui tembang “Those Monsters” dan “ Cerita Tentang Pohon”. Tentang ketamakan dan kedigdayaan (manusia) yang merongrong keseimbangan serta kedamaian alam. Spirit tentang peduli lingkungan adalah pesan premier dalam kedua tembang tersebut.
Sepasang Pygmy Marmoset tengah mengirimkan kabar suka cita dari kampung halamannya di hutan kepada para manusia di seberang sana.
Nuansa Biru
Pygmos juga menjangkau tema-tema cinta dengan kandungan universal. Semisal “Little Short Conversation” yang terdengar hangat lewat petikan gitar akustik, dentuman bass, dan nyaringnya pianika. Sementara, “Merindu” jatuh sebagai balad lirih yang bersahaja. Petikan akustik, dentingan glockenspiel, dan tiupan kazoo meminimalisir nuansa ‘biru’ di dalamnya.
Lagu-lagu Pygmos juga merupakan soundtrack sempurna untuk kontemplasi diri dalam memaknai hari. Semacam tembang terbaik yang akan kalian dapatkan, saat membuka mata di pagi hari atau menikmati secangkir semangat kopi pagi.
Coba dengarkan “Layang-layang” dan “Pararam”. Irama teduhnya ampuh menentramkan hati. Terakhir yang menarik dari “Kabar Dari Hutan” adalah selipan lagu cover “Tonight, You Belong To Me”, sebuah komposisi klasik yang ditulis oleh Billy Rose dan Lee David pada tahun 1926.
Dalam versi covernya, Pygmos menjadikan tembang klasik itu bersinergi dengan karakter mereka. Intro yang mengandalkan tiupan kazoo adalah bagian orisinil dari versi mereka. Sementara, atmosfer klasik tetap dipertahankan. Alhasil, sebuah cover yang memabukan.
Zenith Syahrani punya karakter suara khas. Warnanya menyejukan, sederhana, dan terkesan klasik. Nuansa pop yang diusung Pymos pun menjadi kian berbeda, seakan bersenyawa dengan folk dan jazz. Membuatnya terdengar semakin ear-catchy dan groovy.
Terlebih, ketika ia berdendang pada tembang berbahasa Inggris.
Sementara, Sanjaya Adi Putra mampu mengimbangi lewat kepiawaian bergitar dan mengisi separuh vokal dalam beberapa tembang mereka. Kolaborasi tersebut kawin dalam setiap notasi, lirik, dan warna Pygmos itu sendiri.
Tak hanya mengagumi materi musiknya, “Kabar Dari Hutan” juga terbaik dari segi kemasan album. Pygmos seakan mengerti bahwa fisik CD album semestinya tidak dibuat alakadar. Sebuah kemasan fisik dari CD haruslah dibuat berkesan, sehingga ada pengalaman tertentu yang dapat dibagikan dari konsep album tersebut kepada para penikmat.
Dan “Kabar Dari Hutan” memenuhi esensi dari hal tersebut. Pygmos menerjemahkan konsep “Kabar Dari Hutan” dalam sebuah kemasan berupa amplop persegi. Di dalamnya tak hanya berisi CD, melainkan bonus empat potret menarik tentang alam dan secarik ilustrasi pastel menarik dalam informasi lirik tembang-tembangnya.
Ibarat sepasang Pygmy Marmoset yang tengah mengirimkan kabar suka cita dari kampung halamannya di hutan kepada para manusia di seberang sana. Nah begitulah kemasan artwork ini bekerja.
Sebagai pendatang baru dalam skala lokal, tentu talenta yang dimiliki Pygmos sangat menjanjikan. Dengan segala keunikanya, membuat pop yang diusung Pygmos mampu membawa kesegaran. Seharusnya musik sehat seperti ini tak hanya berdiam dibalik hijau pepohonan di satu hutan hujan tropis saja. Ia semestinya disebarkan, dibiarkan bergema di setiap jalur hijau perkotaan, di setiap ragam hutan di pelosok semesta.
Bantu mereka menebarkan benih-benih merdunya di setiap halaman rumah kawan-kawan, sanak sodara, dan keluarga kalian yang benderang.
Akses musik @pygmos di Soundcloud http://t.co/breBS9A5MT. [b]