Bentara Budaya Bali kembali menggelar dialog sastra Sandyakala Sastra #41.
Kegiatan kali ini terbilang cukup berbeda; Bentara Budaya Bali (BBB) menggelar dua agenda berturut-turut dalam waktu dua hari.
Pertama, “Copywriting: Creativity & Emotion” bersama penulis Australia Luke Ryan, pada Jumat, 2 Mei 2014, pukul 18.00 Wita. Sedangkan agenda berikutnya adalah FGD (Focus Group Discussion) menghadirkan dosen dan pemerhati local wisdom Prof. Dr. I Gusti Made Sutjaja, pada Sabtu, 3 Mei 2014, pukul 18.00 Wita.
Kedua acara dihelat di Bentara Budaya Bali, Jl. Bypass Ida Bagus Mantra no. 88A, Ketewel, Gianyar.
Di hari pertama, Bentara Budaya Bali bekerja sama dengan Bali Emerging Writers Festival, menghadirkan penulis asal Australia, Luke Ryan. Penulis ini telah menerbitkan buku memoar tentang pengalaman pribadinya menghadapi penyakit kanker.
Luke Ryan secara umum akan berbagi informasi perkembangan dunia sastra dan dunia penulisan di Australia. Ia pun akan menguraikan kiat-kiat dan teknik penulisannya, terutama menyangkut karya-karya non fiksi.
“Pengalaman-pengalaman traumatis dan penuh luapan emosi dikelola dan diarahkan guna mengembangkan kehidupan kreatif atau daya kreativitas,” ungkap staf BBB, Juwitta K. Lasut.
Dialog hari pertama mencoba membahas posisi seorang copywriter. Tulisannya dituntut dapat bersifat persuasif, menggugah pembaca untuk menyelami topik bahasan tertentu, dan diharapkan terpicu untuk memahaminya secara lebih menyeluruh.
Terkait itu, seorang copywriter dituntut kuasa memadukan antara daya kreativitas dan emosi, agar menghasilkan sebentuk tulisan yang tertata, terukur serta terarah sesuai publik pembaca yang dituju.
Pada hari kedua, BBB mengundang I Gusti Made Sutjaja sebagai narasumber. Dia akan menguraikan perihal bagaimana kemajuan teknologi dapat didayagunakan/diaplikasikan untuk merawat dan mengembangkan memori kultural, berikut nilai-nilai luhur tradisi setempat atau local wisdom.
Sutjaja juga akan mentransfer pengetahuan dan pemahamanannya dalam memadukan daya kreatif dengan kekuatan rasa atau emosi.
Menurut Juwita, keseimbangan antara dua hal mendasar tersebut diyakini sebagai prasyarat terciptanya karya-karya yang unggul dan matang, serta mengandung local wisdom. “Dengan demikian, diharapkan para penulis dapat menghasilkan karya-karya bernas dan otentik, memiliki keunikan serta kekuatan yang mempribadi berkat warna lokal yang dieksplorasinya atau diadaptasikannya secara kreatif,” katanya.
I Gusti Made Sutjaja adalah lulusan Ph.D bidang linguistik di The University of Sydney, Australia. Telah melakukan berbagai kajian dan penelitian di bidang sastra & bahasa serta menerbitkan banyak tulisan dan buku di antaranya Perkamusan Indonesia: Permasalahan dan Bahasa Bali (2010), Gaguritan Amad Muhamad (2010), Everyday Balinese – 2009 (Tokyo: Tuttle Publishing), Bunbunan Ragragan Bali (kumpulan artikel berbahasa Bali di harian Bali Post (2008), Gaguritan Cilinaya (2007), Tales from Bali (2005), dll.
Profesor Sutjaja juga aktif mendokumentasikan cerita rakyat Bali dan Indonesia yang kemudian ditulis ulang dalam aksara Bali. Tujuannya untuk turut merawat dan menjaga bahasa Ibu sebagai sarana ekspresi atau penciptaan. Saat ini juga menjabat sebagai Ketua Program Ekstensi Bahasa Inggris di Fakultas Sastra & Budaya Universitas Udayana.
Luke Ryan, penulis lepas sekaligus komedian asal Melbourne, Australia ini berusia 28 tahun. Ia menulis tulisan non fiksi pendek yang dibubuhi dengan lawakan. Luke akan merilis bukunya, A Funny Thing Happened on the Way to Chemo, sebuah memoar tentang memiliki penyakit kanker lebih dari dua kali yang akan dirilis bulan Juli oleh Affirm Press.
Karya-karyanya telah dimuat di beberapa media seperti TheVine, Junkee, Gurdian, The Age, Smith Journal, The Lifted Brow, Crikey, Kill Your Darlings dan masih banyak lagi. [b]