Oleh Luh De Suriyani
Ni Nyoman Masni, sebut saja demikian, perempuan 33 tahun yang bekerja sebagai petugas penyapu jalan di Kota Semarapura, Kabupaten Klungkung, Bali.
Rabu pekan lalu adalah hari yang sangat gugup untuknya. Baru kali ini ia menjalani perawatan pertama program Preventing Mother to Child Transmission of HIV (PMTCT) di Sal Kebidanan RS Sanglah Denpasar.
“Tolong, jangan sampai tetangga saya tahu soal ini. Saya bisa dikucilkan,” pintanya berulang-ulang.
Masni harus diyakinkan bahwa dia tak sendiri. Pada saat yang sama, seorang ibu hamil dari Kabupaten Jembrana, tiga jam dari Denpasar, juga sedang melakukan konseling terapi pertama ARV-nya. Bahkan di Bali, diperkirakan sedikitnya 1000 perempuan hamil akan memerlukan PMTCT dalam waktu dekat, dari 1679 kasus positif HIV dari hubungan heteroseksual hingga akhir Februari ini.
Usia kehamilan anak kelima Masni ini enam bulan. Perutnya terlihat sangat menonjol karena tubuhnya kurus. Wajahnya pucat.
Enam bulan lalu pula ia kehilangan Ni Putu, 14 tahun, anak pertama yang meninggal karena sakit paru-paru kronis akibat ketahanan tubuhnya koyak oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Dari Ni Putu yang memperlihatkan gejala khas sindrom AIDS inilah, dokter yang merawat menelusuri jalur penularan dan menemukan Masni, ibunya yang berpotensi menulari.
Sementara rantai penularan lain, suaminya, telah meninggal pada 2003. “Ia meninggal karena mencret keras dan batuk-batuk,” ingat Masni.
Mulai hari itu, tiap bulan ia harus ke RS Sanglah Denpasar untuk kontrol obat anti retro viral (ARV) dan kondisi janinnya. “Kalau suami saya tidak bisa antar, saya sendiri bisa naik motor,” katanya yakin dalam Bahasa Bali.
Ia mengaku terbiasa melakukan sesuatu sendiri. Ia juga tak ingin berhenti bekerja sebagai penyapu jalan jika kehamilannya makin tua.
Desak Yose, perawat ruang PMTCT memintanya memakai masker jika bekerja. Masni sangat mudah sesak nafas. Terlebih jika setiap hari mengakrabi debu, asap, dan sampah di jalanan kota Semarapura.
Hari pertamanya di klinik PMTCT, Masni memeriksa CD4, tes untuk mengetahui jumlah sel limfosit atau pertahanan tubuh di laboratorium. Ini syarat utama untuk memulai terapi ARV bagi dirinya dan pencegahan HIV pada janin.
Dokter AA. Jayakusuma, koordinator program PMTCT RS Sanglah mengatakan hingga 28 Mei 2009, jumlah perempuan yang mengikuti PMTCT sudah melampaui jumlah tahun lalu. Pada 2008, hanya 12 perempuan yang siap dan bersedia mengikuti program ini. Namun, sekarang jumlahnya sudah 16 orang. Total klien PMTCT Sanglah adalah 53 orang sejak 1996.
“Saya perkirakan, jumlahnya akan meningkat 200% tiap tahunnya. Kami tidak tahu, apakah tenaga medis kami siap menerima lonjakan klien nantinya,” ujar Jayakusuma.
Peningkatan dua kali lipat itu menurutnya sangat logis, seiring melonjaknya kasus HIV/AIDS di Bali, terutama karena faktor risiko penularan heteroseksual. “Hampir 60% dari 2666 pengidap HIV di Bali usia produktif, jadi mereka akan menikah dan punya anak,” paparnya.
Hampir 100% perempuan positif HIV yang mengikuti PMTCT di Sanglah tertular dari suaminya. Rata-rata ibu rumah tangga kelompok ekonomi menengah ke bawah. Nyaris semua baru mengetahui statusnya saat hamil, setelah suaminya dirawat di rumah sakit atau meninggal.
Karena itu, persyaratan dan kontrol ketat diberlakukan pada mereka. Misalnya treatment ARV dan himbauan untuk tidak memberikan air susu ibu (ASI) pada bayinya. Cairan pengganti ASI seperti susu formula disyaratkan jika tidak ada halangan secara sosial, dapat diberikan secara kontinyu, dan kualitas air minum di tempat tinggal mereka baik untuk memasak susu formula.
“Kami terpaksa mengimbau untuk tidak memberikan ASI karena kebanyakan perempuan sudah dalam kondisi sakit karena baru mengetahui statusnya,” ujar Jayakusuma.
Belum ada anak-anak usai terapi PMTCT yang positif HIV. Untuk melakukan tes minimal usia anak 18 bulan. Setelah itu, kembali tes kedua untuk konfirmasi.
Selain Sanglah, hanya RS Umum Daerah Buleleng yang melayani PMTCT. “Seluruh rumah sakit daerah di Bali harus siap. Perempuan hamil harus mendapat akses mudah karena harus kontrol rutin,” imbuh Jayakusuma. [b]
Very interesting article
Dogi
Infonya top banget..