Oleh I Nyoman Winata
Negeri ini sudah menjadi negerinya para maling. Yang tidak jadi maling tidak akan bisa menjadi penguasa. Tetapi kalau ada maling yang tertangkap, para maling lainnya tidak akan merasa ketakutan, tetapi malah tertawa lalu tetap saja menjadi maling. Bisa-bisa mereka akan menjadi maling yang lebih lihai, lebih terhormat dan lebih berkuasa.
Ya, inilah Negara Kesatuan Para Maling. Bagaimana menggambarkan negeri yang bisa disebut negeri Maling ini?
Seperti tulisan di koran tentang sebuah daerah di kota Semarang yang penghuninya rata-rata para Gali alias preman. Kalau ada salah satu dari mereka yang tertangkap, maka para tetangga dan warga lainnya akan ramai-ramai menertawakannya. Yang ditangkap itu dianggap hanyalah sedang apes sehingga bisa tertangkap. Jadi teman-teman satu kampung nya yang juga gali alias preman bukannnya merasa takut dan berhenti jadi preman ketika ada teman mereka yang tertangkap. Ini kampungnya para preman.
Lalu di Bali ada Kampung atau desa yang sering disebut desa asal para pengemis. Menjadi pengemis di desa ini sudah bukan sesuatu yang memalukan. Ya… karena semua dari mereka adalah pengemis . Jadi kalau ada penertiban di Kota dan mereka tertangkap lalu dikembalikan ke desa mereka, pasti setelah beberapa hari mereka kembali lagi menjadi pengemis di Kota. Galaknya para Satpol PP atau cemoohan dari warga lainnya, tidak akan menghentikan niat mereka jadi pengemis.
Jika demikian, maka dipastikan Negeri para Maling juga memiliki karakter yang serupa. Para penguasa yang memerintah negeri adalah para maling, bahkan mungkin rajanya Maling. Semuanya adalah maling-maling yang merasa dirinya tetap terhormat karena duduk dilembaga yang terhormat. Hukum yang menjerat para maling, tidak membuat mereka ketakutan apalagi berhenti jadi maling. Meski ada yang sudah ditangkap diadili bahkan di penjara, yang lainnya akan tetap mencari peluang bisa menjadi maling.
Kenyataan yang paling menyayat hati di Negeri para Maling ini adalah para Maling sangatlah dihormati oleh Rakyatnya. Ke mana-mana mereka tetap dielu-eluka karena selalu datang membawa segepok uang untuk membantu membangun tempat ibadah, membantu bangun jalan desa atau sekedar memberi uang saku. Wajahnya akan merajai media massa, di mana-mana ada dan selalu muncul dengan tampilan menawan meski mereka juga adalah Maling.
Ya, namanya juga negeri Maling, yang dihormati tentu saja Raja-Raja Maling.
Dasar Maling, meski sudah mendeklarasikan organisasinya akan bebas dari tindakan maling, belum beberapa waktu pasca deklarasi, ehh.. malah oknum anggotanya tertangkap karena melakukan tindakan maling. Ini ironi yang menyakitkan hati. Tetapi apakah yang maling hanya penguasa saja?
Namanya juga negeri maling, banyak dari yang dikuasai alias rakyatnya yang menjadi maling atau paling tidak mendorong penguasa untuk jadi maling. Di masa pemilihan umum, rakyat bersepakat untuk tidak memilih mereka yang tidak memberikan sesuatu. Paling tidak para caleg kalau mau dipilih harus sumbang uang bangun jalan atau bangun tempat Ibadah. Untuk memenuhi keinginan ini, para calon penguasa lalu pinjam uang kiri kanan, atau jual aset. Saat sudah berkuasa, agar Break Even Point alias pak pok bahkan kalau bisa untung, mereka lalu jadi Maling.
Ini ADA POTONGAN sebuah puisi tentang negeri Maling yang ditulis Daryanto Bended judulnya KERAJAAN MALING
….
MALING-MALING-MALING
MALING-MALING-MALING
APABILA
PEMERINTAH MALING
MENTERI-MENTERI MALING
DPR MALING
PEJABAT MALING
PEMBESAR PUN IKUT MALING
(lalu apa jadinya negeriku)
NEGERIKU MENJADI KERAJAAN MALING
…….
Lalu apa yang terjadi ketika ada seorang yang bukan maling menyatakan ingin menjadi pemimpin di negeri ini? Ia yang adalah seorang yang tidak mungkin menjadi maling karena tidak ada yang bisa dicuri. Ia hanya seorang seniman. Ada jenderal yang mendukungnya, tetapi sang jenderal juga adalah jenderal miskin.
Maka inilah yang terjadi ketika deklarasinya menjadi calon presiden dikumandangkan. Semua menertawakannya… mencemooh. Termasuk media massa pun ramai-ramai menertawakan atau kalau tidak menutup akes pemberitaan.
Lalu yang menertawakan akan bertanya sinis, “Kendaraan politik mu mana?”. Yang dimaksud adalah parpol yang selama ini menjadi organisasinya para maling-maling. Ya, namanya saja bukan maling dan belum pernah jadi maling, mana ada organisasi Maling yang mau mendukung calon ini?
Tetapi ketika yang mencalonkan diri jadi pemimpin negeri adalah para pensiunan jenderal atau pengusaha bergelimang harta, entah harta darimana (mungkin saja dari jerih payah menjadi Maling) media pun mendukung. Apalagi ada milyaran rupiah mengalir ke kantong sang pemilik media. Semua memberi dukungan.
INI MEMANG (BENAR-BENAR) NEGERI PARA MALING. [b]
🙂
Saya ndak setuju dengan alenia pertama yang menyebutkan bahwa kalo tidak jadi maling tidak akan jadi penguasa. Buktinya, semua orang di negeri ini maling, tapi kok masih banyak yang ndak jadi penguasa, malah masih miskin aja.
Mungkin kadar malingnya yang beda ya? Kalo saya, anda dan kebanyakan rakyat cuma maling kelas teri. Sementara mereka yang berkuasa maling kelas kakap. Tapi, yang namanya maling tetap saja maling. Maka, jangan jadi maling yang teriak maling. 🙂
kritikan2 saudara winata sering kali sangat lalah.
sejak 40 tahun lebih (sejak duduk dibangku kuliah), saya
pusing dan geram, jika memikiri keadaan dan situasi
negara kita. memang betul penguasa dinegeri ini banyak
sekali malingnya. jika tidak ikut jadi maling, bakalan
digeser atau tidak naik pangkat.
dahulu dikala masih muda saya sering mengeritik dengan
kalimat2 yang lalah, akibatnya hanya berantem, karena
dimaki merendahkan harkat dan martabat, bangsa dan negara sendiri.
oleh kakak-saya yang lebih tua, saya dinasehati supaya tutup mulut : jangan ambil pusing dengan sesuatu keadaan, dimana engkau tidak berkuasa mengubahnya ! memang inilah indonesia, jika engkau tidak setuju enyahlah atau tutup mulut ! apa yang engkau kritik semuanya bener, tetapi tidak ada gunanya ! engkau ini siapa sih ? kalau lagi sial engkau bisa dibunuh oleh para maling !
kita, rakyat biasa, tidak berdaya.
mengharap para penguasa sadar, berusaha membangun negara,
bak mengharapkan lengar berbulu.
seorang teman-saya masa lalu pernah mengeritik keadaan
negara kita dengan lagu : AJE GILE , RAYAP RAYAP .
Silahkan mendengarkan nyanyian almarhum mogi-darusman.
ahh… tidak kok
saya tidak bermaksud mengkritik, lagian saya juga tidak marah lihat keadaan negara ini. Biasa-biasa saja. Tulisan saya justru lahir dari kegeliaan saya melihat diri kita sendiri sebagai rakyat dari sebuah negeri bernama Indonesia. Aneh bin ajaib.
Jadi… saya tidak perlu harus bertengkar apalagi berantem. Bersuara itu tetaplah penting, karena kata Kawan-kawan saya waktu kuliah di Unud dulu “Diam itu sama saja dengan penghianatan”.
Maaf, menurut saya justru nasehat kakak Saudara Oken lah yang justru membuat negeri ini tidak pernah beranjak dari masalah. Dan saya meyakini ada banyak orang dinegeri ini seperti kakak nya saudara Oken.
Pelajaran apa yang bisa diambil dari sekumpulan rusa yang lari tunggang langgang ketika diburu oleh HANYA seekor Harimau? Rasa takut atas kekuasaan si Harimau! Bayangkan jika semua rusa dikumpulan tadi itu berani bergerak dan melawan!!!. Akan ada rusa yang mati pastinya, tetapi Harimau itu akan mati juga. Dan… akan tersisa banyak rusa yang bisa melanjutkan hidup, bebas dari rasa takut.
Lalu pelajaran apa yang bisa diambil dari perjuangan para pahlawan negeri ini dimasa lalu yang berjuang bebas dari penjajahan? Bayangkan jika saat itu semua orang di negeri ini seperti kakak Saudara Oken, menasehati adik-adiknya atau anak-anaknya agar lebih baik diam daripada berjuang karena takut mati dibunuh para penjajah, pastilah tidak akan ada cerita tentang heroiknya para pahlawan melawan Belanda dan Jepang.
Dan jika ingin negeri ini berubah dalam jalan damai tanpa harus berantem, yakinilah bahwa negeri ini pasti bisa berubah. Dan jangan takut untuk bersuara tentang kebenaran, meski kebenaran yang kita suarakan akan berbuah pahit.
Tapi syukurnya tidak semua warga di kerajaan maling itu maling blih. Masih banyak pengkhianat2 kerajaan yang bertebaran. Umumnya mereka memilih menjadi pengurus kerajaan tingkat rendah saja (lebih tepatnya sih tidak dikasih naik), atau memilih untuk sebisa mungkin tidak berurusan dengan pengurus kerajaan (^_^)
Yah, berdoa saja suatu hari terjadi revolusi moral di kerajaan maling ini.
negara yang dipenuhi maling…sangat mengerikan…kita maju terus,nded..
sudahlah ngak usah di ributkan para maling-maling itu memang sdh latar belakangnya,anda ingat tsunami aceh 2004,kita yang membuka kasus dengan spanduk tepatnya di lhoknga bukit nusa kita yang terhukum13 thn di pisah-pisah dengan keluarga,di fitnah,dituduh, di buat agar menjadi gila,di paksa bodoh dan di paksa untuk terlibat dengan politik,lalu apakah sampai di situ,tidak sampai saat ini pun kita tetap hanya jadi banyolan dan tertawaan politik kera-kera berpakaian manusia dan hanya jadi permainan para maling kelas atas sampai kelas bawah,
usai tsunami aceh saya masih ingat ketika bekerja serabutan saya hanya mendapat,upah makan dan tidur beralas kadan kayu ketika sekarang berusaha terus di intai untuk diambil hak apa yang saya dapatkan dari jerih payah walau kadang menempuh jarak puluhan kilo meter jalan kaki perhari,nyata saaat ini d pulau NIAS wumatera utara pun seperti itu dengan kepala mata dan otak mereka melihat kita berjalan dan bersusah payah untuk berusaha memenuhi kebutuhan,sanggup mereka ambil isi dompet hanya karena kesilapan,bagi kita yang sudah menempuh jarak kadang jalan kaki dari kota medan sampai jakarta hingga melotot mata mereka saksikan perhari kadang sampai 50 km berjalan,ya yang namanya maling jelas ngak ada rasa kemanusiaan,walau dia dari agama dan keyakinan apa saja,kesimpulannya jadilah pengemis jika hendak di hargai di negri ini,atau maling jika hendak di hormati,dan jangan pernah mimpi berbuat sesuatu yang baik akan mendapat hasil yang baik kecuali dari tuhan,air susu dibalas dengan air tuba hal biasa,berapa ide kita masukkan kenegara sampai di lakukan dengan hanya untuk berbuat bagi orang lain karena rasa sosial,ujungnya makan pun bisa terancam,karena sibuk pada mengejar kesana kemari ingin mempekerjakan dengan tindakan berujung juga kepencurian bahkan tanpa modal sepeserpun berani-beraninya,dan tanpa rasa tau diri sedikitpun yang hendak di pekerjakannya itu siapa,dan tulisan ini bukan hanya permainan politik gila jabatan koruptor,maling(binatang) hal yang memang sdh lumrah di negara ini karena berapa persentase juga negri ini yang mempekerjakan yang mampu bekerja di negri ini no contact hp: 085321552071rella febrianta (ryan aceh)