Tak lebih dari dua jam, pembakaran jenazah pun selesai.
Karena itulah Ni Nyoman Sari memilih menggunakan kompor untuk membakar jenazah anaknya yang meninggal pertengahan Januari lalu. Kompor menjadi pilihan praktis bagi Sari untuk mengantarkan arwah anak ketiganya itu menuju dunia barunya.
Sari dan keluarganya melakukan pengabenan anak perempuannya tersebut di setra desanya, Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Badung. Sekitar seratus orang menyaksikan salah satu bagian dari ngaben, upacara pembakaran jenazah ala Hindu Bali tersebut.
Saya turut di sana siang itu. Menyaksikan ngaben mantan istri kakak ipar yang meninggal di usia muda, sekitar 30 tahun ini. Salah satu yang menarik bagi saya adalah karena makin banyaknya warga Hindu Bali menggunakan kompor sebagai alat untuk membakar jenazah.
Sebulan sebelumnya, saya juga ikut ngaben suami salah satu teman di Singaraja. Di sana pun pakai kompor untuk membakar, bukan dengan kayu seperti orang Bali pada zaman dulu. Nenek mertua saya juga ngabennya waktu itu, sekitar tiga tahun lalu, pun menggunakan kompor.
Meledak
Sambil melihat proses pembakaran jenazah tersebut, saya pun ngobrol dengan petugas pembakaran, Putu Eka. Menurut Eka, tren untuk ngaben menggunakan kompor di Bali memang hal baru. Kira-kira sepuluh tahun terakhir. Salah satu alasannya, sama seperti alasan Sari, biar praktis saja.
Menurut Eka, dulunya orang ngaben biasa pakai kayu untuk membakar jenazah. Pembakaran pun lama. Bisa sampai seharian dari pagi hingga sore. “Bisa lebih lama kalau hujan,” kata Eka. Selain lebih lama, pembakaran juga lebih repot karena pakai kayu bakar.
Dengan menggunakan kompor, prosesi pembakaran jenazah pun tak lebih dari dua jam. Kadang malah lebih cepat dari itu. Jenazah sudah jadi abu menyisakan tulang belulang yang biasanya dilarung di laut atau sungai.
Bahan untuk pembakaran dengan kompor, menurut Eka, jauh lebih praktis. Dalam setiap pembakaran satu jenazah, Eka menghabiskan sekitar 30 liter bahan bakar terdiri dari 29 liter solar dan 1 liter bensin. Kalau terlalu banyak bensin, menurutnya, bisa meledak.
Dia mengaku pernah mengalami kejadian tidak enak tersebut, meledak kompornya ketika membakar jenazah.
Melingkar
Peralatan untuk ngaben dengan kompor ini terdiri dari kompresor untuk mendorong bahan bakar, tabung gas sebagai tempat bahan bakar, selang untuk mengalirkan bahan bakar, dan pipa besi untuk keluarnya api. Pipa besi ini serupa yang dipakai untuk mengalirkan air di kamar mandi sehingga tak terlalu cepat panas.
“Juga tidak cepat kotor karena bisa mengganggu aliran bahan bakar,” ujar Eka.
Pada ujung pipa besi ini bentuknya melingkar serupa obat nyamuk bakar. Tujuannya agar kekuatan api yang keluar lebih besar. Makin besar api, makin cepat selesai pembakaran.
Eka sendiri sudah menjalani pekerjaan sebagai tukang kompor ngaben selama 10 tahun. Dia melayani permintaan di sekitar desanya, Blahbatuh. Misalnya di Mengwi, Sangeh, dan sekitarnya. Dia tidak mau melayani jauh-jauh karena, menurutnya, di tempat lain juga pasti sudah ada petugas.
Biaya satu kali bakar ini sekitar Rp 1 juta. Padahal kalau pakai kayu bisa lima sampai sepuluh kali lipat hanya untuk pembakaran, belum termasuk bahan lain seperti bade, tempat jenazah.
Jadi, selain praktis, ngaben dengan kompor juga lebih murah. [b]
Iya betul, ngaben pakai kompor ini sekarang sudah umum, semua orang ngaben hampir pasti pakai kompor.