Teks dan Foto Wayan Sunarta
Lelaki ini terkesan sangar. Anak-anak pasti akan lari ketakutan melihatnya. Gadis-gadis yang tidak mengenalnya mungkin buru-buru menghindar ketika kebetulan berpapasan dengannya. Kalau lelaki ini berada di tengah keramaian dia selalu menjadi pusat perhatian. Kalau kebetulan dia muncul dalam acara-acara seni rupa, dia dengan mudah dikenali. Bahkan penampilannya seringkali mengalahkan acara pameran itu sendiri. Dia termasuk sosok “seni rupa yang berjalan”.
Penampilannya sangat eksentrik. Dia suka mengenakan kaos singlet atau rompi yang dipadu celana doreng butut. Berbagai pernak-pernik aneh bergelayutan di tubuhnya yang kurus. Kupingnya penuh dengan anting-anting besar. Hidungnya juga digelayuti anting-anting. Di lehernya melingkar aneka kalung bernuansa etnik, ada juga kalung tulang, gigi dan taring. Tangannya, dari lengan hingga pergelangan juga dipenuhi gelang berbagai bentuk, dari berbahan logam hingga akar bahar.
Jemarinya juga tak luput dari pernak-pernik cincin perak dan batu akik. Rambutnya panjang dan gimbal dihiasi ikat kepala merah menyala. Tubuhnya penuh tatto, dari pergelangan kaki sampai kepala, termasuk alisnya juga dirajah.
“Di tengah keseragaman, betapa sulitnya menjadi diri sendiri. Saya hanya ingin menjadi diri saya sendiri. Dan tentu saja saya merasa nyaman dengan semuanya ini,” kata lelaki ini mengomentari penampilannya.
Orang-orang sering memanggilnya Welldo. Lengkapnya, Welldo Wnophringgo. Dia lahir di Jakarta, 11 September 1965. Sudah lebih dari 18 tahun menetap di Bali, di kawasan Kuta. Meski penampilannya sangar, Welldo termasuk lelaki yang pendiam. Namun ketika dipancing berbicara, maka berhamburanlah berbagai pengetahuannya, terutama tentang ilmu kebatinan dalam kaitannya dengan seni rupa.
Ya, selain sebagai pelukis, Welldo juga dikenal sebagai guru spiritual yang memimpin paguyuban “Tandava Nrtya” dengan pengikut yang berasal dari berbagai negara. Bahkan dia sering diundang dan terlibat aktif dalam acara-acara yang digelar oleh perkumpulan paranormal. Dia juga menekuni meditasi dan yoga. Bahkan dia pernah meditasi selama 99 hari guna menggali jati diri dan merenungi misteri kehidupannya. Pengalamannya itu banyak membuahkan permenungan spiritual.
Perenungannya tentang seni dan penjelajahan spiritualnya sering diungkapkannya lewat catatan-catatan hariannya. Dia banyak menulis untaian-untaian permenungan perihal kehidupan, kematian, cinta kosmis, pencarian jati diri, pendakian spiritualitas. Selain itu dia juga rajin menulis puisi yang kini ratusan jumlahnya. Semuanya itu dibendel dan dijilid sederhana. Dia termasuk perupa yang sadar akan arti penting dokumentasi karya. Semua karyanya terdokumentasi dengan baik, seperti ratusan sketsa, lukisan kanvas, catatan harian tulisan tangan, foto-foto, kliping, dan sebagainya.
“Seni hanyalah sekadar medium, sebagaimana bahasa. Seni adalah suatu bahasa tanpa kata-kata. Sebagaimana jembatan yang mengupayakan penyatuan, sehingga lenyaplah keterpisahan jarak dan pikiran yang menciptakan komunikasi,” tulis Welldo dalam selembar catatan hariannya.
Welldo tidak pernah mengenyam pendidikan seni secara khusus. Bakat seninya telah tumbuh alamiah sejak dia masih kanak-kanak. Pada tahun 1978, dia bekerja sebagai illustrator di sebuah majalah ibu kota. Pernah juga bekerja di dunia film tahun 1979. Pernah jadi drummer sebuah grup musik beraliran keras. Hanya untuk mengikuti naluri mengembara dan berkesenian, tahun 1991 dia hijrah ke Bali. Menjadi pelukis merupakan dorongan naluri bawah sadarnya. Dia belajar melukis secara otodidak.
Sejak 1976 ketika masih usia belia, dia telah aktif menampilkan karya-karyanya dalam pameran bersama dan tunggal, di antaranya pameran di Slovia Building Jakarta (1976), pameran tunggal di IAIN Sunan Ampel Surabaya (1985), pameran Kaligrafi di Singapura (1998), pameran tunggal “Sebuah Catatan Kecil” di Ubud Bali (2001), pameran di Mad Valey Kuala Lumpur Malaysia (2006), pameran tunggal “Menelanjangi Ketelanjangan” di Salim Gallery Kuta (2006), pameran “Ar(t)mosphere” di Darga Gallery, Sanur, Bali (2007), pameran bersama Finalis Jakarta Art Awards 2008 di Gallery Pasar Seni Ancol, Jakarta (2008). Sejumlah penghargaan telah pula diraihnya, di antaranya finalis The Philip Moris Arts Awards 1994, Finalis Jakarta Art Awards 2008.
Karya-karya Welldo cenderung figuratif. Teknik realis dikuasainya dengan cukup baik. Bahkan dia sering melatih dirinya dengan membuat banyak sketsa tentang suatu objek atau melukis model. Lukisan-lukisannya lebih banyak mencerminkan pengembaraan pikiran, perasaan, dan permenungannya tentang kehidupan manusia. Welldo sering menganggap karya-karya seninya sebagai buku harian atau media penumpahan berbagai macam unek-unek yang mengusik pikiran dan perasaannya. Pada sejumlah lukisan awalnya nampak berbagai simbol dan ikon saling tumpang tindih, berpadu dengan aneka macam grafiti. Lukisan-lukisannya seakan menjadi proyeksi dari dunia batin yang sedang berkecamuk, tarik ulur antara kesakralan dan keprofanan.
“Karena sebagai catatan harian, maka karya-karya saya memiliki nuansa yang berbeda-beda, tergantung gejolak perasaan dan respon dari pikiran terhadap kehidupan dan kenyataan,” ujarnya.
Welldo termasuk pelukis yang mengagumi keindahan perempuan. Pada sejumlah lukisannya perempuan muncul sebagai subjek sekaligus simbol untuk menggambarkan dunia batinnya yang selalu mengembara dalam proses pencarian jati diri. Bahkan dalam suatu kesempatan menggelar pameran tunggal bertajuk “Menelanjangi Ketelanjangan” (2006), Welldo berujar, “telanjangilah pikiranmu, agar kamu mampu mencapai dirimu yang sebenarnya!”
Selain melukis di atas kanvas dan kertas, Welldo juga sering melukis di atas kemolekan tubuh perempuan dalam pertunjukan body painting. Karena dandanannya yang eksentrik, dia juga sering diundang tampil menyemarakkan acara peragaan busana yang dihadiri banyak model cantik. Itulah beberapa sisi unik dari Welldo.
Karya-karya Welldo terkini lebih banyak menampilkan binatang (babi, celeng alas, monyet, tikus, anjing) yang dipakai sebagai sindiran terhadap perilaku kehidupan manusia. Ikon-ikon modernisasi dan globalisasi seperti humberger, coca-cola, sesekali muncul dalam lukisannya sebagai ungkapan betapa pengaruh Barat sangat terasa menguasai peradaban dunia. Dalam waktu dekat ini dia berencana memamerkan karya-karya terbarunya. [b]
hhhmmmmm ,…cerita menarik tentang Welldo,……pekerja keras,……saya pernah ber interaksi sama Welldo saat dia tinggal di kampung malang , sekitar tahun 1984 – 1986 ,…..ada satu karya sketsa gambar Gombloh yang sy hilangkan……karena pindahan rumah,….sayang sekali.
mudah-mudahan sy bisa ketemu dgn Welldo , kiranya ada info pameran , tlg saya di infokan .lewat hp saya 081217027720. tx
Manntaapp. aku bangga sama Siwo….Welldo
teruslah berkarya…. Ajik….
do’a kuu menyertai mu…. selamanya…..
tak ada batas, tak ada jarak yang terpisah walau kita terjauh…..
Aah tambah ok aja and semoga sukses sy sebagai teman main selama disurabaya cukup salut atas segala karya welldo good luck