Tradisi Bali Aga berbeda dengan Bali pada umumnya.
Kabupaten Bangli dikenal dengan desa-desa kuno dengan berbagai tradisi dan keunikannya. Penduduknya pun dikenal menganut kebudayaan Bali Aga atau Bali Mula, budaya Bali yang sudah ada sebelum orang-orang Jawa keturunan Majapahit datang ke pulau ini.
Desa-desa kuno ini banyak tersebar di Kecamatan Kintamani. Di sekitar Kintamani banyak ditemukan peninggalan-peninggalan kuno yang menggambarkan kehidupan masyarakat Bali di masa silam.
Salah satu desa kuno di daerah Kintamani adalah Desa Bayung Gede. Desa ini terdiri dari satu desa dinas, satu desa pakraman, dan satu banjar dinas dan satu banjar pakraman.
Berada di Desa Bayung Gede kedamaian suasana desa terasa sangat lekat. Desa ini masih memegang erat kebudayaan Bali Aga. Salah satunya adalah tradisi menggantung ari-ari bayi pada pohon kayu bukak. Tradisi ini merupakan aturan budaya penduduk Desa Bayung Gede yang masih tetap dipertahankan hingga saat ini.
Menggantung ari-ari bayi baru lahir ini dilakukan di sebuah kuburan atau yang lebih dikenal dengan Setra Ari-Ari. Sejatinya tempat ini merupakan area khusus untuk “menguburkan” ari-ari bayi. Namun, ari-ari tidak dikubur sebagaimana biasa, melainkan digantung pada pada ranting pohon bukak.
Ari-ari bayi yang baru lahir dibersihkan atau disucikan terlebih dahulu. Lalu, ari-ari itu dimasukkan dalam sebuah batok kelapa yang sudah diberikan rempah-rempah dan kapur sirih. Batok juga diberikan tulisan nama agar tidak terjadi benturan nama.
Selanjutnya digantung pada pohon bukak, ari-ari yang tergantung dibiarkan saja tidak dirawat secara khusus. Biarpun terjatuh, ari-ari itu tetap dibiarkan saja.
Pohon bukak yang menjadi tempat digantungnya ari-ari tersebut diyakini oleh penduduk Desa Bayung Gede memiliki fungsi menyerap bau. Oleh karena itu meskipun di setra/kuburan ini terdapat banyak ari-ari yang digantung dan sudah berusia sangat lama namun sama sekali tidak tercium bau tidak sedap.
“Tradisi atau budaya menggantung ari-ari bayi baru lahir ini diwarisi masyarakat desa ini sudah sejak lama,” tutur Komang Artawan, kelian Banjar Pludu Desa Bayung Gede.
Artawan menjelaskan sampai saat ini warga desa Bayung Gede menyakini tradisi ini berkaitan erat dengan mitologi asal mula desa ini. Bahkan, cara seperti ini diyakini dapat melindungi dan memelihara bayi secara magis. Sehingga bayi tersebut tumbuh dewasa dapat terhindar dari penyakit dan gangguan makhluk halus.
Menurut Artawan sesuai tradisi yang berlaku, warga yang tidak melaksanakan tradisi ini dikenai denda berupa 200 keping uang bolong dan melakukan upacara masayut atau pembersihan pekarangan tempat dimana air-ari itu ditanam.
Tradisi menggantung ari-ari di Desa Bayung Gede ini memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan lokal maupun asing. Setra ari-ari yang berada di selatan desa dan dikelilingi jalan melingkar yang luasnya sekitar 60 are ini sering dikunjungi pengunjung.
“Keunikan tradisi menggantung ari-ari ini memiliki nilai dan daya tarik tersendiri sehingga menimbulkan rasa penasaran bagi orang luar. Karena pada umumnya orang Bali akan menanam ari-ari bayi yang baru lahir di pekarangan rumah,” ungkap Satria Sitangga salah satu pengunjung dari Singaraja, pada Minggu pekan lalu.
Untuk mengunjungi Desa Bayung Gede ini bisa lewat dari jalur jalan Payangan-Kintamani atau jalan Bangli-Kintamani. Dari pusat Kota Denpasar desa ini terletak sekitar 55 kilometer atau 35 kilometer dari pusat Kota Bangli. [b]