Teks dan Foto Luh De Suriyani
Pemerintah Kabupaten Badung hampir merampungkan pembangunan tembok baru dengan tinggi sekitar 2 meter di sepanjang Pantai Kuta sampai batas Pantai Legian. Sayangnya tembok ini dinilai tak ramah lingkungan dan menyulitkan pejalan kaki menikmati pantai dari jalanan.
“For those travelling to Kuta, here’s another wierd development which I prefer to call “the Kuta Wall”. If you are driving, riding, walking, strolling on the main road (Jalan Pantai Kuta), or sipping coffee at a ground floor cafe, you can no longer see the blue ocean. So, sorry guys, just enjoy the wall,” tulis Danny Yatim, turis dari Jakarta di halaman akun facebook-nya pekan lalu.
Danny yang dikonfirmasi mengatakan dia dan teman-temannya sangat kaget dengan suasana baru Pantai Kuta yang ditutup tembok dari batu alam putih itu. “Seperti biasa saya senang jalan-jalan pagi di pantai dan penasaran sekali sama tembok yang diceritakan keponakan saya. Kok ya pantai ditembokin lebih tinggi dari orang ya? Kenapa gak bikin tembok yang lebih hijau, itu lebih bagus,” keluhnya. Foto-foto yang diupload di laman social network-nya itu dikomentari banyak orang yang sama kecewanya.
“Actually yang mengerikan is the total amount of the money to build such a fort which actually can be build out of green, plants. Environment friendly wall, but what to do?” komentar Asana Viebeke Lengkong, salah satu aktivis yang kerap mengkritik pembangunan Kuta dan tinggal di kawasan Seminyak ini.
Menurut Asana, Pemkab Badung kebingungan menggunakan uang dari hasil pendapatan pariwisatanya yang melimpah. “Badung Region has got a lot of money, they don’t know what to do with the money and they have to spend it. Kuta will be always famous with lots of people bringing lots of money to spend. But nothing for the poor, nothing for the education, nothing for the problem of HIV-AIDS, just nothnig for the people because people make a lot of noise,” jelasnya lagi.
Tembok berarsitektur Bali itu dibuat persis seperti tembok di pura-pura atau kantor pemerintah yang sangat megah. Pembangunan kini tinggal menyisakan sepasang candi bentar di perbatasan Pantai Legian.
Pejalan kaki kini dan pengendara yang melintas kini hanya bisa melihat tembok. Deburan ombak dan cahaya matahari hanya bisa terlihat jika kita masuk ke balik tembok yang ditinggikan dasarnya dari jalan raya ini.
Menurut Humas Pemerintah Kabupaten Badung, I Gede Wijaya, pembangunan tembok baru di Pantai Kuta ini karena tiga alasan. Pertama, tembok dari batu sungai sebelumnya tak mencerminkan arsitektur Bali, walau terihat hijau dengan tanaan rambat dan setinggi perut orang dewasa.
Kedua, peninggian untuk menghalangi terbangnya pasir ketika musim angin barat datang. “Banyak turis yang mengeluhkan pasir yang lari ke jalanan,” ujarnya. Wijaya mengatakan angin barat hanya datang sekali-kali atau musiman.
Berikutnya, tembok Kuta yang baru dan lebih megah ini menurut Wijaya akan enak dignakan sebagai latar belakang foto bagi turis. “Arsitektur Bali akan langsung dikenal orang,” tambahnya.
Ia menolak menyebutkan total biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan tembok ini. “Protes kan biasa, yang jelas rencana ini sudah disosialisasikan,” katanya.
Sebagai ilustrasi, pada akhir tahun lalu sepasang candi bentar atau pintu gerbang pertama di depan kafe Starbucks sebelumnya telah menghabiskan biaya pembangunan dan biaya pemlaspasan (upacara selamatan) Rp 500 juta. [b]
Versi bahasa Inggris dimuat The Jakarta Post.