• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Monday, November 10, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Budaya

Service Buruk Membuat Rasa Terpuruk

Luh De Suriyani by Luh De Suriyani
26 September 2007
in Budaya, Kuliner, Travel
0 0
7

Oleh Luh De Suriyani

Buka puasa dengan ayam betutu? Sebenarnya ini bukan pilihan saya, tapi suami yang doyan pedas. Beberapa hari ini ia terus menunjukkan nafsunya untuk mencoba ayam kampung berkuah super pedas ini. Karena itu saya dengan setengah rela hati mengiyakan ajakannya untuk buka puasa di warung makan Be Tutu Gilimanuk di Jalan Merdeka, Renon, Denpasar Jumat pekan lalu.

Sesampai di warung makan, seorang petugas menyambut dengan menyodorkan kertas menu. Saya persilakan pramusaji itu meninggalkan saya sebentar karena saya mau menyimak menu dulu. Eh, nona pramusaji ini abai saja, dan terus nyanggongin saya. Oke deh, barangkali dia lagi capek duduk dan ingin berdiri di samping pembelinya.

Setelah memesan, tiga menit kemudian satu set menu sudah terhampar di meja. Cepat sekali, melebihi makanan cepat saji. Karena ayamnya sudah matang dalam panci tinggal dipindah ke piring-piring kecil saja.

Waktu buka puasa tinggal 10 menit lagi, sementara Bani, anak saya, dan ayahnya tengah jalan-jalan sekitar tempat makan. Tiba-tiba nona pramusaji tadi menegur saya, “Aduh, ibu puasa ya? Pasti ibu lama ya makannya, pindah ke meja sana saja.” Saya bengong. Sungguh saya kaget dengan tegurannya yang datang tiba-tiba sementara saya tengah khusyuk melihat jam dinding.

“Pindah ke mana?” tanya saya.

“Itu di meja sana saja,” jawabnya sambil sigap mengambil set menu untuk dipindahkan ke meja sebelah. Setelah itu tinggallah saya yang menerka-nerka apa yang terjadi hingga saya harus pindah. Si nona tidak memberikan penjelasan sama sekali soal itu.

Hasil terkaan saya adalah ada sekelompok orang yang telah reservasi tempat. Saya lihat petugas sibuk mempersiapkan mangkuk cuci tangan di meja-meja yang disusun memanjang.

Hampir 30 menit setelah mulai makan, satu persatu kelompok pemesan itu berdatangan. Sejumlah pembeli individual lainnya juga makin membuat ramai rumah makan, sementara pegawainya terlihat siaga mengamankan meja-meja tertentu agar tak diduduki pembeli lain. Sulit juga karena tidak ada tanda bahwa meja itu sudah dipesan, kalau ada kan pembeli lain tak mungkin mendudukinya.

Belajar dari pengalaman di rumah makan Ayam Betutu Gilmanuk di Jl Merdeka Renon itu, saya jadi ingat kembali. Secara umum, saya lihat sejumlah ganjalan promosi wisata kuliner Bali adalah soal servis, perlakuan diskriminasi, cita rasa yang berbeda dengan aslinya, dan pilihan makanan lokal yang terbatas (jika ingin makan di warung besar atau restoran).

Ada pengalaman teman-teman saya ketika makan di Restoran Ulam Nusa Dua. Ini sih memang pengalaman sudah lama banget. Kalau tidak salah pada tahun 2003 lalu.

Teman-teman wartawan berbagai media nasional, yang sebagian besar berpakaian santai dengan celana jins dan kaos oblong itu, mengalami diskrimasi saat makan di sana. Ketika mereka datang, pelayannya bermuka manyun. Pelayanannya juga biasa saja. Senyum saja tidak.

Eh, pas datang tamu asing, semua pelayan girang bukan kepalang. Turis-turis itu langsung disambut dengan senyum, dipijitin, diajak ngobrol. Waaah, semua teman itu langsung pada ngedumel.

Tapi hal itu jangan membatasi Anda untuk mencoba makanan lokal Bali. Saya sarankan untuk datang ke pasar tradisional (misalnya untuk Denpasar: Pasar Badung, Pasar Satria, Pasar Kreneng) jika ingin mencicipi aneka masakan lokal Bali dengan cita rasa yang lebih tradisional.

Di pasar, makanan lebih beragam, harganya sungguh pas dengan pelayanan standar ala pasar. Selain itu Anda bisa langsung bertanya soal resep dan cara memasak makanan itu dari penjualnya. Jika tak berkenan makan berunsur daging babi, tak sulit karena makanan lokal Bali di pasar tradisional juga banyak yang hanya berlauk ayam. Anda tinggal bertanya pada penjualnya, mudah sekali. [b]

Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Luh De Suriyani

Luh De Suriyani

Ibu dua anak lelaki, tinggal di pinggiran Denpasar Utara. Anak dagang soto karangasem ini alumni Pers Mahasiswa Akademika dan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Pernah jadi pemimpin redaksi media advokasi HIV/AIDS dan narkoba Kulkul. Menulis lepas untuk Mongabay.

Related Posts

Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

10 November 2025
Ratusan Titik di Bali Alami Bencana

Memetakan Lokasi Banjir dari Media Sosial

9 November 2025
Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

8 November 2025
Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

7 November 2025
Ini Cerita Arsa, Remaja Rasa Anak-anak

Pengalaman Orang Tua dengan Anak Neurodiversitas

6 November 2025
BaleBio, Prototipe Arsitektur Regeneratif

BaleBio, Prototipe Arsitektur Regeneratif

6 November 2025
Next Post

Pengalaman Tak Simpatik Petugas Imigrasi

Comments 7

  1. Ni Komang Erviani says:
    18 years ago

    Kelihatannya, pegawai di Warung Betutu di Jalan Merdeka itu memang nggak pernah diajar standarisasi keramahan, tanpa diskriminasi. Beberapa bulan lalu, waktu aku hendak liputan kuliner di sana (berhubung resto ayam betutu yang katanya paling rame di denpasar ada di sana), pegawainya judes luar biasa. Kali, dipikir aku mau minta makan gratis ya. Hiks. Jadi, karena responnya gak ada ramah-ramahnya, ya udah deh. Aku gak jadi. Kasihan banget yang punya tuh resto ya. ????

    Reply
  2. Penunggu Bale Bengong says:
    18 years ago

    Mbak Suryani,

    Mbak hal ini bisa terjadi dimana saja…..nggak di Bali, di Jakarta, di Luar Negri dimana saja apalagi di Singapore wah orgnya kasar-2….. .Namanya juga Bali, kadang aneh……pernah di Bali waktu check ini saya dimintai Passport…lha masa iya aku bawa passport…dan KTP tdk dibawa hanya bawa SIM. Alasannya ibu bukan org Indonesia dan harganya lain….gimana ini…..ditanah air sendiri nggak dianggap…. .

    Aku geram juga ….aku bilang kamu memalukan dan karena kamu adalah org Indonesia dan aku tak mau karena ulahmu merusak citra bangsa yang terpuruk ini lebih buruk….hal ini tidak aku diamkan dan aku menuntut hak ku dan harus dapat…..dengan suara lantang tentunya…. akhirnya SIM diterima…. dan mereka minta maaf …yah sdhlah namanya sdh minta maaf……aku nggak dendam koq aku masih nginap disitu lagi. Sang SATPAM didepan berbisik…bu baik itu digitukan dia itu memang begitu sekarang baru kena batunya…..

    Tapi soal makan direstoran atau dimana saja aku nggak ada masalah….ya benar sebab aku selalu memberikan tip dimana saja walaupun di Jakarta di bar, di restorant dimana saja dan terkadang tipnya selalu melebihi 10% bila billnya kecil bisa mencapai 40-60% dari billnya…kalau ada live music kalau mainnya bagus dan lagunya yg aku suka aku juga tak segan memberikan tip……yah namanya kesenangan itukan relative…tapikan ada respect.

    Di Bali aku sempat ditanya sama empunya restorant… are you American…. .? What…..kagetkan. ….lalu katanya soalnya hanya org Amerika yang senang memberi tip….kalau org kita wah….org bule dari negara lainnya wah…kadang uangnya nggak cukup…….

    Yah tip itu penting sih buat tambahan…. …….kalau aku membayar dengan credit card selalu aku selipkan uang tunai buat tip….namanya membuat org senang. Oleh karena itu kalau lama nggak nongol…pasti dicari aduh mbak kemana aja sih…lama nggak nongol…… kalau pesan minuman pasti kita juga diberi yang terbaik oleh bar tender…..kan tip….Gitu lho……

    Biasakanlah memberikan tip…..

    Salam

    HH

    -dari hennyp@interasiafurn.com via milis mediacare@yahoogroups.com–

    Reply
  3. Penunggu Bale Bengong says:
    18 years ago

    Soalnya orang kita masih bangga ‘dijajah’ bangsa asing. Buktinya mereka lebih ramah dengan WNA ketimbang kita saudaranya karena WNA umumnya memberikan Tips yg baik pada mereka.. jadi Demi uang mereka rela menjilat.

    salam….

    -dari Bianca Goeritno” via milis mediacare-

    Reply
  4. Penunggu Bale Bengong says:
    18 years ago

    Bayangin, apa yang anda rasakan bila menerima perlakuan seperti ini….menimpa teman saya.

    Lokasi : Jalan Jaksa – Jakarta.
    Dia pergi ke warnet. Petugasnya bilang, tunggu aja dulu masih ada perbaikan. Jaringannya rusak. Setelah menunggu sekitar 15 menit, masuklah orang bule dan langsung saja dipersilahkan pakai salah satu komputer dan online!

    Temanku, orang Perancis yang kebetulan warna kulitnya sama dengan kebanyakan orang Indonesia itu cuma bisa prihatin dan berlalu.

    -dari Hardi Baktiantoro” via milis mediacare-

    Reply
  5. Penunggu Bale Bengong says:
    18 years ago

    Pengalaman seperti itu pernah saya rasakan juga, waktu
    liburan ke pulau dewata itu sebelum kejadian Bom Bali.
    Diskriminasi sangat terasa , mereka lebih ramah
    terhadap turis asing mungkin karena bayarannya dollar
    dan tipnya lebih besar. Seharusnya tidak boleh begitu.
    Saya dan suami merasa tidak tinggal di negara sendiri.

    Semoga kritikan ini dibaca dan ditindaklanjuti oleh
    Gubernur dan para pejabat daerah pulau Bali, sesama
    rakyat Indonesia harus saling menghargai dan
    menghormati, jika tidak kita gampang diadu domba oleh
    bangsa lain.

    Salam,

    Sari via milis mediacare

    Reply
  6. Mega says:
    18 years ago

    Memang… batu sandungan pengusaha jasa dibali adalah pelayanan. ada babi guling enak diteuku umar.. .ruameee buanget … tapi pelayannya judesnya minta ampun … capek kali
    ya … tapi berhubung enak ya balik lagi kesana … ada juga ibu2 yang jualan rujak dibilangan jalan setia budi … wiiiih bener2 judes. Selain itu kalo kita kematahari duta plaza … spg – nya bukan main judesnya … kaya gak nyadar aja dia dapet komisi dikit kalo jualannya sedikit. Kadang2 pengen ngomong ama management-nya. Khan sayang ya kalo product-nya dah ok tapi pelayan ato spg – nya judes. Pelanggannya lari gara2 kejudesan karyawan …

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

Akses Medis Neurodiversitas: Perjuangan di tengah Minimnya Akses Layanan

10 November 2025
Ratusan Titik di Bali Alami Bencana

Memetakan Lokasi Banjir dari Media Sosial

9 November 2025
Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

8 November 2025
Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

7 November 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia