
Sekitar pukul 13.30 kami tiba di depo shuttle listrik Desa Adat Intaran di parkiran Koperasi Serba Usaha (KSU) Sidi di Jalan Batur Sari No. 15, Banjar Medura. Unit yang tidak jalan sedang diisi baterainya dan membutuhkan waktu sekitar 2 jam pengisian. Terlihat pintu penumpang yang dilepas semua saat masa uji coba gratis bulan Agustus lalu akibat masalah teknis telah dipasang kembali. Kami didampingi pengemudi unit shuttle, Karma, berkesempatan menaiki shuttle ini melalui jalur yang tidak reguler, yakni dari depo menuju titik henti Parkir Mertasari.
Menurut Robi Suryana dari Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) Intaran, rencana jangka panjangnya memang trayek shuttle ini hendak diperpanjang melintasi Jalan Batur Sari dan Jalan Danau Buyan membentuk lintasan melingkar yang tersambung dengan trayek yang sudah berjalan saat ini. Rencana ini memang menarik karena mulai banyak restoran yang bermunculan di sepanjang Jalan Batur Sari dan sekitarnya, dan tentunya terdapat pasar senggol di Jalan Danau Buyan yang ramai dikunjungi di malam hari. Ide bagus menyediakan layanan angkutan yang menjangkau titik-titik tersebut untuk meningkatkan jumlah kunjungan ke usaha-usaha tersebut.
Desain unit shuttle yang terbuka ini memberi kesan nostalgia akan bemo roda tiga di masa lampau. Namun, keterbukaan itu juga memberikan kelemahan, yakni ketiadaan ruang untuk menempelkan peta jaringan layanan shuttle, termasuk informasi titik integrasi layanan shuttle dengan layanan Trans Metro Dewata, dan informasi terkait pembayaran seperti tarif dan moda pembayaran di dalam armada.

Di sekitar Mertasari, ada dua wisatawan mancanegara asal Belanda yang naik menemani kami. Moda pembayaran menjadi kendala karena layanan shuttle ini tidak menerima pembayaran tunai, melainkan hanya kartu uang elektronik (KUE) yang diterbitkan oleh bank-bank terkemuka seperti Brizzi, e-money, Flazz, dan TapCash maupun yang diterbitkan oleh BUPDA Intaran sendiri. Ada sedikit perbedaan dari moda pembayaran Trans Metro Dewata yang masih memungkinkan pembayaran melalui QRIS. Untuk saat ini, setiap pengemudi membawa beberapa KUE untuk di-tap-kan pada alat pembayaran setelah si penumpang membayar tunai yakni Rp5.000 per penumpang maupun dijual secara langsung kepada wisatawan yakni Rp30.000 per KUE.
Terkait moda pembayaran ini juga perlu diperhatikan oleh Bank Indonesia selaku regulator alat pembayaran di Indonesia. Salah satu dari wisatawan sempat bertanya apakah kartunya, yang terlihat seperti kartu debit atau kredit dengan logo Visa, dapat digunakan untuk melakukan pembayaran. Di Melaka, Malaysia, misalnya, sebagai kawasan wisata internasional pengguna layanan BAS.MY Melaka dimungkinkan melakukan pembayaran dengan kartu debit atau kredit Visa. Sesuatu yang semakin lumrah di berbagai belahan dunia untuk memudahkan pengunjung menggunakan layanan angkutan umum di kota-kota atau negara-negara lain.
Setidak-tidaknya, fitur tiket LAIT pada aplikasi Trans Metro Dewata seharusnya dapat diintegrasikan dengan layanan shuttle Desa Adat Intaran karena pembelian tiket LAIT dimungkinkan menggunakan kartu debit atau kredit. Hanya saja mungkin pembelian tiket untuk shuttle Desa Adat Intaran perlu dibedakan tarifnya dari tarif untuk Trans Metro Dewata. Robi Suryana turut menuturkan bahwa KUE yang dikembangkan oleh BUPDA Intaran rencananya akan memiliki imaji-imaji khas Sanur agar dapat dijadikan suvenir bagi wisatawan. BUPDA Intaran harus bergerak cepat untuk merealisasikan rencana tersebut karena jika tidak, yang ada wisatawan malah enggan menggunakan shuttle karena moda pembayaran yang dinilai rumit, terutama bagi wisatawan mancanegara.
Tak Ramah Pejalan Kaki Sementara Waktu
Hal lain yang menjadi sorotan di sepanjang Jalan Danau Tamblingan dan Jalan Danau Toba adalah revitalisasi trotoar untuk memanjakan pejalan kaki di kemudian hari. Sayangnya, proyek ini membuat kawasan yang tengah direnovasi ini menjadi tidak ramah bagi pejalan kaki hingga proyek ini selesai. Trotoar yang ada saat ini dibongkar, sehingga selokan yang ditutupinya sebelum ini terbuka kembali. Pengerjaan proyek yang dilakukan secara terbuka ini, tanpa adanya area pembatas yang jelas, dan tanpa memberikan trotoar sementara malah membahayakan pejalan kaki karena mereka kini harus turun ke jalan raya dan berhadapan langsung dengan kendaraan bermotor yang melintas.

Baik shuttle maupun revitalisasi trotoar ini adalah proyek percontohan yang diharapkan dapat ditiru oleh daerah-daerah lainnya di Bali. Ketidaknyamanan yang terjadi saat ini adalah sesuatu yang wajar terjadi karena ini adalah juga proses pembelajaran untuk semua pihak. Namun bukan berarti ketidaknyamanan yang terjadi saat ini tidak perlu dimitigasi dengan hanya berharap bahwa dalam beberapa bulan masalahnya akan hilang karena stok KUE akan berlimpah atau trotoar sudah jadi.
(Salah satu karya peserta Kelas Jurnalisme Warrga Desa Adat Intaran)
hk pools situs slot gacor monperatoto daftar bo togel slot gacor