Di kalangan aktivis mahasiswa, kampus Sastra adalah bangunan bersejarah.
Kampus di Jalan Pulau Nias, Sanglah, Denpasar ini adalah tempat lahirnya para aktivis mahasiswa sejak angkatan 1966, 1974, hingga terakhir 1998. Dari kampus Fakultas Sastra di Sanglah ini kemudian semangat gerakan menjalar dan tumbuh liar di kalangan aktivis mahasiswa, tak hanya di fakultas-fakultas lain tapi juga universitas-universitas lain di Bali.
Fakultas Sastra adalah juga tempat lahirnya Universitas Udayana. Sebelum lahirnya kampus negeri terbesar di Bali tersebut, Fakultas Sastra merupakan bagian dari Universitas Airlangga Surabaya sebelum kemudian terbentuk Universitas Udayana.
Karena itulah pembongkaran terhadap Kampus Sastra adalah upaya melupakan sejarah.
Rektor Universitas Udayana Bali, Prof. Dr. dr. Ketut Sastika Sp.PD-KEMD dan Dekan Fakultas Sastra Univeristas Udayana Prof. Dr. I Wayan Cika, dinilai arogan terkait masih berlanjutnya pembongkaran gedung C Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana Jalan Nias 13 Sanglah, Denpasar.
Sebelumnya pada Rabu pekan lalu, Ketua Komisi IV DPRD Bali, I Nyoman Parta, telah meminta pihak Rektorat dan Fakultas Sastra Universitas Udayana untuk menghentikan sementara pembongkaran bangunan yang telah berusia 55 tahun tersebut dan diduga sebagai bangunan cagar budaya.
“Namun pada Jumat, Sabtu dan Minggu kemarin, pembongkaran tetap terus berlangsung, dan ini menunjukkan sikap abai sekaligus arogansi pihak rektorat permintaan Ketua Komisi IV DPRD Bali,” ungkap Ngurah Agung Swabhawa, Koordinator Komunitas Pewahyu Rakyat.
Menurut Agung Swabhawa, pihaknya sudah berkali-kali menyampaikan keberatan atas pembongkaran gedung tua yang pernah diresmikan Presiden Soekarno pada 29 September 1958 dan diduga sebagai bangunan cagar budaya.
“Kami menilai gedung tua ini memiliki nilai historis yang tinggi dan tidak layak untuk dibongkar karena satu satunya Fakultas yang diresmikan oleh Presiden RI di zamannya,” imbuh Swabhawa.
Swabhawa menilai sangat tidak layak jika gedung tersebut dibongkar karena pembongkaran gedung bersejarah tersebut melanggar Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
“Atas nama sejarah dan Undang-Undang Cagar Budaya, sebaiknya gedung tua tersebut dikembalikan seperti bentuk semula dan dijadikan sebagai warisan budaya,” pungkas mahasiswa Arkeologi Universitas Udayana semester VII ini.
Pembongkaran Gedung C Fakultas Sastra dan Budaya Fakultas Sastra Universitas Udayana dilakukan pihak Rektorat Universitas Udayana karena kebutuhan akan ruang kuliah dan pusat kegiatan mahasiswa Fakultas Sastra. [b]
Foto dari blog Senat Mahasiswa Fakultas Sastra.
prasasti itu yang baru ya?