Ketika Bali dan sebagian tempat dilanda bencana, kini waktunya meminta maaf kepada alam.
Hari ini, umat Hindu Bali melaksanakan ritual khusus permintaan maaf akibat bencana alam di Bali dan daerah lain di Indonesia. Upacara Pemlepeh Jagat ini akan dihelat di Pura Agung Kentel Gumi, Desa Tusan, Banjarangkan, Klungkung.
Upacara ini bertepatan dengan Tilem Sasih Kaulu, puncak bulan gelap pada bulan kedelapan dalam Kalender Bali.
Beberapa bulan ini, disebut ada banyak bencana dan kejadian yang aneh-aneh. Misalnya banjir bandang dan longsor di sejumlah kabupaten di Bali terutama Buleleng, angin putting beliung di Denpasar Selatan dan Utara, sejumlah pohon tumbang menimpa pura dan bale banjar serta rumah penduduk.
Selain itu ada sulinggih dibunuh putranya sendiri, seorang ayah terbunuh oleh putranya saat ngerehang Rangda, dan perkelahian antar kelompok di Bali. Juga banyak kejadian menelantarkan bayi dan kecelakaan di jalan raya yang merenggut banyak jiwa.
“Perlu perenungan dan minta maaf, mohon ampun ngaturang guru piduka atau Pemlepeh Jagat,” kata I Ketut Sumarta, Sekjen Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP) Bali.
Karena itu, MUDP mengajak umat Hindi untuk memohon keselamatan dan keharmonisan alam beserta isinya dalam bentuk kegiatan upacara agama disertai doa dan persembahyangan bersama.
Namun, upacara, doa, dan sembahyang saja tak cukup. Perlu pula ada aksi nyata.
Sumarta mengatakan selain secara ritual, pelestrian lingkungan juga harus dilakukan secara nyata. Misalnya investasi harus sesuai dengan tata ruang desa. “Investasi masuk harus koordinasi dengan jajaran adat. Aturannya ada tapi kenyataannya tidak terjadi, setelah ada masalah baru minta bantuan pengurus adat,” katanya.
Pengurus adat menurutnya jadi pemadam kebakaran dari masalah silang sengkarut perizinan. Pria ini mengatakan MUDP sedang menyusun aturan mengenai kewajiban perizinan dari desa adat ini.
Upacara yang dilaksanakan pada kejadian khusus ini disepakati dalam pertemuan dengan Gubernur Bali, para sulinggih, dan pengurus MUDP provinsi dan kabupaten pada 23 Januari lalu. Para sulinggih memberikan pandangan berdasar pengalaman dan sastra agama tentang Prawesan Jagat.
Menurut mereka, cirri-ciri alam dan masyarakat zaman Kali Yuga atau globalisasi saat ini, sejumlah bencana atau kejadian yang telah terjadi.
Ida Pedanda Gede Putra Tembau selaku Yajamana Karya mengeluarkan imbauan agar warga Hindu di seluruh Bali ikut melaksanakan persembahyangan. Di merajan atau tempat persembahyangan di rumah dianjurkan menghaturkan pejati, canang sari, dan punjungan putih kuning.
Upacara ini sudah pernah dilakukan di masa lalu, sekitar 10 tahun lalu. Sehingga upacara Pemlepeh Jagat dilaksanakan lagi tahun ini.
Pelaksana upacara dilakukan adalah MUDP Bali. Pemuput atau pemimpin upacara di Pura Kentel Gumi dilakukan dua sulinggih yakni Ida Pedanda Gede Putra Tembau Gria Aan Klungkung (Siwa) dan Ida Pedanda Jelantik Gunung Sari dari Ubud (Budha).
Upacara diawali seremonial, lalu pemujaan dan persembahyangan bersama sampai pukul 14.00 WITA.
Walau upacara ini dipusatkan di Klungkung, persembahyangan juga dilakukan di tiap pura Khayangan Jagat, Khayangan Desa, dan rumah warga. Pengumuman upacara khusus disebarkan melalui selebaran sehingga warga juga bisa melakukan persembahyangan dari rumah.
Pura Agung Kentel Guni adalah Pura Puseh Jagat Bali. Pura Besakih sebagai Pura Dalem, dan Pura Batur sebagai Pura Desa. [b]