• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Sunday, November 9, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Berita Utama

Renungan tentang Kekalahan saat Galungan

Made Ady Aprianta Parma by Made Ady Aprianta Parma
10 September 2016
in Berita Utama, Budaya
0 0
0
Penjor merupakan simbol dari Naga Basukih untuk mensyukuri kemakmuran dan kesejahteraan. Foto Made Ady Apriyanta.
Penjor merupakan simbol dari Naga Basukih untuk mensyukuri kemakmuran dan kesejahteraan. Foto Made Ady Apriyanta.

Mungkin ada yang hanya senyum-senyum kecil. 

Atau mungkin ada pula orang yang tersinggung melihat penjor yang saya buat pada Galungan dan Kuningan tahun ini. Bahkan sempat ada pula yang menganggap penjor ini sebagai sebuah penistaan terhadap agama Hindu.

Wow… Saya tidak menyangka akan ada yang menganggap penjor yang saya buat ini sebagai bentuk penistaan terhadap agama dan kebudayaan Bali.

Tidak ada maksud melecehkan atau menghina apa dan siapa pun di balik pembuatan penjor ini.

Ini murni karena keanehan yang saya rasakan ketika Hari Raya Galungan dan hari raya lainnya tiba. Melihat keluarga saya sendiri harus berutang demi “meyadnya”. Menggadaikan harta benda untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan dalam setiap upacara.

Padahal yang saya ketahui tentang esensi hari raya adalah hari untuk bersuka cita. Bukan hari untuk memikirkan bagaimana cara membayar utang atau di mana mencari uang untuk memperingati sebuah hari raya.

Orang Bali terkenal dengan kebudayaannya. Ya, tentu.

Siapa yang tak kenal budaya Bali? Saat Hari Raya Galungan masyarakat hindu Bali diwajibkan membuat penjor sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan karena hasil bumi yang mereka nikmati selama enam bulan belakangan karena kalau dikaitkan dengan musim panen.

Masalah Besar
Bali dulu memiliki dua kali musim panen sebelum masuknya Revolusi Hijau dengan bibit yang katanya unggul dan pestisidanya yang membuat panen menjadi tiga atau empat bulan sekali.

Menurut saya sendiri kebudayaan tak sekadar atau semata tentang keindahan, tapi juga tentang pesan dan fenomena sosial yang sedang terjadi.

Menurut artikel yang pernah saya baca, penjor merupakan simbol dari Naga Basukih. Sedangkan Basukih berarti kemakmuran dan kesejahteraan. Hal itu digambarkan dalam ornamen ada di penjor itu sendiri. Misalnya, pala bungkah, pala gantung dan padi sebagai hasil bumi.

Di balik ingar bingar filosofi galungan, kemenangan dharma melawan adharma, Bali dihadapi dengan masalah yang sangat besar. Hilangnya lahan pertanian, alih fungsi lahan yang menyebabkan merosotnya nilai tawar masyarakat Bali atas ruang hidupnya sendiri.

Zaman terus berganti dan berkembang. Sawah ladang kini sudah berganti menjadi ruko, toserba, hotel, vila dan akomodasi pariwisata lainnya. Alih fungsi lahan demi kepentingan pembangunan. Eksploitasi terhadap alam Bali. Privatisasi ruang hidup.

Akibatnya terasa manusia Bali begitu terasing di tempat kelahirannya sendiri. Seperti makna lagu berjudul “Krisis Pangan” oleh Made Mawut & The Stomp.

Pembangunan hanya berorientasi pada pembangunan fisik. Tidak pernah memperhatikan pembentukan mental dan karakter manusia. Maka, masyarakat Bali kini diposisikan untuk menjadi masyarakat yang konsumtif dengan menghilangnya ribuan hektar lahan produktif di Bali.

Apa-apa kini serba beli. Mulai dari beras, garam bahkan janur dan berbagai keperluan upacara yang digunakan untuk ber-yadnya.

Menghibur Belaka
Pertanyaan yang kini timbul adalah, hasil bumi apa yang kini masih dimiliki oleh Bali? Apa yang bisa dijadikan ornamen penjor sebagai simbol mensyukuri kemakmuran dan kesejahteraan atas hasil bumi Bali?

Apa sesungguhnya makna di balik Galungan ini? Apakah sesederhana itu filosofi Galungan? Tidakkah makna Galungan ini cuma untuk menghibur belaka? Agar masyarakat Bali tidak kritis, tidak menuntut, manut dan menerima apa saja yang telah dan akan terjadi.

Toh sudah menang, apa lagi yang harus digelisahkan oleh pemenang? Seperti jargon sapta pesona ala pemeritah di Bali. Aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah, dan kenangan. Ya, yang terakhir sangat lucu kalau ditambahkan dengan kata “tinggal”. Hehehe..

Tetapi kita perlu kembali berkaca pada realita. Adakah masyarakat sekarang menjadi pemenang? Menghadapi persaingan di bidang ekonomi, sosial, dll?

Ah.. sudah saatnya Galungan diberi makna yang lebih luas, tidak semata dalam pemahaman kemenangan dharma atas adharma saja.

Selamat hari raya Galungan dan Kuningan. [b]

Tags: AgamaBaliBudayaOpiniSosial
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Made Ady Aprianta Parma

Made Ady Aprianta Parma

Pemuda banjar. Guru yang senang belajar.

Related Posts

Ketika Pulau Menghangat: Urban Heat Island di Pulau Bali

Ketika Pulau Menghangat: Urban Heat Island di Pulau Bali

3 November 2025
Menjadi Pembully dari Seorang Pelaku Bullying

Menjadi Pembully dari Seorang Pelaku Bullying

24 October 2025
Petisi Pelajar: Reformasi Pendidikan Indonesia

Saat Kampus Tak Lagi Jadi Kompas Bali

22 October 2025
Adakah Sistem Peringatan Dini Banjir di Bali? Ini Simulasinya

Adakah Sistem Peringatan Dini Banjir di Bali? Ini Simulasinya

18 October 2025
Beban Ekologi Bertambah karena Pariwisata yang Eksploitasi Hulu Bali

Beban Ekologi Bertambah karena Pariwisata yang Eksploitasi Hulu Bali

15 October 2025
Diskusi Sejarah dan Dinamika Pers Mahasiswa

Menjaga Nyala Pers Mahasiswa di Tengah Sunyinya Dukungan Kampus

14 October 2025
Next Post
Mengenal Sukreni Gadis Bali di Festival Lovina

Mengenal Sukreni Gadis Bali di Festival Lovina

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Ratusan Titik di Bali Alami Bencana

Memetakan Lokasi Banjir dari Media Sosial

9 November 2025
Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

Pemuliaan Sumber Air Ritual Melasti di Catur Desa Adat Dalem Tamblingan

8 November 2025
Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

Warisan Walter Spies dan Paradoks Bali Kini dalam Film Roots

7 November 2025
Ini Cerita Arsa, Remaja Rasa Anak-anak

Pengalaman Orang Tua dengan Anak Neurodiversitas

6 November 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia