Memperingati Hari Tani Nasional, petani Indonesia justru menghadapi sejumlah masalah.
Alih fungsi lahan dan konflik agraria merupakan masalah utama bagi petani, termasuk di Bali. Aktivis dan mahasiswa pun menyerukan tuntutannya.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Bali bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mahasaraswati (Unmas) dan Front Mahasiswa Nasional (FMN) Denpasar mengadakan diskusi publik untuk memperingati Hari Tani Nasional.
Diskusi publik tersebut dihadiri pemateri-pemateri di antaranya Dosen Fakultas Pertanian Dr. Ir I Ketut Arnawa, M.P, KPA Bali yaitu Petani Selasih Gianyar dan Sendang Pasir Gerokgak Buleleng, Ketua BEM UNMAS Riki Bagus Pratama, serta FMN Denpasar Glen Luhulima.
KPA Bali menyampaikan bahwa konflik agraria di Bali terjadi di atas lahan seluas 2.743 hektar. Di dalamnya ada 3.354 Kepala Keluarga yang sampai hari ini masih terlibat kasus konflik agraria. Salah satunya terjadi di dusun Selasih dan Sendang Pasir Gerokgak.
Sementara itu, petani dari Selasih, Gianyar menceritakan masalah mereka. Saat program Land Reform dilaksanakan pada tahun 1960, masyarakat mendapatkan tanah. Tiap kepala keluarga mendapatkan 1 hektar. Namun sejak masuknya PT Ubud Resort Duta Development pada 1995, masyarakat dipaksa untuk membebaskan lahan garapan seluas 200 hektar untuk kepentingan pariwisata.
Pembebasan tersebut atas izin dari pemerintah daerah dan BPN. “Namun masyarakat menolak rencana tersebut hingga sekarang,” ujar petani tersebut.
Hal sama disampaikan petani dari Sendang Pasir Gerokgak. Sejak 1990 sekitar 7.000 jiwa dalam satu desa menghadapi ancaman penggusuran karena adanya rencana pembangunan Bandara Internasional di Gerokgak. Jumlah tersebut belum mencakup dua di desa lainnya.
“Salah satu kendala persoalan pertanian di Bali adalah minimnya investasi ke sektor pertanian. Selain itu masifnya alih fungsi lahan pertanian ke sektor pariwisata menjadi penyebabnya,” kata Dosen Fakultas Pertanian Unmas.
Dalam diskusi ini juga disampaikan bagaimana peran pemuda dan mahasiswa terhadap persoalan konflik agraria, yang sedang dihadapi oleh petani dalam mempertahankan tanah sebagai sumber kehidupan utama para petani. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua BEM Unmas dan Ketua FMN Denpasar.
Dalam acara yang sama, KPA Bali juga menyampaikan tuntutannya memperingati Hari Tani 24 September 2014.
Menurut KPA Bali, Hari Tani tahun ini adalah momentum 54 Tahun lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria 1960 (UUPA 1960). Kelahiran UUPA yang merupakan karya monumental para pendiri bangsa sebagai tonggak pelaksanaan reforma agraria yang terus-menerus dikhianati hingga hari ini.
Di Bali konflik agraria dalam catatan KPA terjadi di atas lahan seluas 2.743 Hektar yang di dalamnya ada 3.354 Kepala Keluarga yang sampai hari ini masih terlibat kasus konflik agraria. Sedangkan sejak 2004-2014 sedikitnya telah terjadi 1.391 konflik agraria (perkebunan, kehutanan, infrastruktur, pertambangan dan pesisir kelautan) di seluruh Indonesia, seluas 5.711.396 hektar sebagai areal konflik yang bersifat struktural, di mana ada lebih dari 926.700 Kepala Keluarga, termasuk kelompok perempuan dan anak-anak juga menghadapi ketidakadilan agraria dan konflik berkepanjangan yang tidak jelas penyelesaiannya.
Sementara itu, tindakan intimidasi dan kriminalisasi, serta pemilihan cara-cara represif oleh aparat kepolisian dan militer dalam penanganan konflik dan sengketa agraria yang melibatkan kelompok masyarakat petani dan komunitas adat telah mengakibatkan 1354 orang ditahan, 556 mengalami luka-luka 110 orang diantaranya mengalami luka serius akibat peluru aparat, serta meninggalnya 70 orang di wilayah-wilayah konflik tersebut, selama kekuasaan rezim SBY.
Kegagalan rezim SBY yang berpijak pada liberalisasi agraria telah menyebabkan perampasan sumber agraria (tanah, hutan, kebun, tambang, migas, perairan dan kelautan) rakyat oleh pemodal-pemodal/korporasi swasta dan asing. Utamanya melalui program Master Plan Percepatan Perluasan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI) rezim SBY telah memapankan dan melestarikan perampokan tanah dan air milik rakyat dalam koridor ekonomi politik.
MP3EI merupakan turunan dari kerangka perluasan atas integrasi pasar di ASEAN dalam agenda Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 melalui enam koridor Indonesia untuk menghubungkan wilayah utama Asia Tenggara hingga kawasan global. Salah satu contoh wujud program MP3EI adalah rencana megaproyek reklamasi di teluk Benoa, yang dilaksanakan oleh rezim komprador dan pemodal.
Berbagai konflik agraria muncul di seluruh Indonesia karena kekuasaan selama ini gagal menjalankan mandat konstitusi UUD 1945 khususnya pasal 33 UUD 1945; UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan TAP MPR No.IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Paket Hadiah
Menjelang pemerintahan transisi antara SBY-Boediono dan Jokowi-JK rakyat, kaum tani mendapatkan hadiah paket kemiskinan yaitu Rencana Kenaikan Harga BBM, RUU PILKADA dan RUU Pertanahan.
Rencana Kenaikan harga BBM adalah kebijakan yang menjerumuskan rakyat hidup dalam kemiskinan. Sebab 28,07 juta rakyat Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan (BPS; 2013) dan bahkan menurut Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang berada di bawah koordinasi Wakil Presiden telah menghitung peningkatan angka jumlah orang miskin di Indonesia pada tahun 2012 – 2013 yang mencapai angka 96 juta jiwa.
Jika pemerintahan selanjutnya Jokowi-JK masih bersikukuh menaikkan harga BBM, ini sama halnya mengkhianati rakyat Indonesia sebagai konstituennya yang memilihnya pada Pilpres 9 Juni 2014 kemarin.
Belum selesainya persoalan rencana Kenaikan Harga BBM, rakyat di berikan hadiah dengan pemasungan demokrasi yakni RUU PILKADA. Pembentukan dan Pengesahan UU PILKADA adalah wujud dari penghianatan atas cita-cita reformasi yang diperjuangkan panjang oleh rakyat Indonesia untuk terbebas dari kekuasaan rezim Ordebaru. Tidak cukup sampai di situ DPR RI juga berencana mengesahkan RUU Pertanahan. Apabila RUU tersebut disahkan maka harapan rakyat khususnya kaum tani untuk keadilan Agraria akan hilang, karena semangat RUU Pertanahan adalah untuk memandulkan UU Pokok Agraria No 5 Tahun 1960.
Selama 10 tahun pemerintahan SBY-Boediono, selama itu pula rakyat terus dibohongi oleh berbagai kebijakan yang anti terhadap rakyat, sikap tersebut adalah cerminan dari rezim boneka Kapitalis Monopoli Internasional (Imperialisme) pimpinan Amerika serikat.
Atas dasar tersebut dan bertalian dengan Hari Tani Nasional ke-54 sebagai lahirnya UUPA NO 5 1960 yang ke 54 serta momentum pergantian rezim 2014 ini, KPA Bali mendesak kepada pemerintahan mendatang Jokowi-JK beserta jajaran pemerintahannya:
1. Segera Laksanakan Agenda Reforma Agraria sejati sebagai Agenda prioritas.
2. Segera Selesaikan seluruh konflik agraria dan Hentikan perampasan tanah petani.
3. Hentikan represifitas aparat dan pengunaan cara-cara militer, premanisme dalam konflik agraria serta tarik TNI/Polri dari lokasi konflik agraria.
4. Membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria dan Penyelesaian Konflik Agraria
5. Cabut Program MP3EI melalui pencabutan Perpres 32 Tahun 2011 tentang MP3EI
6. Batalkan Rencana Reklamasi di Teluk Benoa-Bali
7. Tolak dan Batalkan rencana kenaikan harga BBM.
8. Cabut dan Batalkan UU PILKADA
9. Tolak dan Lawan Pengesahan RUU Pertanahan.