• Beranda
  • Pemasangan Iklan
  • Kontak
  • Bagi Beritamu!
  • Tentang Kami
Saturday, July 19, 2025
  • Login
BaleBengong.id
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip
No Result
View All Result
BaleBengong
No Result
View All Result
Home Berita Utama

Pestisida di Balik Sayur Kita Sehari-hari

Luh De Suriyani by Luh De Suriyani
30 October 2013
in Berita Utama, Lingkungan
0 0
0

pestisida-batur-02

“Saya sadar ini berbahaya. Tapi, kami tak punya pilihan..”

Begitulah Komang Sudarsana, petani di sekitar Danau Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, mengatakan kalimat tersebut sambil terus menyemprotkan pestisida. Dia sepenuhnya sadar bahwa pestisida yang dia semprotkan adalah bahan kimia berbahaya.

Tapi, seperti yang dia katakan, Komang tak punya banyak pilihan. Dia tak bisa memproduksi bahan organik untuk membasmi hama itu. Petani muda yang juga guru ini pun terus menyemprotkan pestisida itu ke tanamannya.

Pagi itu kami ngobrol dengan Komang di sela pekerjaannya menyemprotkan pestisida. Dia menggunakan tangki berisi bahan kimia tersebut. Ketika isi tangki sudah habis, dia meramu lagi sekitar lima pestisida tersebut. Tanpa sarung tangan, dia asyik saja meramu obat-obatan itu sambil berbicara.

Komang berharap bisa mengurangi pemakaian zat kimia pertanian di Batur. Tapi, dia mengaku tak bisa membuatnya. “Salah pemerintah karena mereka tidak pernah mengajari kami cara membuat pestisida organik,” katanya.

“Kami terlalu sibuk mengurusi kebun jadi tak bisa membuat pestisida organik sendiri,” lanjutnya.

Maka, Komang pun terus menyemprotkan pestisida berbahaya itu.

petani-batur04-bawang

Terbengkalai
Ketika lahan milik Komang terlihat subur dengan tanamannya yang hijau, sebagian lahan lain justru terbengkalai. Kering tanpa suplai air selama beberapa bulan di musim kemarau ini. Hanya lahan di pinggiran danau yang terlihat masih produktif karena suplai air danau Batur yang cukup.

Danau Batur menjadi sumber air utama bagi warga sekitar kawasan ini terutama untuk pertanian dan budidaya perikanan. Pompa-pompa air terlihat bekerja keras mengalirkan air dari danau ke lahan-lahan pertanian sekitarnya.

Sejumlah petani terlihat menanam bibit bawang merah, cabe, dan tomat. Tiga komoditas terbanyak yang ditanam petani sekitar Batur. Di musim kemarau seperti ini, mereka mengaku sangat tergantung pada danau yang mereka sucikan ini.

“Saya bersyukur tinggal di pinggir danau. Modalnya genset untuk menarik air dari danau,” kata Komang.

Pria berusia 30an tahun ini adalah satu dari sekitar 400 ribu rumah tangga pertanian di Bali yang masih bertahan menurut sensus pertanian Badan Pusat Statistik tahun ini.

Hasil sensus pertanian terakhir menyebut di Bali sekitar 700 rumah tangga pertanian di Bali berkurang tiap bulannya. Ini pertanian dalam arti luas termasuk perkebunan dan peternakan.

petani-batur02-campur

Tercemar
Di sisi lain, Sudarsana mengakui air danau sudah tercemar zat kimia yang massif digunakan para petani di Batur. Bekas kemasan pestisida terlihat banyak di sisi barat dan utara danau Batur.

Komang mencampur empat jenis pupuk kimia ke dalam satu ember besar. Baunya sangat tajam dan membuat kepala pusing jika terlalu dekat.

Sudarsana memakai topi dan penutup mulut dari baju. Tanpa sarung tangan. “Saya sering keracunan, pusing mual-mual, biasanya dua hari dirawat di rumah dengan minum susu saja,” katanya sambil tertawa.

Ia mengakui petani sangat ketergantungan zat kimia terutama untuk mencegah hama jelang panen.

Pria dengan dua anak perempuan kecil ini ingin ikut menjaga air dengan mengurangi penggunaan zat kimia namun belum bisa karena pupuk atau pestisida organik sulit dicari dan tidak tahu cara beralih.

“Mestinya pemerintah dan sarjana pertanian itu memberi penyuluhan intensif,” kata Sudarsana.

petani-batur-menyiram

Berkurang
Sensus pertanian dilakukan Badan Pusat Statistik secara nasional, dan tiap 10 tahun sekali. Pada 2003, rumah tangga di Bali hampir 492 ribu, lalu berkurang menjadi 408 ribu pada tahun ini.

Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Bali IB Wisnu Wardhana mengatakan Pemprov Bali sudah mendeklarasikan Bali sebagai pulau organic dengan perlahan mengurangi pemakaian zat kimia pertanian. Namun masih tersendat.

“Gubernur gencar bikin kelompok Simantri yang diharapkan bisa produksi pupuk organik untuk kelompok atau dijual,” kata Wisnu.

Made Ariawan, Kabid Alat dan Teknologi Pertanian Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Bali Saat ini subsidi pupuk terbanyak masih kimia yakni jenis urea yakni 447 ribu ton per tahun. Sementara pupuk organik disubsidi 20 ribu ton.

Di lain pihak, Ariawan mengatakan sebenarnya Bali bisa produksi pupuk organic sendiri karena kelompok Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) makin banyak didirikan.

Berdasarkan perhitungan kasarnya, jika saat ini ada 300 kelompok Simantri dengan masing-masing 20 ekor sapi, maka tiap hari bisa menghasilkan bahan baku pupuk sekitar 300 ton per hari.

Nyatanya, petani seperti Komang masih belum bisa memproduksi sendiri bahan-bahan organik tersebut. Meskipun sudah pakai pupuk organik, pestisidanya masih bahan kimia berbahaya. Dia sadar termasuk kemungkinan bahwa racun itu akan melekat di sayur-sayuran dan kemudian dikonsumsi banyak orang.

“Saya sebenarnya kasihan dengan orang-orang yang makan sayur ini karena mereka mungkin tidak sadar sudah makan racun. Tapi mau bagaimana lagi?” ujarnya. [b]

Tags: BangliPertanian
Liputan Mendalam BaleBengong.ID
Luh De Suriyani

Luh De Suriyani

Ibu dua anak lelaki, tinggal di pinggiran Denpasar Utara. Anak dagang soto karangasem ini alumni Pers Mahasiswa Akademika dan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Pernah jadi pemimpin redaksi media advokasi HIV/AIDS dan narkoba Kulkul. Menulis lepas untuk Mongabay.

Related Posts

Emas Hitam Kintamani: Anak Muda dan Masa Depan Pertanian

Emas Hitam Kintamani: Anak Muda dan Masa Depan Pertanian

10 June 2025
3M, Terobosan Perangi Sampah Plastik Mengani

3M, Terobosan Perangi Sampah Plastik Mengani

9 April 2021
Petani Muda Mengani tetap Bergairah di Tengah Pandemi

Petani Muda Mengani tetap Bergairah di Tengah Pandemi

7 April 2021
Beginilah Uniknya Nyepi di Desa Kedisan

Beginilah Uniknya Nyepi di Desa Kedisan

16 March 2021
Jalan Pelik Bali Organik

[Laporan Mendalam]: Jalan Pelik Mimpi Bali Organik

27 January 2021
Kilas Balik Gerakan Tanam Saja Sepanjang 2020

Kilas Balik Gerakan Tanam Saja Sepanjang 2020

2 January 2021
Next Post
Budidaya Anggur di Buleleng Tinggal Kenangan

Budidaya Anggur di Buleleng Tinggal Kenangan

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Temukan Kami

Kelas Literasi BaleBengong
Melali Melali Melali
Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu? Seberapa Aman Perilaku Digitalmu?

Kabar Terbaru

Identifikasi Sederhana Serangan Siber

Identifikasi Sederhana Serangan Siber

19 July 2025
Igniting Jimbaran’s Literary Scene from Pasar Republik Buku

Igniting Jimbaran’s Literary Scene from Pasar Republik Buku

18 July 2025
Dampak Pancingan Phishing yang Meruntuhkan Fisik, Mental, dan Material

Dampak Pancingan Phishing yang Meruntuhkan Fisik, Mental, dan Material

17 July 2025
Krisis Air Bersih dari Kacamata Anak Muda

Krisis Air Bersih dari Kacamata Anak Muda

16 July 2025
BaleBengong

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia

Informasi Tambahan

  • Iklan
  • Peringatan
  • Kontributor
  • Bagi Beritamu!
  • Tanya Jawab
  • Panduan Logo

Temukan Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Liputan Mendalam
  • Berita Utama
  • Opini
  • Travel
  • Lingkungan
  • Sosok
  • Budaya
  • Sosial
  • Teknologi
  • Gaya Hidup
  • Arsip

© 2024 BaleBengong Media Warga Berbagi Cerita. Web hosted by BOC Indonesia