
Batan Bingin merupakan suatu istilah dari Bali.
‘Batan’ berarti di bawah dan ‘Bingin’ berarti pohon beringin. Bagi masyarakat Bali, pohon beringin merupakan pohon yang sangat disakralkan.
Dalam kegiatan sehari-hari, masyarakat Bali memanfaatkan pohon beringin. Misalnya, saat upacara adat Nyekah, umat Hindu Bali melaksanakan kegiatan ‘Ngangget Don Bingin’. Di Bali, pohon bingin juga diberikan sesajen dan dipakaikan saput poleng saking sakralnya.
Sakralnya pohon beringin di Bali itu menjadi inspirasi bagi I Ketut Gede Bendesa. Guru tari ini pun menggarap sebuah ide baru tentang pohon beringin. Dengan tangan ajaibnya ia berhasil membuat sebuah pangggung kecil-kecilan untuk pentas tari di bawah pohon beringin.
Pentas itu selanjutnya disebut sebagai Pentas Tari Batan Bingin. Dia merupakan pertunjukan seni yang berfokus pada seni tari. Lokasinya di areal Lapangan Astina Gianyar. Pelaksanaannya pada Juni-Agustus pada minggu kedua dan keempat kedua bulan itu.
Gede Bendesa berasal dari Serongga, Gianyar. Sehari-hari dia bekerja sebagai pelatih tari di Sanggar Sekar Dewata di Desa Serongga. Dia juga pendiri sanggar tersebut.
Dengan bantuan beberapa sukarelawan, Gede Bendesa menyiapkan Pentas Tari Batan Bingin dengan matang. “Tujuan saya mengadakan pentas tari ini alasannya simple, untuk melatih soft skill anak-anak di sanggar ini,” katanya ketika ditanya apa tujuan membuat pentas.
Menurut Gede Bendesa, pentas itu juga agar anak-anak membiasakan diri untuk tampil di hadapan banyak orang sekaligus melatih kemampuan public speaking mereka.
Hal unik lain dari pementasan pertunjukan tari ini adalah Gede Bendesa juga mengajak anak-anak kaum disabilitas untuk bergabung menari bersama dalam Pentas Tari Batan Bingin. Gede Bendesa pula yang melatih mereka.
Sanggar Tari Sekar Dewata memang juga membuka peluang untuk anak-anak kaum disabilitas untuk berlatih di sanggar.
Pak Tut, panggilan akrabnya, menciptakan beberapa bahasa isyarat untuk anak-anak yang terbatas dalam pendengarannya. Dengan begitu dia bisa berkomunikasi dengan anak-anak yang memiliki keterbatasan.
I Wayan Sukarmen merupakan salah satu siswa Gede Bendesa yang berpartisipasi dalam Pentas Tari Batan Bingin.Menampilkan Tari Gebyar Duduk, I Wayan Sukarmen tampil dengan gemilang terlepas dari keharusannya untuk menampilkan tari dengan menggunakan kursi roda.
Ketika ditanya tentang apa yang menjadi kesulitannya, Sukarmen menjawab kesulitannya cuma dalam bergerak kalau melibatkan kaki. Namun, itu tidak terlalu menganggu juga karena tariannya sendiri sudah dimodifikasi agar lebih mudah ditarikan.
Remaja asal Kintamani, Bangli ini memang sudah menunjukkan ketertarikan dalam bidang seni tari sejak berumur empat tahun. Sukarmen mengatakan kondisi fisiknya tidak menjadi hambatan untuk menjalankan passionnya.
Saat ini Sukarmen sedang mengikuti Pelatnas yang dilakukan di Solo, Jawa Tengah. Dari mereka, kita dapat belajar kalau niat pasti ada jalan. [b]
kampungbet










