Ketika penghuninya terus bertambah, anggaran untuk Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) justru tersendat.
Maka, itulah pesan yang disampaikan, penjara di Bali kian memprihatinkan. Penanggulangan kelebihan kapasitas dan pengelolaan Lapas Klas IIA Denpasar belum bisa dilakukan dalam jangka pendek. Pemerintah mengaku kewalahan. Apalagi, anggaran dana pembangunan Lapas khusus Narkotika di Kabupaten Bangli kini terhenti.
Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Bali Taswem Tarib pun mengeluhkan penghentian penganggaran dana untuk merealisasikan Lapas Narkotika pertama di Bali ini. “Baru dibangun tembok keliling saja, belum ada bangunannya,” ujarnya Jumat lalu.
Taswem berharap pemerintah pusat kembali menganggarkan dana pada Juni atau Juli ini. Sebab, menurutnya, masih perlu Rp 8 milyar untuk membuat sejumlah fasilitas Lapas baru ini di Bangli. Nantinya, Lapas ini akan jadi lokasi 400 napi kasus narkotika yang saat ini di Lapas Denpasar.
“Over kapasitas Lapas Denpasar sudah 300 persen. Kelebihan 900 orang. Ini sudah tak bisa ditangani dengan baik,” katanya. Saat ini ada 1.026 napi dan tahanan. Padahal, kapasitas hanya untuk 300-an orang.
Kepala Lapas dan Kanwil Hukum dan HAM juga sudah memindahkan sekitar 100 napi ke sejumlah lapas di sejumlah kabupaten. “Semua lapas lain juga sudah penuh, tak bisa lagi memindahkan napi,” tambah Taswem. Maka, pembebasan bersyarat kerap diberikan pada napi. Cara ini sebagai salah satu solusi pengurangan penghuni.
Bukan hanya Kepala Lapas yang mengeluh. Pejabat lain juga demikian. “Saya malas komentar soal Lapas Narkotika karena sampai sekarang tidak jelas,” kata Kalapas Denpasar, Siswanto. Ia merasa beban pegawai Lapas Denpasar makin berat karena makin tak imbangnya rasio petugas dan napi serta tahanan.
Jika Lapas Narkotika sudah beroperasi, Lapas Denpasar di Kerobokan akan dijadikan Lapas Wisata di Bali. “Penghuni Lapas Kerobokan sudah multiras. Banyak wisatawan yang menjenguk keluarganya,” jelas Taswem. Dengan bentuk Lapas wisata, kemungkinan besar infrastrukturnya diperbaiki dan memudahkan orang berkunjung.
Kecanduan
Kroditnya Lapas Denpasar juga diakui berpengaruh pada tak optimalnya penanganan napi dan tahanan pengguna narkoba. Misalnya dalam penanggulangan HIV dan terapi kecanduan narkotika.
Salah seorang dokter di Lapas Narkoba, dr AAN Hartawan, memastikan penularan HIV di dalam dan luar penjara bisa dikontrol jika program pengurangan dampak buruk narkoba atau harm reduction berjalan. Terlebih jika Lapas khusus narkoba di Kabupaten Bangli bisa segera digunakan.
“Di mana pun tempatnya, Lapas khusus narkoba akan bekerja dengan efektif jika petugasnya tidak curang dan berkomitmen pada penanggulangan narkoba dan HIV. Ini yang terpenting,” ingat Hartawan.
Lapas Denpasar kini mengelola program penanggulangan dampak buruk narkoba seperti HIV dalam Lapas dengan pemberian methadone, heroin sintetis. Di sisi lain napi dan tahanan narkoba sebagian besar karena mengonsumsi amphetamine. “Pengguna amphetamine bisa berhenti sendiri jika tak mendapatkan barang. Tidak ada terapi khusus untuk kelompok ini di penjara,” jelas Hartawan. Karena itu, Ia berharap petugas Lapas benar-benar bisa mencegah narkoba masuk penjara.
Aktivis penanggulangan narkoba Bali pun senada dengan Hartawan. Direktur Yayasan Kesehatan Bali (Yakeb) I Kadek Adi Mantara mengatakan LP Khusus Narkotika tidak akan memberikan efek jera maupun solusi penanggulangan narkoba di Bali. Pengadilan dan pihak Kanwil Hukum dan HAM belum memisahkan antara pengguna dan pengedar narkotika.
“Blok A Lapas Denpasar yang saat ini digunakan sebagai sel khusus narkoba malah membuat kondisi lebih buruk karena pengguna dan pengedar disatukan,” ujar Adi Mantara. Ia mencontohkan perilaku adiksi yang memburuk karena pengedar memberikan akses pada narkotika di penjara.
Kebanyakan pengguna narkoba, menurut Adi, adalah pemakai rumahan. Namun, mereka menjadi penjual setelah bergaul dengan pengedar di penjara. Tak heran, sebagian pengguna sulit jera dan bolak balik masuk Lapas karena level adiksinya makin serius.
Kondisi di Lapas saat ini juga menambah risiko penularan HIV. “Satu jarum suntik bisa dipakai beramai-ramai. HIV jadi cepat menular,” ujarnya. Yakeba pernah memberikan program terapi narkotika di Lapas Denpasar. Beberapa aktivisnya juga terjebak dalam lingkaran setan adiksi di Lapas. [b]
penduduk membludak, dampaknya kesenjangan sosial tinggi, akhirnya kriminalitas membengkak. kembali lagi karena konyolnya pemerintah daerah. 🙂