Film-film bertema seks, kaum gay, lesbian, dan biseksual telah sering kali diangkat.
Namun, barangkali hanya Sanubari Jakarta yang merangkumnya dalam sebentuk kompilasi film pendek. Film produksi indie ini terdiri dari 10 judul film masing-masing berdurasi 10 menit ini. Bentara Budaya Bali akan memutar film ini pada Rabu dan Kamis, 25 dan 26 April nanti.
Selain di Bali, Sanubari Jakarta juga diputar di 12 kota antara lain, seperti Aceh, Medan, Padang, Lampung, Jakarta, Bandung, Yogya, Solo, Surabaya, Makassar, Pontianak dan Manado.
Film kompilasi yang lebih populer disebut omnibus ini diproduseri sineas Lola Amaria dan Fira Sofiana. Berangkat dari realita kehidupan kota Jakarta, karya ini secara khusus diperuntukkan bagi komunitas Lesbian, Gay, Bisekseual, Transgender dan Interseks (LGBTI), serta yang peduli pada isu hak asasi manusia.
Disajikan dengan jujur dan apa adanya, film ini tak serta merta melepaskan sisi-sisi kemanusiaan pada masing-masing tokohnya.
Dalam siaran pers resminya disebutkan, film Sanubari Jakarta melalui proses selama satu tahun, mulai dari pengerjaan naskah, shooting, hingga pasca produksi yang semuanya dikerjakan di Indonesia. Naskah cerita yang digarap Lele Laila ini pun melewati berbagai tahapan seleksi, dan konsultasi dengan para aktivis LGBTI guna menghindari kerancuan dan kesalahpahaman. Upaya yang tidak mudah demi sebuah idealisme.
Sepuluh film yang akan diputar dalam Sanubari Jakarta ini antara lain Billy Christian (Pembalut), Aline Jusrina (Kentang), Tika Pramesti (½), Lola Amaria (Lumba-lumba), Kirana Larasati (Topeng Srikandi), Alfrits John Robert (Terhubung), Adriyanto Dewo (Menunggu Warna), Dinda Kanyadewi (Malam Ini Aku Cantik), Fira Sofiana (Untuk A.), serta Sim F (Kotak Cokelat).
Selain pemutaran film selama dua hari berturut-turut, acara ini akan dimaknai pula dengan diskusi bersama Lola Amaria, Fira Sofiana, dan Dimas Hary. Ketiganya merupakan penggagas Yayasan Kresna Duta yang memproduksi Sanubari Jakarta. Selain itu akan hadir pula para pemain 1/2, Ernaz Patria dan Irfan Guchi. Produksi indie ini merupakan kerja sama dengan Ardhanary Insitute.
Kresna Duta yayasan yang dibentuk sebagai bagian dari upaya membantu advokasi masyarakat dan komunitas lain tentang pentingnya perjuangan kaum minoritas untuk memperoleh hak asasi serta kesetaraan sebagai manusia merdeka. Fokusnya yakni pembelajaran melalui media audio visual.
Film Sanubari Jakarta ini tak semata menyajikan tema-tema LGBTI, namun memiliki sisi edukasi dan nilai-nilai penting bagi para penontonnya. “Melalui pemutaran film dan dialog langsung bersama para sutradara, produser dan pemainnya, kami berharap bisa memberi pemaknaan dan pemahaman yang lebih kaya tentang isu-isu seksual yang kini menjadi realita tersembunyi dalam masyarakat kita,“ ujar Putu Aryastawa, staf budaya BBB.
Putu menambahkan Bentara Budaya Bali memang secara rutin menggelar pemutaran dan diskusi film melalui program Sinema Bentara. Sinema-sinema yang dihadirkan merupakan karya-karya sutradara terbaik, masterpiece, dan boleh dikata langka. Program ini merupakan upaya edukasi dan membentuk selera masyarakat terhadap film-film bermutu. [b]
Teks dari Bentara Budaya Bali, Foto dari The Jakarta Globe.