Mengawali kontestasi Pilkada Bali 2024, BaleBengong mengeluarkan artikel bertajuk “Visi Lingkungan Bali Manis di Regulasi”. Melalui artikel tersebut, beberapa aktivis mendorong isu iklim dan lingkungan menjadi salah satu fokus dalam debat publik maupun janji politik pasangan calon gubernur.
Secara garis besar terdapat tiga masalah yang didorong kepada pasangan calon, yaitu transisi energi bersih, termasuk transportasi umum; efek domino alih fungsi lahan; serta konsistensi perencanaan dan pelaksanaan berbasis satu pulau. Mengakhiri rangkaian Pilkada, Koalisi Bali Emisi Nol Bersih melakukan refleksi terkait inventarisasi isu iklim dalam debat dan kampanye pada 5 November 2024.
Sebelum Pilkada berlangsung, Koalisi Bali Emisi Nol Bersih yang terdiri dari beberapa organisasi dan lembaga swadaya masyarakat, telah mengajukan isu iklim dan lingkungan yang perlu didorong dalam debat. Sayangnya, isu ini tidak mendapatkan perhatian yang khusus dalam debat.
Pada debat perdana yang mengangkat tema “Memformat Bali Menuju Pariwisata Berkelanjutan” tidak ada pembahasan mengenai lingkungan dan tata ruang yang merupakan salah satu sub tema debat. BaleBengong juga telah merangkum janji kampanye paslon yang unggul sementara, Koster – Giri. Dilihat dari rangkuman janji kampanyenya, porsi pembahasan isu iklim dan lingkungan sangat sedikit dibandingkan pariwisata dan pembangunan.
“Panelis yang terlibat kemarin memang tidak ada yang background-nya pembangunan hijau, green development maupun lingkungan,” ungkap Jessica, anggota Merah Putih Hijau (MPH) Bali dalam sesi diskusi. Dari ketiga debat yang dilaksanakan memang lebih banyak menghadirkan akademisi yang berprofesi sebagai dosen di perguruan tinggi. Hanya ada dua panelis yang berasal dari organisasi masyarakat sipil, yaitu Walhi Bali dalam debat pertama dan Bali Sruti dalam debat ketiga.
Isu iklim dan lingkungan memang tidak ‘seksi’ secara elektoral dibandingkan dengan program insentif, pembangunan, dan pariwisata. Jika dilihat dari janji politiknya, kebijakan Koster – Giri sebagian besar merupakan kebijakan populis. Jurnal A Political Theory of Populism mendefinisikan kebijakan populis sebagai kebijakan yang mengatasnamakan kepentingan masyarakat, tetapi berakhir merugikan masyarakat itu sendiri.
Kebijakan ini sifatnya semu atau sementara, seperti beberapa kebijakan yang menjadi janji politik Koster – Giri, yaitu kebijakan insentif fiskal, beasiswa pendidikan, menambah bantuan desa adat, insentif banjar, insentif sekaa teruna, insentif pemangku, insentif Nyoman dan Ketut, dan insentif lainnya.
Salah satu aktivis lingkungan, Iwan Dewantama, mengamati bahwa isu yang dimunculkan adalah isu yang paling banyak muncul dalam survei-survei, seperti isu sampah dan kemacetan. Meski begitu, ia menyebutkan banyak area abu-abu yang tidak berani direspons oleh kandidat karena takut akan menjadi boomerang untuk mereka.
Rangkuman janji politik Koster – Giri selama debat publik menunjukkan kurang lebih sepuluh jalan baru akan dibangun di seluruh Pulau Bali, dari utara, timur, selatan, barat, hingga tengah. Haikal dari WRI Indonesia mengungkapkan hal ini terjadi karena adanya kebijakan sepuluh persen dari APBD diwajibkan untuk infrastruktur yang selalu diterjemahkan menjadi pembangunan jalan baru.
“Misalkan APBD Bali Rp4 triliun, maka Rp400 miliar itu buat pembangunan baru, sehingga selalu bangun jalan baru. Padahal 10% itu termasuk di antaranya adalah transportasi publik, bagaimana membantu mobilitas kita sebagai warga di Bali untuk berjalan dari satu titik ke titik yang lain,” ungkap Haikal.
Transportasi publik merupakan salah satu isu yang diangkat oleh Koalisi Bali Emisi Nol Bersih karena kaitannya dengan upaya pengurangan emisi di Bali. Data terakhir BPS Bali menunjukkan terdapat 5.016.351 unit kendaraan di Bali, sedangkan jumlah penduduk di Bali hanya 4 juta penduduk.
Meski kendaraan bermotor sudah mencapai lebih dari jumlah penduduk, pasangan Koster – Giri masih ingin mengoptimalkan pajak kendaraan bermotor. Hal ini sangat kontradiktif karena mengatasi kemacetan justru dibarengi dengan pengoptimalan pajak kendaraan bermotor. “Artinya kan mendorong masyarakat Bali itu punya kendaraan yang banyak dan padahal itu udah jadi masalah yang jelas,” ungkap Juniantari dari BaleBengong dalam sesi diskusi.
Iwan menambahkan bahwa penting untuk mengawal visi misi kandidat terpilih sebelum hari pelantikan. “Kita mencoba berupaya pra Pilkada ternyata begini hasilnya, so what? Nah, ini menurut saya kita perlu pikir untuk memberikan sumbangan pikiran,” ungkap Iwan.
Waktu kurang lebih dua bulan sebelum pelantikan gubernur dan wakil gubernur atau sebelum 7 Februari 2025, menjadi momen penting untuk mengangkat persoalan yang ada di masyarakat agar terpatri dalam program lima tahun ke depan.
Menjelang pelantikan, gubernur dan wakil gubernur terpilih akan membuat RPJM lima tahun mengenai tata ruang. “Ini yang bisa didorong bagaimana agar ada tata ruang yang benar-benar mencerminkan one island management. Jangan sampai dana yang diperuntukkan untuk alam dan budaya itu ternyata buat jalan,” pungkas Iwan.